Kibasan tangan Doni membuat Rio tersentak dan menegakkan tubuhnya.
“Udah sana hampiri si Sera.”
“Eh..eh..kenapa jadi Sera ni?” Rio berusaha menghindar. Dia pura-pura mengemaskan mejanya.
“Hahaha. Pake pura-pura gak tau lagi. Emang udah berapa lama sih kita sahabatan, Yo.” Doni terkekeh melihat Rio yang salah tingkah.
“Eeeeh…Hadi, Nazar, sama Aga mana?” Rio masih berusaha mengelak, wajahnya memerah.
“Pake ngalihkan pembicaraan lagi. Tu, biasa mereka lagi nyontek PR kawan-kawan.” Rio memandang ke arah yang ditunjuk Doni.
“Loe sendiri udah selesai PR nya?” tanya Rio.
“Udah. Gue udah nyontek daritadi, rela gue pagi-pagi buta datang ke sekolah.” Doni mengucek-ngucek matanya.
“Makanya PR itu ngerjainnya di rumah.”
“Males ah, udah PR nya susah lagi.”
“Ah loe ini kebanyakan alasan.” Doni hanya cengegesan mendengar kata Rio. Mengerjakan PR “massal” sudah menjadi pemandangan biasa di SMA Garuda setiap pagi. Walaupun SMA Garuda adalah SMA ternama di Jakarta, tetap saja siswa-siswanya sama kayak siswa SMA pada umumnya, malas ngerjain PR.
“Akhirnya selesai juga.” kata Nazar yang datang ke tempat duduk Rio.
“Tumben-tumben loe gak ngerjain PR, Zar.”
“Kelupaan gua bos. Hehehe.” Nazar mengelap keringat di dahinya. Ternyata menyalin 10 soal biologi barusan cukup menguras tenaganya.
“Hadi sama Aga mana ya? Perasaan tadi mereka juga ikutan nyalin deh. Kok sekarang gak keliatan batang hidung mereka.” Doni melemparkan pandangannya ke seluruh ruangan kelas.
“Oh tadi mereka ke kantin. Mau cari sarapan katanya.” sahut Nazar.
“Eh, tadi Sera baik banget loh, Yo. Dia mau minjamin PR nya untuk disalin sama anak-anak.” Nazar melirik ke Rio. Begitu juga Doni.
“Kok pada mandangin Gue sih.” Nazar dan Doni tertawa melihat reaksi Rio.
Rio, Doni, Nazar, Hadi, dan Aga adalah lima sahabat yang sudah bersahabat sejak mereka SMP. Dan ini sudah tahun ke- 5 mereka selalu sekelas dari kelas VII SMP sampai sekarang kelas XI di SMA Garuda. Mereka sudah seperti saudara, jadi tidak heran kalau sampai rahasia masing-masing pun mereka sudah tahu. Seperti Rio yang suka sama Sera. Sera adalah primadona di SMA Garuda. Siapa yang tidak kenal dengan Sera? Dia adalah anak dari pemegang saham tertinggi sekolah tersebut. Sera juga anak yang berprestasi, selalu mendapat ranking di kelas, bersaing sama Rio yang juga tidak kalah pintarnya. Selain sukses di bidang akademik, prestasinya dalam berorganisasi juga tidak kalah cemerlangnya, dia ditunjuk sebagai Ketua OSIS di SMA Garuda, banyak siswa dan guru yang puas dengan kinerjanya. Dan satu lagi, Sera itu anak yang cantiknya bukan main, perpaduan keturunan Cina-India-Indonesia membuat kecantikannya bisa disandingkan dengan para kontestan Puteri Indonesia bahkan Miss Universe sekalipun, jadi tidak heran banyak cowok yang berusaha untuk mendekatinya. Sera pun tidak merasa risih dan selalu ramah dengan mereka walaupun dia tahu mereka hanya modus untuk mendekatinya. Sera memang sempurna, walaupun anak orang kaya, tapi dia tidak sombong dan baik kepada semua orang. Jadi tidak mengherankan juga kalau Rio sampai jatuh hati pada gadis yang satu ini sejak SMP. SMP? Yaa! Sera juga udah sekelas sama Rio dari dari kelas VII SMP seperti keempat sahabatnya.
“Yo, jangan lupa nanti sepulang sekolah kita rapat OSIS. Tolong kasitau yang lain ya.” Rio membaca chat dari Sera. Dia tersenyum, entah kenapa hatinya selalu berbunga mendapat chat dari Sera. Padahal itu hanyalah sebuah chat BBM dari seorang ketua OSIS kepada sekretarisnya.
“Ok bos!” Rio membalasnya singkat.
* * *
“Yo, loe kapan mau nembak Sera? Gak bosan tiap hari cuma ngelamunin dia mulu?” kata Doni. Sore itu mereka berkumpul di kamarnya Hadi. Udah jadi kebiasaan kalau tiap sore kelima sahabat ini selalu bersantai di sana. Rumah Hadi sudah seperti jadi basecamp bagi mereka.
“Iya, Yo. Kayaknya Sera juga suka tu sama loe. Kan hampir tiap hari juga loe bbman sama Sera.” Aga menambahkan. Rio cemberut mendengarnya.
“Males ah bos. Palingan juga Sera cuma nganggap gua sahabat. Gua gak mau masuk lubang yang ketiga kalinya.”
“Coba aja dulu Yo, kan loe belum nembak dia secara langsung.” kata Aga lagi.
