Sejarah demokrasi tercatat pada zaman Yunani dan Romawi dahulu kala. saat itu sekelompok kecil manusia disana mulai mengembangkan sistem pemerintahan yang memberikan kesempatan cukup besar bagi publik untuk ikut serta dalam perancangan keputusan. Permulaan pertumbuhan dan perkembangan demokrasi telah mencakup beberapa asas dan nilai yang diwariskan dari masa lampau, yakni gagasan mengenai demokrasi dari kebudayaan Yunani Kuno dan gagasan mengenai kebebasan dalam beragama yang dihasilkan oleh aliran Reformasi serta perang-perang bernuansa teologis yang menyusulnya.
Democratia, istilah dari Yunani Kuno yang merupakan asal-muasal kata demokrasi. Plato (427-347 SM) disebut-sebut sebagai orang pertama yang memperkenalkan istilah tersebut. Demos berarti rakyat, dan kratos berbarti pemerintahan. Plato kala itu berpendapat bahwa Demokrasi adalah adaya sistem pemerintahan yang dikelola oleh para filsuf. Hanya para filsuflah yang mampu melahirkan gagasan dan mengetahui bagaimana memilih antara yang baik dan yang buruk untuk masyarakat.
Negara kota (city state/polis/civitas) di Athena, Yunani Kuno menjadi ruang kehidupan bernegara yang menjadi tempat bersemayamnya demokrasi. Pada waktu itu, demokrasi yang dipraktekkan bersifat langsung (direct democracy); artinya hak rakyat untuk membuat keputusan-keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh warga negara yang bertindak berdasarkan prosedur mayoritas. Â Ketentuan demokrasi hanya berlaku untuk warga negara resmi yang merupakan sebagian kecil dari seluruh penduduk. Beberapa kelompok seperti budak belian, pedagang asing, perempuan dan anak-anak tidak dapat menikmati hak demokrasi. Di era negara modern saat ini, sifat demokrasi didasarkan pada perwakilan (representative democracy), tidak lagi bersifat langsung.
Ide dan gagasan demokrasi Yunani juga mempengaruhi pola pemerintahan dan kenegaraan wilayah Romawi (semenanjung Italia). Namun perlahan mulai hilang saat Eropa mulai memasuki Abad Pertengahan (600-1400 M). Masyarakat Abad Pertengahan dicirikan oleh struktur sosial feudal yang kehidupan politiknya ditandai oleh konflik perebutan kekuasaan antara para bangsawan. Hingga tahun 1215, dokumen yang bernama "Magna Charta" terbit dan menjadi salah satu ciri perkembangan demokrasi di Abad Pertengahan.
Pada awal abad ke-16 di Eropa Barat, muncul negara-negara nasional dalam bentuk modern. Hal ini mengakibatkan Eropa Barat mengalami beberpaa perubahan kultur-sosial yang mempersiapkan jalan menuju zaman yang lebih modern, dimana akal dapat merdeka dari berbagai pembatasan yang mengekangnya. Renaissance (1350-1650 M) mulai muncul di Eropa Selatan (Italia). Praktik demokrasi mula-mula yang terjadi disana kira-kira sama waktunya dengan yang terjadi di Yunani. Jika polis menjadi kata yang dipilih oleh orang Yunani, maka orang Romawi lebih menyebut sistem pemerintahan mereka sebagai republic. Res (dalam bahasa Latin) berarti kejadian atau peristiwa, dan publicus berarti publik atau masyarakat. Makna secara bahasanya, republic adalah sesuatu yang menjadi milik rakyat. Serta Reformasi (1500-1650 M) yang mulai merebak dan mendapatkan banyak pengikut di Eropa Utara seperti Jerman, Swiss, dan lainnya.
Kedua aliran pikiran tersebut mempersiapkan orang Eropa Barat dalam masa 1650-1800 menyelami masa "Aufklarung" (Abad Pemikiran) beserta Rasionalisme yaitu suatu pikiran yang ingin memerdekakan pikiran manusia dari batas-batas yang ditentukan oleh Gereja dan mendasarkan pemikiran atas akal (rasio) semata-mata. Kebebasan berpikir membuka jalan untuk meluaskan gagasan ini di bidang politik. Timbullah gagasan bahwa manusia mempunyai hak-hak politik yang tidak boleh diselewengkan oleh raja dan mengakibatkan dilontarkannya kecaman-kecaman terhadap raja. yang menurut pola yang sudah lazim pada masa itu mempunyai kekuasaan tak terbatas. Pendobrakan terhadap kedudukan raja-raja absolut ini didasarkan atas suatu teori rasionalistis yang umumnya dikenal sebagai social contract (kontrak sosial).
Pada hakekatnya, teori-teori kontrak sosial merupakan usaha untuk mendobrak dasar dari pemerintahan absolut dan menetapkan hak-hak politik rakyat. Filsuf-filsuf yang mencetuskan gagasan ini antara lain John Locke dari Inggris (1632-1704) dan Montesquieu dari Perancis (1689-1755). Menurut John Locke, hak-hak politik mencakup hak atas hidup, atas kebebasan dan hak untuk mempunyai milik (life, liberty and property). Montesquieu mencoba menyusun suatu sistem yang dapat menjamin hak-hak politik itu, yang kemudian dikenal dengan istilah trias politica." Ide-ide bahwa manusia mempunyai hak-hak politik menimbulkan revolusi Perancis pada akhir abad ke-18, serta Revolusi Amerika melawan Inggris.
Referensi :
Mahfud MD. (2000). Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Miriam Budiarjo. (1985). Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia.