Mohon tunggu...
Razan Tata
Razan Tata Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Hanya seorang pria yang suka menulis banyak hal :)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Meja & Kursi

14 Februari 2016   09:04 Diperbarui: 14 Februari 2016   10:14 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Lagi-lagi dia sendirian di sini. Nah kan, jus apel lagi, entah ada apa dengan minuman itu? Apakah jus apel memang kesukaannya? atau ada alasan lain? Selain itu yang membuatnya semakin misterius adalah dia selalu datang pada sore hari dan akan pergi ketika hari mulai gelap. Sebenarnya sih tidak ada yang salah dengan pria itu, mungkin saja dia hanya pengunjung baru yang betah dengan café ini, tapi tetap saja Meja dan Kursi penasaran dengannya.

“Ini sudah hari ke-5 kan?” tanya Si Meja.

“Yap! Aku sampai hapal tekanan bokongnya,” ujar Si Kursi. “Apakah dia memesan jus apel lagi?”

“Iya. Seperti biasanya.” Si Meja memandangi wajah pria yang putih itu. Rambutnya yang hitam lebat berkibar terkena angin.

“Apakah dia memesan makanan?” tanya Kursi lagi. Dia merasa kecewa diciptakan sebagai kursi, karena setiap ada pengunjung yang datang, dia tidak bisa melihat apa yang ada di atas meja karena terhalang tubuh pengunjung itu sendiri.

“Tidak. Hanya jus apel seperti yang sudah-sudah,” Meja kembali menjawab pertanyaan dari sahabatnya itu. Dia sudah bersahabat dengan Kursi sejak café ini berdiri pada tahun 1990. Sudah cukup lama. Dan Meja merasa heran karena hanya dia dan sahabatnya itu yang bisa berbicara satu sama lain, sedangkan meja, kursi dan furniture lain di café itu benar-benar benda mati, tidak bisa berkomunikasi.

“Mmm…menurutmu, apakah dia menunggu seseorang?”

“Entahlah, tapi sepertinya iya. Dan dia akan berhenti mengunjungi café ini sampai yang ditunggunya datang. Kalau menurutmu gimana?” Meja balik bertanya.

“Aku juga bingung, aku tidak bisa melihat wajahnya. Tapi dari gesekan kakinya yang selalu bergerak-gerak, aku rasa dia memang menunggu seseorang.”

Café yang terletak di kawasan Champs Elysees itu cukup ramai. Café itu terdiri dari dua tingkat. Di lantai pertama pengunjung bisa menikmati hidangan sambil mendengarkan musik instrumental yang menggema di sudut-sudut ruangan. Ditambah juga desain interior klasik nan minimalis membuat siapapun betah di dalam sini. Dan di luar café pun juga disediakan beberapa meja dan kursi untuk pengunjung yang ingin bersantai sambil melihat kendaraan atau orang-orang yang berlalu-lalang.

Sedangkan di lantai atas, pengunjung bisa menikmati pemandangan yang lebih luas dengan atap yang terbuka. Pria itu sesekali menyedot jus apelnya dengan sedotan yang cukup besar. Matanya yang teduh memandang view dari atas café. Dia bisa melihat banyaknya pohon yang berjejer di sepanjang jalan, membuat kawasan itu tampak asri di tengah kota. Belum lagi dari kejauhan tampak monumen ikonik yang dibangun sebagai tanda kemenangan Napoleon Bonaparte di pertempuran Austerlitz, yaitu Arc de Triomphe. Begitu elegan dan menawan. Tidak salah kawasan jalan sepanjang 2 km ini disebut-sebut sebagai salah satu jalan terindah di dunia, layaknya panggung catwalk yang menampilkan pesona tiada henti. Membuat para turis menjadikan Champs Elysees sebagai tempat yang wajib dikunjungi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun