Mohon tunggu...
Rayyan Yasser
Rayyan Yasser Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sejarah - Manusia Biasa-Biasa Saja

Sedikit berbagi tulisan atau cerita yang semoga saja bisa memberikan manfaat bagi orang banyak

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Perjalanan Singkat Perhimpunan Indonesia (PI)

7 November 2024   10:55 Diperbarui: 7 November 2024   11:15 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Kompas.com / Verelladevanka Adryamarthanino, Tri Indriawati

Pada tahun 1864 pemerintah kolonial Hindia-Belanda membuka ruang bagi rakyat Indonesia untuk mengenyam pendidikan. Ruang tersebut berdampak pada banyaknya lulusan yang dihasilkan.  Sementara sekolah tak lagi mencukupi kebutuhan para lulusan yang ingin melanjutkan studi ketingkat yang lebih tinggi.

Sejak awal abad ke-20 mulai banyak pemuda-pemuda Indonesia pergi ke Belanda untuk meneruskan studi di perguruan tinggi. Meningkatnya jumlah mahasiswa yang terbang ke Belanda memunculkan kebutuhan untuk masuk dalam sebuah perkumpulan. Gagasan untuk menggabungkan diri dengan Budi Utomo dan Indische Partij, ternyata kurang sesuai. Dibutuhkan organisasi yang tidak hanya menaungi golongan priyayi, golongan Indo-Belanda atau etnis tertentu. Maka pada tahun 1908 didirikan Indische Vereeniging oleh mahasiswa Indonesia di Belanda, di antaranya adalah Sutan Kasayangandan dan R.M. Noto Suroto.

Mulanya Indische Vereeniging merupakan organisasi mahasiswa bersifat sosial-budaya yang menaungi para pemuda Indonesia di negeri Belanda. Indische Vereeniging mulai meluaskan wawasannya kepada persoalan tanah air dan memasuki bidang politik sejak bergabungnya Suwardi Soerjaningrat, Tjipto Mangoenkoesoemo, dan Edward Douwes Dekker tahun 1913. Pengaruh semangat nasionalisme yang dibawa oleh para pendatang baru tahun 1913 ini segera terlihat dengan diterbikannya jurnal Indische Vereeniging, Hindia Poetra pada tahun 1916.

Generasi baru kedua datang ke Belanda sekitar tahun 1920-an, di antaranya Sutomo, Mohammad Hatta, Ali Sastroamidjojo, Budiarto, Iwa Kusumasumantri, dan Iskaq. Selain itu datang pula tokoh-tokoh Partai Komunis Indonesia seperti Tan Malaka, Semaun, dan Darsono tahun 1921. Segera setelah mahasiswa generasi kedua tiba, mereka lalu menggabungkan diri kedalam Indische Vereeniging. Bergabungnya tokoh-tokoh seperti Hatta dan Tan Malaka mengubah Indische Vereeniging menjadi lebih aktif secara politik. Perkembangan baru dalam tubuh Indische Vereeniging juga membawa perubahan nama menjadi Indonesische Vereeniging pada tahun 1922. Perubahan nama Indische Vereeniging menjadi Indonesische Vereeniging juga menandai munculnya sasaran dan cita-cita perjuangan yang bersifat nasional lebih tegas. Pada tahun 1925 di bawah kepemimpinan Soekiman Wirjosadjojo Indonesische Vereeniging berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI).

Latar belakang berdirinya organisasi Perhimpunan Indonesia dalam mencapai kemerdekaan Indonesia adalah disebabkan adanya motivasi untuk menjalin rasa persatuan, kekeluargaan hidup di rantauan atau di negeri Belanda, dan disebabkan adanya rasa kesadaran Nasional yang timbul, setelah banyak belajar tentang sejarah perjuangan dari berbagai negara di dunia. Peran organisasi Perhimpunan Indonesia dalam upaya mencapai kemerdekaan di Belanda adalah sebagai wadah atau tempat pergerakan para mahasiswa Indonesia di Belanda, sebagai bentuk penyampai tentang nama Indonesia kepada dunia umumnya dan kususnya kepada rakyat Indonesia yang ada di tanah air dan sebagai tempat lahirnya tokoh-tokoh Nasional yang memiliki pengetahuan yang luas mengenai Negara kebangsaan yang bebas dari penjajahan.

PI menjadi semakin reaksioner semenjak Mohammad Hatta menjabat sebagai ketua PI tahun 1926. Tuntutan-tuntutan mengenai kemerdekaan semakin gencar dilakukan oleh para Pemimpin PI. Kegiatan PI yang menuntut kemerdekaan mengkhawatirkan Menteri Jajahan. Bulan Februari 1927 atas perintah Menteri Jajahan, Penasihat Urusan Kemahasiswaan mengirimkan selebaran yang berisi pelarangan mengikuti kegiatan PI, jika tidak mengindahkan larangan ini maka beasiswa mereka di Belanda akan dicabut. Tanggal 10 Juni diadakan penggeledahan di sekretariat PI dan pada 27 September, Hatta bersama Ali Sastroamidjojo, Abdul Majid, dan Nazir ditangkap oleh Pengadilan Wilayah di Den Haag. Pada bulan Maret 1928 keempat tokoh PI dihadapkan ke pengadilan, dan pengadilan memutuskan bahwa mereka tidak bersalah.

Pasca pembebasannya, Hatta tetap menjadi anggota PI. Akan tetapi, dibandingkn sebelumnya, ia semakin sedikit meluangkan waktu untuk berkiprah dalam bidang politik, dan PI sendiri dalam kurun tahun 1928 sampai 1929 jauh kurang aktif dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Tahun 1931 Hatta dikeluarkan dari PI dengan tuduhan tidak mampu menyesuaikan diri dengan disiplin PI yaitu berkonsultasi lebih dahulu sebelum mengeluarkan pernyataan. Dikeluarkannya Hatta sebagai anggota PI menjadi akhir dari organisasi tersebut, karena kehilangan organisator utama dalam organisasi.

Referensi

Akira Nagazumi. Indonesia dalam Kajian Sarjana Jepang: Perubahan Sosial Ekonomi Abad XIX-XX dan Berbagai Aspek Nasionalisme Indonesia. (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 1986)

Atiqoh. "Perhimpunan Indonesia Sebagai Organisasi Pergerakan Indonesia Yang Revolusioner (1922-1930)". Skripsi (2016). Yogyakarta: FISHIPOL Universitas Negeri Yogyakarta

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun