Ketimpangan gender merupakan isu yang cukup dalam dan kompleks yang melibatkan berbagai aspek dalam kehidupan seperti sosial, ekonomi, budaya, dan politik. Kekuasaan dalam masyarakat sering kali terjalin erat dengan struktur gender yang ada, menciptakan ketimpangan yang signifikan antara laki-laki dan perempuan. Dalam banyak konteks seperti yang disebutkan sebelumnya perempuan masih sering terpinggirkan oleh laki – laki, Hal tersebut dapat memicu para perempuan melakukan perlawanan demi memperjuangkan kesetaraan.
Jika melihat kembali sejarah di mana jika dikaitkan dengan budaya yang sudah berjalan berabad – abad. Pada masa lalu, peran perempuan sering kali dibatasi oleh adanya norma – norma patriarkal yang memposisikan laki – laki pada pemegang kuasa tertinggi dalam sistem masyarakat, Dalam kehidupan di masyarakat, perempuan diharapkan untuk menjalankan tugas domestik, seperti mengurus rumah tangga dan anak-anak, sementara laki-laki berperan sebagai pencari nafkah. Pembagian kerja ini tidak hanya mencerminkan perbedaan biologis tetapi juga menciptakan struktur sosial yang menempatkan perempuan pada posisi yang lebih rendah.
Salah satu penyebab utama adanya ketimpangan gender adalah perbedaan pada akses terhadap pendidikan. Di banyak komunitas, terutama yang memiliki budaya tradisional, pendidikan formal sering dianggap tidak begitu penting bagi perempuan, yang berakibat pada tingginya tingkat buta huruf di kalangan wanita dibandingkan dengan pria. Pandangan ini menyebabkan banyak perempuan tidak memiliki kesempatan yang setara untuk mengakses pendidikan yang memadai. Akibatnya, mereka terhambat dalam memperoleh keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk berpartisipasi secara penuh dalam berbagai sektor kehidupan, termasuk di bidang ekonomi, sosial, dan politik. Pembatasan akses terhadap pendidikan juga mengurangi kemampuan perempuan untuk mengambil keputusan yang penting dalam kehidupan mereka dan berkontribusi pada perubahan dalam masyarakat.
Selain itu, norma-norma sosial yang mengutamakan "kesucian" perempuan sering kali membatasi mobilitas mereka dan mengekang kebebasan individu, memperkuat posisi subordinasi mereka dalam struktur kekuasaan. Dalam hal ini kekerasan berbasis gender adalah salah satu faktor mengapa perempuan tidak memiliki akses yang sama seperti laki – laki. Dalam banyak kasus, perempuan sering kali menjadi korban kekerasaan fisik dan emosional sebagai cara untuk mempertahankan dominasi laki – laki dalam hubungan pribadi maupun publik.
Seiring waktu, gerakan sosial untuk memperjuangkan hak – hak perempuan mulai dilakukan untuk menentang adanya ketidakadilan. Salah satu contoh yang cukup terkenal dimasyarakat ialah gerakan feminisme, secara umum gerakan feminisme merujuk pada memperjuangkan hak-hak perempuan dan kesetaraan gender dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk politik, sosial, ekonomi, dan budaya. Feminisme muncul dalam beberapa gelombang (waves), dengan tujuan utama untuk menghilangkan diskriminasi terhadap perempuan dan meningkatkan kesadaran akan isu-isu gender. Gelombang pertama fokus pada hak suara perempuan, gelombang kedua memperjuangkan kesetaraan hak di tempat kerja dan pendidikan, dan gelombang ketiga hingga saat ini berfokus pada isu-isu seperti hak reproduksi, hak perempuan di tempat kerja, serta perlawanan terhadap kekerasan berbasis gender.
Pada era modern ini dengan adanya gerakan serta perlawanan, perempuan mulai mendapatkan hak – hak yang setara seperti apa yang didapatkan oleh laki – laki seperti pada aspek pendidikan,  pekerjaan, dan peran. Walaupun norma – norma patrialkal masih cenderung menjadi stereotip pada perempuan. Dengan adanya gerakan yang di gaungkan oleh para kaum hawa sudah dapat menekan adanya ketimpangan gender, hak – hak yang diperjuangkan sudah mulai dapat diperoleh menjadikan perempuan memiliki kedudukan yang sama dengan laki – laki.
Pada dasarnya perempuan memiliki potensi dan kemampuan yang sama dengan laki – laki tanpa adanya perbedaan yang signifikan. Dengan adanya kesetaraan, perempuan dapat memiliki kebebasan dalam menentukan pilihan hidup tanpa mengalami adanya keterbatasan akses dan peluang. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya pemimpin – pemimpin perempuan yang kompeten tanpa adanya ketimpangan gender.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H