Siang ini aku nongkrong di perpustakaan dengan niat dari rumah untuk mengerjakan skripsiku yang kian hari kian terbengkalai ini. Awalnya sih semangat untuk mengerjakan dan mulai menyiapkan file-file dari laptop yang dibutuhkan untuk mulai menyusun kata demi kata.
Beberapa jam kemudian, kejenuhan pun muncul menghinggapi. Tanganku gatal sekali untuk membuka Mozilla. Alhasil, perang antara niat dan ‘setan’ pun dimenangkan oleh si ‘setan’. Akhirnya, skripsiku pun terlupakan sejenak dan aku sudah asyik dengan dunia maya. Membuka kompiasana sudah barang wajib. Dan ngeblog ria pun dijalani. Posting sana posting sini sambil mendengarkan lagu yang diputar di winamp.
Hingga pada akhirnya, tiba-tiba saja aku memerlukan WC! Arghh! Tak tepat sekali ini. Di saat sedang asyik begini, aku kebelet pipis. Ops! Segera berpikir keras untuk menemukan letak WC terdekat (Panggil Dora! Loh?) dan duduk pun mulai tak tenang. Goyang kanan, goyang kiri.
Oh my! Aku pun tersadar, di dalam perpustakaan ini kan tidak ada WC terdekat. Ada. Tapi jauh! Harus keluar gedung, jalan kira-kira seratus meter (kayaknya sih segitu jaraknya, maklum belum pernah ngukur, hehe) dan itu pun harus masuk lagi ke gedung yang lain. Aaaa! Rasanya seperti berada di ujung tanduk. Benar-benar membutuhkan WC. Kenapa harus jauh sih WC-nya? Kenapa juga gedung sebesar ini tidak ada WC? Apa aku-nya aja yang malas beranjak? Huhu. Jujur, aku jadi nggak enak sama si WC. Terkadang WC dianaktirikan dengan keberadaannya yang identik dengan kotor, bau, jorok dan sarang kuman. Tapi, keberadaannya pun sangat dirindukan, dicari banyak orang dan dibutuhkan. Hmm..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H