Mohon tunggu...
Abdul Razak M.H. Pulo
Abdul Razak M.H. Pulo Mohon Tunggu... -

Seorang dokter, kini bertugas di Bener Meriah, Prov. Aceh. Akan menjalani Residen Ilmu Penyakit Dalam di FK Unsri Palembang Juli 2011. Mantan Pengurus Forum Lingkar Pena Aceh, Alumni Sekolah Menulis Do Karim. Anggota Forum Penulis Aceh DIWANA.Cerpen dan Puisi dimuat media lokal dan nasional.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Kisah Penyair dan Seorang Perempuan

17 September 2010   16:19 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:10 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Uh, usaplah batang kenikmatan dengan lembut hingga tumbuh daun-daun, bunga-bunga, buah-buah. Usaplah ia dengan lembut di antara panah-panah api yang bertebar di malam sunyi. Pecahkah kesunyian itu dengan auman singa yang bersemayam di dalam tubuhmu. Uh, usaplah batang kenikmatan dengan lembut hingga rontok daun-daun, bunga-bunga, buah-buah. Resah dalam gagap suara yang tertahan panah-panah api yang melesat menumbuk hati. Uh, usaplah, kutip duan-daun bunga-bunga buah-buah batang keninkmatan. *** “Hei! Penyair cabul pergi kau dari halaman rumahku! Pergi!” Pekik perempuan (paruh baya) yang halaman rumahnya dijadikan panggung sajak si penyair. Sang perempuan mengejar si penyair tergopoh-gopoh, rambutnya diterbang terbangkan angin sore. Si penyair lari kesurupan, bergelinjang di antara tumpukan batu Menghindari sejumput lidi ijuk di tangan sang perempuan. Setelah menjauh dan aman dari amukannya, sang penyair mengutuk suntuk si perempuan. “Perempuan tolol! Tak tahu ia aku bukan penyair, tapi penyihir! Akan kutumbuhkan batang-batang duit di halaman rumahnya yang reot. Di atas tetirah lembar-lembar buku! Sungguh bodoh!” *** Si penyair gundah gulana dibakar panah api yang tak tuntas Mengutuk hari, mengutuk semua benda di sekitarnya Ia rebah lunglai di atas hamparan rumput Pulas bermimpi diguyur hujan nan lebat Basah sungguh basah tak kepalang Resah sungguh resah Lalu mendesah panjang *** Si perempuan meremas remas dadanya Terbaring lemas, napas tersenggal Tubuhnya dibasahi keringat hangat, menggeliat Merintih nikmat yang datang dari surga Jantungnya berjelaga, diserang koroner Sang Raja Bireuen, 7 Februari 2010 sumber gambar: www.ridwansyahyusufachmad.wordpress.com

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun