Memasuki era perubahan iklim, di mana masyarakat perlu menyadari pentingnya kelestarian lingkungan, tak hanya masyarakat saja tetapi dalam dunia bisnis pun perlu lebih bertanggung jawab atas dampak lingkungan dari operasinya. Hal ini senada dengan Buku Bunga Rampai: SDGS karya Hidsal Jamil, bahwasanya salah satu pendekatan yang semakin diminati adalah "akuntansi hijau" atau akuntansi lingkungan, yang mengintegrasikan aspek lingkungan ke dalam praktik akuntansi tradisional serta memberikan gambaran lebih menyeluruh tentang kinerja perusahaan.
Dikutip dari Jurnal Ekonomi Trisakti karya Devita Kusumawati & Etty Murwaningsari "Akuntansi hijau memiliki dua fungsi utama: sebagai alat komunikasi dengan masyarakat dan sebagai alat manajemen lingkungan. Sebagai alat komunikasi, akuntansi hijau menghubungkan perusahaan dengan masyarakat, menyampaikan dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh proses bisnis, kegiatan perbaikan atau konservasi lingkungan yang dilakukan, serta hasil yang diperoleh. Sebagai alat manajemen lingkungan, akuntansi hijau menilai efektivitas kegiatan konservasi lingkungan, termasuk penilaian biaya terkait lingkungan."
Akuntansi hijau mencakup pengukuran, pencatatan, dan pelaporan biaya dan manfaat lingkungan terkait aktivitas bisnis meliputi biaya pengelolaan limbah, investasi dalam teknologi ramah lingkungan, serta potensi risiko dan peluang terkait perubahan iklim. Dengan pendekatan ini, perusahaan dapat lebih akurat menilai dampak lingkungan mereka dan membuat keputusan yang lebih berkelanjutan.
Hal di atas diperkuat oleh Handoko dan Santoso dalam Jurnal Nominal Barometer Riset Akuntansi dan Manajemen yang menjelaskan bahwa manfaat penerapan akuntansi hijau cukup signifikan. Pertama, membantu perusahaan mengidentifikasi peluang untuk meningkatkan efisiensi dan mengurangi biaya, seperti melalui pengurangan konsumsi energi atau pengelolaan limbah yang lebih baik. Kedua, meningkatkan transparansi dan akuntabilitas perusahaan terhadap pemangku kepentingan, termasuk investor yang semakin mempertimbangkan faktor lingkungan dalam keputusan investasi mereka.
Namun, berdasarkan hal di atas dalam penerapannya menurut Dinda DKK dalam jurnal Mutiara Ilmu Akuntansi (JUMIA) menjelaskan bahwa akuntansi hijau sering menghadapi tantangan. Salah satunya adalah kurangnya standar yang seragam untuk mengukur dan melaporkan dampak lingkungan. Selain itu, beberapa perusahaan mungkin enggan mengungkapkan informasi yang berpotensi negatif tentang dampak lingkungan mereka.
Meski demikian, tren global menunjukkan bahwa akuntansi hijau semakin dilirik dan digunakan. Selain itu, menurut laporan Sustainaility Counts Jilid 2 yang ditulis oleh PWC (PriceWaterhouseCoopers) sudah banyak negara yang mulai mewajibkan pelaporan lingkungan untuk perusahaan-perusahaan besar, dan juga menggunakan standar pelaporan internasional seperti Global Reporting Initiative (GRI) yang semakin banyak digunakan.
Dengan meningkatnya urgensi masalah lingkungan global, akuntansi hijau menjadi salah satu alternatif keberlanjutan perusahaan dimasa depan. Hal ini bukan hanya tentang mematuhi peraturan pemerintah, tetapi juga tentang menciptakan perusahaan jangka panjang dan memastikan keberlanjutan bisnis di dunia selalu berlangsung dan mereka semakin sadar terhadap lingkungan.
Raza Syarif Hidayatullah (11210150000079)
Andaru Ghorijati (11210150000118)
Nurul Sondang Diniari (11210150000008)
Sumber: