PIKIRAN para politikus kini tengah mendua. Beberapa hari ini politikus terutama calon legislatif (caleg) sedang memonitoring perolehan suaranya yang sudah sampai ke KPU provinsi. Bahkan sebagian dari mereka sudah mengetahui nasibnya, apakah akan duduk di kursi dewan yang terhormat atau tidak. Ada yang bersuka cita memperoleh kursi dewan ada juga yang tidak.
Di satu sisi, elit politik yang lain lagi asik membahas calon presiden. Mereka sedang sibuk mencari kawan koalisi. Penjajakan terus dilakukan para petinggi parpol. Kunjung mengunjungi pimpinan partai kerap kita lihat di berita. Masing-masing dari mereka tengah menjajaki kecocokan satu sama lain. Ada yang secara tegas mengatakan cocok dengan calon presiden A atau B. Tapi ada juga yang masih malu-malu untuk mengungkapkan ke publik.
Hingga saat ini baru PPP yang dengan tegas melalui Ketua Umumnya Suryadharma Ali mendukung Capres Prabowo Subianto. Namun nampaknya dukungan itu telah kandas di tengah jalan. Akibat dukungannya ke Prabowo, Meteri Agama ini terancam di makzulkan oleh partainya. Meski akhirnya berujung islah namun konflik telah meninggal bekas yang sulit hilang. Kondisi ini sungguh mengenaskan, karena hal itu merupakan konflik pertama paska Pileg. Yang lebih menyakitkan lagi adalah konflik tersebut terjadi di partai Islam. Partai yang menggunakan lambang Ka'bah dan memiliki motto sebagai rumah besar umay Islam ini telah mempertontonkan contoh yang kurang baik kepada masyarakat Indonesia yang mayoritas Islam.
Sebagai partai Islam dan partai yang telah lama seharusnya PPP mampu memberikan contoh kepada partai-partai lainnya. Bahkan ada harapan agar PPP menjadi motor sebagai penggerak terjadinya koalisi partai Islam dan partai berbasis Islam. Namun yang gencar untuk menggagas koalisi partai Islam dan partai berbasis Islam adalah PAN melalui Ketua Majelis Pertimbangannya Amien Rais. Mantan Ketua MPR ini bermaksud untuk membuat poros tengah jilid 2 seperti 1999 yang berhasil meloloskan Gusdur jadi presiden. Keinginan Amien Rais pun kelihatannya akan pupus di tengah jalan pula. Melihat peta politik saat ini sulit sekali poros partai Islam dan partai berbasis Islam disatukan seperti dulu.
Para elit partai Islam dan berbasis Islam masing-masing telah memiliki pilihan sendiri kepada partai dan capres mana mereka akan memberikan dukungannya. Yang pasti dukungan itu akan diberikan bukan sesama partai Islam. Padahal keinginan para pemilih partai tersebut berharap agar pimpinan partai Islam dan berbasis Islam ini bisa bersatu untuk menentukan capres dari internal. Kondisi tersebut nampaknya sulit terealisasi pada pilpres 2014. Jadi tidak singkron antara keinginan pemilih dengan keinginan elit partai yang telah diamanahi itu. Para elit parpol Islam dan berbasis Islam tengah larut dengan suasana lobi-lobian dan meninggalkan para konstituennya.
Sungguh sulit mengontrol sepak terjang para politikus ini. Setelah suara kita berikan maka mereka akan lenggang kangkung meninggalkan kita. Namun biarkan para elit politik Islam asik mahsyuk dengan lobi-boli politik mengatasnamakan umat. Bila nanti ternyata mereka menentukan pilihan yang tidak sejalan dengan keinginan umat maka jangan harap umat akan memilih capresnya pada pilpres nanti.
Untuk itu maka dirasa penting untuk menyatukan suara umat Islam. Gerakan menyatukan suara umat Islam sudah dipandang sangat perlu bila koalisi partai Islam atau berbasis Islam tidak terjadi. Koalisi umat Islam ini sebagai bentuk bargaining umat kepada elit partai Islam dan berbasis Islam agar mendengarkan aspirasi umat.
Lalu bagaimana koalisi ini terjalin? Kaolisi ini bisa terjadi bila pimpinan umat dan ormas Islam bersatu. Majelis Ulama Indonesia (MUI) atau Forum Ukhuwah Islamiyah (FUI) harus mengambil momen ini untuk menyatukan ormas dan lembaga dakwah Islam. MUI dan FUI beserta pimpinan Ormas Islam harus duduk bersama menyatukan persepsi mengenai calon pemimpin bangsa ke depan.
Saatnya umat Islam disatukan untuk menyukseskan pilpres 9 Juli mendatang. MUI dan FUI bisa melakukan gerakan penyatuan partai Islam dan berbasis Islam untuk satu gerakan mencalonkan capres yang bisa didukung bersama. Bila langkah ini tidak berhasil maka satukan saja suara umat Islam untuk mendukung capres yang memiliki komitmen keislaman yang tinggi dan sudah teruji keberpihakannya kepada Islam. Jangan sampai momentum pilpres ini diambil oleh orang lain bahkan kekuatan asing dan cukong-cukong yang siap meraup uang rakyat dan menyengsarakan umat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H