“Iya, Yo. Gue setuju dengan Aga. Emang sih dulu loe pernah nembak Sera, tapi kan cuma lewat sms dan telepon.” tambah Doni.
“Dan dua-dua nya ditolak.” sahut Rio cepat.
“Ya wajarlah ditolak, mana ada cewek yang mau terima kalau si cowok nembaknya lewat sms ataupun telepon. Dikiranya nggak ada keseriusan kali dari loe.” Nazar ikut nimbrung.
“Dan buktinya Sera nggak menjauh dari loe kan. Kalau dia gak suka sama loe, pasti dia akan merasa nggak nyaman dengan loe yang udah nembaknya dua kali.” tambah Nazar lagi. Yang lain mengangguk mengiyakan.
“Entahlah bos, nantilah gue pikirin, gue mau fokus ke ulangan umum dulu.” Akhirnya yang lain diam, capek juga menyemangati Rio yang memang sudah lelah dengan pengejaran cintanya itu.
“Lagi ngomongin apa ni bro? Seru banget kayaknya sampai kedengaran di luar.” Hadi tiba-tiba datang ke kamar membawa 1 piring besar berisi banyak potongan martabak manis.
“Wuih… sedaaaap ni.” Doni tidak menghiraukan pertanyaan Hadi. Matanya tertuju pada piring yang dibawa sahabatnya itu. Ketiga sahabatnya yang lain termasuk Rio yang tadi cemberut pun langsung berbinar matanya begitu melihat martabak manis yang menggiurkan itu.
“Kalian ini kalau udah liat martabak manis kayak liat cewek cantik aja.” Hadi geleng-geleng kepala sambil meletakkan martabak manisnya di tengah-tengah mereka.
“Menurut gue ini lebih cantik daripada semua cewek di sekolah kita, Di!” sahut Aga sambil mencomot satu potong martabak manis yang diikuti juga oleh keempat sahabatnya yang lain. Tidak sampai 10 menit, martabak manis di hadapan mereka sudah ludes tak bersisa.
* * *
Bersantai di teras rumahnya malam hari begini selalu bisa menenangkan Rio setelah melalui harinya yang melelahkan. Banyak hal yang dilamunkannya, tapi tetap dalam kesendiriannya itu, Sera selalu terlintas di pikirannya. Sejak SMP cewek tersebut tidak bisa hilang dari pikiran dan hatinya, malah rasa itu makin menjadi-jadi. Tapi setelah itu dia selalu mengubur perasaannya dalam-dalam, toh dia sudah ditolak dua kali sama Sera. Kadang-kadang dia merasakan sakit jika mengingat fakta itu. Rio tersentak dari lamunannya begitu mendengar bunyi nada BBM nya. Ada chat yang masuk.
“Yo, besok tolong bawakan buku yang loe pinjam waktu itu ya.” ternyata dari Sera. Kembali hati Rio mendadak menghangat.
“Oke, Ser. Gue juga udah selesai bacanya.”
“Siiip. Gue takut loe jual bukunya. Hehehe.” canda Sera. Inilah sikap Sera yang selalu membuatnya bingung.
“Hahaha. Gue gak segitu susahnya kali, sampai jual buku loe buat makan.” balas Rio dengan tidak lupa menambah emoticon “tertawa”. Akhirnya sampai larut malam, Rio dan Sera asyik ber-BBm-an.
“Hahaha. Ada-ada saja loe ini, Yo. Yo, gue tidur dulu ya. Gak terasa udah sampai jam segini kita BBMan.” Seperti biasa Sera yang menutup chat BBM mereka, yang selalu dijawab Rio, “Oke, Ser. Good Night. Have a nice dream.”
“Good night. Have a nice dream too.” balas Sera kemudian dan diikuti senyuman Rio seperti biasanya. Dia kembali mengingat kata sahabat-sahabatnya, apa mungkin mereka benar? Apa mungkin gue harus menembak Sera sekali lagi? Secara langsung?
* * *
Nazar duduk santai sembari menikmati kopi di teras kamar Hadi. Sore ini hanya dia sendiri yang datang ke rumah Hadi, ketiga sahabatnya yang lain lagi ada kesibukan masing-masing. Nazar sangat menikmati suasana di teras kamar sahabatnya ini. Kamarnya yang berada di lantai dua itu tepat menghadap sawah warga yang membentang di belakang rumahnya. Beruntung keluarganya Hadi dapat rumah di sini, lingkungan yang nyaman seperti ini sudah sangat jarang didapatkan di Kota Jakarta yang dimana-mana sudah penuh dengan “hutan beton”. Selain karena lingkungannya yang nyaman, Nazar dan yang lain juga betah untuk singgah berlama-lama di rumah Hadi karena ibunya selalu menyediakan cemilan yang membuat perut mereka “bahagia”. Seperti hari ini, ibunya Hadi menyediakan kopi dan kue buatannya untuk dinikmati.
“Kopi buatan ibumu mantap sekali, Di!” ujar Nazar setelah menyeruput kopinya.
“Hehe. Iya dong. Ibu siapa dulu...” kata Hadi sambil menepuk dadanya. Nazar tersenyum lalu menyeruput lagi kopinya. Matanya sampai terpejam saking nikmatnya. Mereka kemudian diam, larut dalam menikmati indahnya sore itu.
“Zar…” kata Hadi tiba-tiba.
“Yup…ada apa?” Nazar mengambil satu buah kue cookies di depannya.
“Gue pengen ngomong sesuatu…”
(BERSAMBUNG)
Silahkan baca lanjutannya [CERBUNG] Love or Friend ? or Both ? (2/2 END)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H