Mohon tunggu...
Rayyi Mufid Tsaraut Muzhaffar
Rayyi Mufid Tsaraut Muzhaffar Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Anggota Jurnalis Media Pelajar Forum OSIS Jawa Barat

Hanya bocah SMA yang bermimpi menjadi seorang Kuli Tinta.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Tren Hunian Berklaster, Sel Kanker bagi Perkotaan di Indonesia

23 November 2024   20:26 Diperbarui: 23 November 2024   23:07 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pola Perkembangan Kota Jakarta. Tampak beberapa "kantong" hijau yang telag dikelilingi oleh area terbangun (Research Gate/Waleed Alzamil)

Bicara soal perkotaan, tak terlepas dari masalah tata ruang yang dihadapi. Entah itu kemacetan, minimnya aksesbilitas transportasi publik, slum area dan beragam kesemrawutan lainnya. Kecil kemungkinan kota-kota di Indonesia terbebas dari berbagai masalah tersebut, sehingga seringkali banyak orang-orang menghindari tempat tinggal di tengah kota untuk meningkatkan kualitas hidupnya di wilayah-wilayah satelit. Selain karena harga tanah dan properti yang masih cukup murah, daerah pinggiran seringkali diminati apabila bernilai strategis dan memiliki akses langsung ke pusat-pusat daerah kegiatan atau CBD.

Meningkatnya minat orang-orang untuk tinggal di wilayah suburban memang memberikan dampak yang signifikan bagi suatu kota. Pertumbuhan di daerah satelit secara otomatis mendistribusikan beban populasi secara merata sehingga pusat kota yang sempit tidak lagi harus mengakomodasi berbagai kegiatan manusia. Akan tetapi, fenomena ini justru melahirkan permasalahan baru yang lebih serius; tak lain adalah urban sprawl.

Perambahan Kota sebagai Sumber Masalah

Urban Sprawl dapat diartikan sebagai anomali perkembangan kota yang terjadi secara acak dan tidak terencana. Gejalanya dapat dilihat dari pola pembangunan kota meluas secara horizontal dengan densitas yang rendah dan masifnya alih fungsi lahan di wilayah pinggiran. Contohnya bisa kita lihat wilayah Bekasi dan Tangerang yang mengalami perubahan drastis karena terkena dampak dari urban sprawl. Hal ini bisa diwajarkan karena kedua kota itu berbatasan langsung dengan Daerah Khusus Jakarta yang menjadi urat nadi perekonomian bagi wilayah di sekitarnya.

Pola Perkembangan Kota Jakarta. Tampak beberapa
Pola Perkembangan Kota Jakarta. Tampak beberapa "kantong" hijau yang telag dikelilingi oleh area terbangun (Research Gate/Waleed Alzamil)

Walau demikian, dalam kasus yang lebih ekstrem wilayah yang jauh dari PDK/CBD-pun terkena impak dari fenomena ini. Sehingga, secara otomatis akan membentuk pola perkembangan kota leapfrog yang agaknya dibenci oleh mayoritas pakar planologi di dunia. Hal ini dikarenakan laju pertumbuhan kota yang sangat cepat melampaui batas administratif di sekelilingnya, sehingga membentuk kantong-kantong lahan kosong di antara kawasan yang sudah lama terbangun dengan daerah-daerah yang baru dikembangkan. Tentu saja situasi ini merupakan anggai dari pola perkembangan yang tidak teratur dan sulit untuk dikontrol.

Seiring dengan meluasnya perkotaan, jalan-jalan menjadi lebih panjang. Area terbangun dan menyebar ke segala arah. Hal ini menyebabkan pemerintah dan otoritas kota terkait menjadi lebih sulit mengatur wilayahnya karena yuridiksi mereka membengkak hingga berkali-kali lipat. Pelayanan publik mau tidak harus mencakup area yang luas, selain itu, keterjangkauan transportasi umum hanya menjadi sebuah ilusi karena orientasi pembangunan yang horizontal menyebabkan pusat populasi tersebar merata dan terdapat pemisahan zonasi antara pemukiman dan area komersial. Model utopis seperti compact city, Transit Oriented Development (TOD), 15 minute cities, mixed-use development atau madzhab pengembangan kota berkelanjutan lainnya sukar diimplementasikan apabila situasi ini terus dinormalisasi.

Wabah Perumahan Berklaster di Indonesia

Fenomena urban sprawl hampir selalu terjadi di seluruh kota, khususnya di Indonesia. Seiring dengan pembangunan infrastruktur di pinggiran kota, para pengembang berbondong-bondong menjadi makelar tanah. Mereka mengakuisisi lahan milik masyarakat setempat dengan harga murah, lalu dikembangkan menjadi Kota Mandiri dengan berbagai fasilitas di dalamnya. 

Bintaro Jaya, salah-satu kota mandiri pertama di Indonesia (bintarojaya.id)
Bintaro Jaya, salah-satu kota mandiri pertama di Indonesia (bintarojaya.id)

Dengan terbentuknya pusat daerah kegiatan baru, harga properti meroket. dengan tagline andalan; Hari Senin, Harga Naik!, pengembang menjual rukan, pertokoan atau kavling hunian dengan cepat dan secara praktis asetnya meningkat pesat sehingga bisa melakukan ekspansi terus menerus untuk membangun klaster baru. Bukan hanya lahan kosong seperti perkebunan dan pertanian yang diakusisi, kadang perkampungan milik warga setempat bisa dicaplok apabila developer memang memiliki ketersediaan modal yang besar.

Komunitas Berpagar : Ilusi Utopis di Kota yang Distopia

Dalam konteks geografi planologi, perumahan berklaster diklasifikasikan sebagai Gated Community atau Komunitas Berpagar. Dimana pada setiap klaster biasanya hanya memiliki satu akses keluar dan masuk dan sekelilingnya dibatasi oleh pagar untuk memisahkan satu klaster dengan yang lainnya—atau dengan lingkungan eskternal yang bukan milik pengembang. Biasanya hal ini dimaksudkan sebagai pelindung dari berbagai ancaman kejahatan dari luar. Selain itu, pagar memberikan kesan ekslusif bagi penghuninya karena bukan sembarang orang yang bisa masuk. Maka tak heran,kawasan berkonsep klaster ini menjadi mimpi basah bagi masyarakat di negara berkembang untuk memiliki tempat tinggal yang tenang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun