Senyuman hangat dari sang pemilik rumah menyambut kedatangan kami ke rumah H. Gun Gun Gurnadi Jayadiharja, pendiri Bumi Pakarang Sasuhunan yang terletak di jalan Pirus Galuh I No.5, Cisaranten Kulon, Kecamatan Arcamanik. Maksud dari kedatangan kami adalah untuk melakukan mini riset mata kuliah tentang pelestarian Budaya Sunda. Salah satu upaya pelestarian budaya Sunda adalah seperti yang dilakukan oleh Bapak R.H. Gun Gun Gurnadi Jayadiharja yang mengkoleksi berbagai peralatan khas Sunda. Berawal dari sekedar hobi mengkoleksi alat-alat atau perkakas khas Sunda, bapak Gun Gun menjelma menjadi seorang kolektor yang memiliki banyak peralatan khas Sunda ini hingga beliau mendirikan Bumi Pakarang Sasuhunan dan Museum Galuh untuk menampung berbagai benda koleksinya ini. R. H. Gun Gun Gurnadi Jayadiharja sendiri merupakan pendiri dan pemrakarsa adanya Bumi Pakarang Sasuhunan tersebut. Pria kelahiran Ciamis ini sedari dulu memiliki hobi mengkoleksi perkakas Sunda. Awal mula ia mengkoleksi benda-benda ini adalah sekitar tahun 70-an pada saat remaja beliau mempunyai kesukaan tersendiri terhadap berbagai benda yang bernilai sejarah, terutama terkait dengan budaya Sunda.
"Berawal dari koleksi pribadi semasa remaja sebelum berkeluarga, semenjak SMA sudah tertarik dengan sejarah. Karena bertemu dengan beberapa pihak dari waktu ke waktu terutama di daerah-daerah yang mengetahui tentang sejarah dan budaya Sunda, singkat cerita tujuh tahun lalu mengalami stroke dan kemudian koleksinya disimpan di berbagai tempat seperti di rumah-rumah yang lain. Lalu kemudian berfikir kalau seandainya saya sudah tidak ada yah sayang, jadi berfikir setelah setahun mengalami stroke untuk membuat museum. Di rumah di Arcamanik ini dikumpulkan sampai di lemari-lemari sampai penuh bahkan sampai tidak terpajang. Akhirnya membeli tanah di Ciamis seluas 4.500 meter persegi yang kemudian dibuatkan museum. Tapi tosanaji atau perkakas masih ada di situ. Makannya disebut Bumi Pakarang Sunda ada disimpan di lantai tiga karena bukan hanya alat peraga tapi lebih ke alat yang fungsional, seperti alat-alat rumah tangga, pertanian, malah sampai ke alat yang sudah tidak familiar dan tidak ada di masyarakat, bahkan kami pun tidak mengetahui Namanya apa. Banyak alat yang sudah tidak terpakai dimasyarakat tapi artefaknya ada tersisa dan kami koleksi dikumpulkan. Jika orang lain mengoleksi karena keindahannya tapi saya tidak karena itu merupakan alat dari suatu peradaban manusia dari waktu ke waktu, berharap benda-benda tersebut bisa beguna di waktu kedepannya baik di dunia pendidikan atau untuk diteliti, atau dikaji oleh generasi selanjutnya. Sebelumnya hanya dirumah saja belum disebut museum. Yang disini disebut Museum Bumi Pakarang Sunda yang di Ciamis disebut Museum Galuh." Jelas R.H. Gun Gun.
Pada tahun 2019 tepatnya tanggal 23 November, Bumi Pakarang Sasuhunan diresmikan menjadi sebuah museum oleh Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandung, Dewi Kaniasari. Dalam peresmiannya ini, dihadiri oleh berbagai tokoh seperti Kang Pandu Radea (Budayawan), Kang Tedi Permadi (Narasumber Kujang) dan Mas Ibnu Pratomo (Narasumber Keris).
R.H. Gun Gun mengatakan bahwa proses pengumpulan benda-benda ini pun tidak sebentar, ia bersusah payah selama berpuluh-puluh tahun dalam mengumpulkan benda-benda tersebut sehingga dapat menjadikan hasil yang seperti sekarang. Tak jarang ia mengeluarkan uang untuk membeli benda-benda tersebut. Terkadang juga ia menghabiskan waktunya untuk mengelilingi Jawa Barat demi menambah koleksi benda-benda tersebut. Terdapat kurang lebih sekitar 4.000 koleksi senjata tradisional di museum ini seperti keris, kujang dan pakarang warisan budaya Indonesia khususnya Sunda. Semua koleksi yang ada disana tertata dengan rapih, apik sehingga menarik untuk dilihat. Selain menyimpan berbagai koleksi di rumahnya, Beliau juga memiliki museum di Ciamis tepatnya di Kecamatan Cisaga bernama Museum Galuh tempat ia menyimpan sebagian koleksinya yang lain. Jumlah koleksi yang berada di Ciamis jumlahnya lebih sedikit daripada yang berada di Bandung. Pengumpulan benda-benda ini secara tidak sengaja, bahkan tosanaji yang dipunyai oleh Pak Gun Gun terdiri dari 3.000 unit yang kebanyakan berada di Bumi Pakarang Sasuhunan, sedangkan untuk yang di Ciamis lebih ke umum. Bahkan memenuhi 10 unsur koleksi museum, ada keramik, wayang dan alat kesenian. Batuan jenis fosil, tulang binatang, koin-koin zaman dahulu seperti koin Cina, koin Hindia Belanda, hingga naskah-naskah.
Bumi Pakarang Sasuhunan yang juga merupakan rumah pribadi Pak Gun Gun ini memiliki tiga lantai. Di lantai satu, tempatnya di ruang tamu, ada lemari kaca yang didalamnya terdapat senjata khas Sunda seperti aneka kujang dan keris. Terdapat juga naskah-naskah kuno yang bertuliskan Arab pegon. Di halaman luar, terdapat silsilah keluarga yang ditulis oleh beliau sendiri dalam kertas yang cukup besar dan tebal. Di lantai dua, terdapat beberapa benda lain yang dipajang di tembok, meja dan juga di dalam lemari kaca. Di tembok terdapat berbagai macam lukisan seperti lukisan harimau yang dipasang di tembok tangga. Di lantai tiga, terdapat banyak aneka keris, bedog, kujang serta perkakas untuk pertanian yang dipasang dan dipajang dengan tersusun rapi. Hampir semua dinding di lantai tiga penuh dengan perkakas yang disimpan dalam rak dan tempat khusus atau sekedar di tempel di dinding. Adapun semua barang dan perkakas yang ada di museum ini adalah kepunyaan pribadi dari Pak Gun Gun.
Ada beberapa koleksi yang dipunyai oleh pak Gun Gun. Menurut beliau dalam naskah Sanghyang Siksa Kandang yang dibuat pada sekitar 15-18 M, disebutkan ada tiga kelompok senjata. Keris juga masuk dalam koleksinya yang dalam bahasa Sunda disebut Duhung sedangkan dalam bahasa Jawa yakni Duwung. Keris merupakan alat yang paling tua dalam koleksinya, bentuk dan bahannya berbeda dengan keris sekarang, campuran dari besi dan batu bahkan sulit untuk dipatahkan, bentuknya pun juga tidak seindah sekarang. Karena keris tidak dipakai sesering alat lain jadi lebih awet bentuknya. Selain keris ada juga Gagaman, gagaman atau pegangan dibagi menjadi tiga yakni Pegangan Pandita, Pegangan Ratu, dan Pegangan Patani. Adapun kujang malah menjadi pegangan petani, karena kujang awalnya adalah alat pertanian, tetapi pada suatu waktu di medan Gili di daerah Banten ada empu yang bernama Empu Anjani menciptakan kujang yang dipusakakan, yang dikeramati dengan bentuk yang bermacam-macam. Jadi dalam koleksi pribadinya ada berbagai macam kujang, bahkan yang dipusakakan kurang lebih ada 30 macam, Diantaranyaa adalah kujang Jiung, kujang indung/kujang galuh, kujang lanang, kujang pakuan, kujang sinatri.
"Jadi dari satu kujang saja memiliki banyak tipe, dari pertanian dan banyak lagi. Itu kujang asalnya alat pertanian tapi kemudian di pusakakan. Kujang ritual atau untuk upacara ada kujang pangara, kujang canga, jadi beda tipe beda fungsi, ada kujang Sajen untuk ritual keagamaan, biasanya sekali pakai harus dibuang hingga jarang ada yang mempunyainya dan pegangannya seperti kepala Budha" tambahnya.
"Di Pulau Jawa ada tiga bangsa yakni Sunda, Jawa, dan Galuh. Bangsa Galuh alat pertaniannya bernama rajang, bakri, salumat, dan gesruk, ada daftar nama-namanya. Banyak alat Sunda yang jarang diketemukan dan malah kadang tidak ada namanya, ada yang bentuknya seperti bet pingpong tapi tidak terlalu bulat, semua runcing sekelilingnya, alat seperti ini seringkali tidak dikenal oleh masyarakat. Tapi ada yang meyakini bahwa itu berfungsi untuk menggali tanah karena memakai cangkul agak kesulitan alat itulah yang dipakai. Itu cuma ada satu karena biasanya alat seperti itu biasanya dibuang" ungkapnya.
Dalam upaya pelestarian budaya Sunda ini, museum ini dibuka untuk umum sebagai destinasi wisata budaya dan wahana edukasi yang memberikan manfaat bagi para pengunjungnya baik itu wisatawan lokal maupun non-lokal. Tujuan dari pendirian Museum Bumi Pakarang Sasuhunan ini adalah untuk memamerkan keindahan dan nilai-nilai yang terkandung didalamnya dari keragaman perkakas/pakarang khas Sunda mulai dari senjata, alat-alat perang, berburu hingga alat pertanian. Pak Gun Gun berharap bahwa dengan adanya Bumi Pakarang Sasuhunan ini dapat memberi manfaat bagi masyarakat umum, khususnya warga Kota Bandung. Museum ini juga menjadi destinasi wisata bernuansa kebudayaan di daerah Bandung Timur. Keberadaan museum ini mendapatkan apresiasi dari Kepala Disbudpar Kota Bandung, yaitu Dewi Kaniasari. Karena tidak lain dan tidak bukan, inisiasi dan prakarsa dari masyarakat itu sendiri menjadi faktor utama dalam mendukung pariwisata di Kota Bandung. Berbagai keunikan dapat ditemukan disini mulai dari bentuk museum itu sendiri sampai dari proses adanya museum ini memberikan pelajaran dan pengajaran dalam upaya pelestarian budaya. Karena berawal dari sekedar hobi atau kesukaan mengumpulkan alat-alat tradisional Sunda, benda-benda yang mempunyai nilai sejarah dan tentunya memiliki sisi estetika tersendiri dari setiap jenis bendanya menjadi sebuah hal yang berguna di masa sekarang ini dan masa depan. Seiring dengan perkembangan zaman dari waktu ke waktu, benda-benda tersebut suatu saat nanti belum tentu masih ada dan dipergunakan oleh khalayak masyarakat. Sosok R.H. Gun Gun Gurnadi Jayadiharja adalah seorang yang gigih, penuh perjuangan, cinta akan budaya dan visioner. Dibalik sakit stroke yang beliau alami  saat ini, tidak ada sama sekali terdengar beliau merasa putus asa dan berhenti dalam hal koleksi barang-barang yang beliau sukai terkhusus dalam pakarang/peralatan masyarakat Sunda.