Â
 Isu resesi global telah beberapa kali dibicarakan oleh banyak pihak. Mulai dari Presiden Jokowi yang mengatakan prediksi ekonomi global di 2023 akan gelap, hingga Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan Republik Indonesia yang memperingatkan perihal ancaman resesi ekonomi Indonesia di tengah ketidakpastian ekonomi global tahun 2023.Â
Perlu dipahami terlebih dahulu mengenai apa itu resesi. Resesi dapat didefinisikan sebagai kondisi di mana suatu negara mengalami perlambatan ekonomi atau pertumbuhan ekonomi  riil yang bernilai negatif dan atau mengalami pemerosotan Produk Domestik Bruto (PDB) selama dua kuartal secara berturut-turut. Kondisi ini dapat ditandai dengan naiknya inflasi, yang disusul dengan kenaikan suku bunga guna menekan inflasi.Â
Kenaikan inflasi saat ini tidak dapat dihindarkan, sebab hampir semua komoditi yang ada mengalami kenaikan akibat beberapa hal. Diantaranya adalah perang Rusia-Ukraina, kebijakan tappering yang dilakukan oleh Federal Reverse (The Fed, Bank Sentral Amerika Serikat). Â Kebijakan tappering tersebut sangat memberikan dampak bagi negara-negara maju yang sebagian besar ekonominya ditopang oleh ekspor dan impor.Â
ika berkaca pada Indonesia, kondisi global dapat menjadi momentum yang menguntungkan jika fenomena tersebut dimanfaaatkan sebagai peluang dan didukung dengan pengambilan kebijakan yang benar. Bisa jadi, Indonesia tidak terkena dampak resesi atau kegelapan ekonomi global pada 2023.Â
Mari kita breakdown fakta yang terjadi dilapangan yang didukung dengan data yang ada.Â
Pertama, kenaikan harga komoditi batu bara. Krisis gas alam atau energi yang dialami oleh beberapa negara Eropa Barat dapat dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memasarkan produk batu bara-nya. Dikutip dari Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) mencatat bahwa ekspor batu bara Indonesia mengalami peningkatan bahkan mencapai yang tertinggi sepanjang sejarah RI, yaitu 3,5 hingga 4 juta ton per-Oktober 2022.Â
Ilmu dasar perhitungan omset adalah kuantitas dikali dengan harga. Kondisi saat ini, harga batu bara mengalami peningkatan yang signifikan dan didukung dengan kuantitas ekspor yang meningkat, maka didapat hasil yang maksimal pula.Â
Kedua, bersumber dari BPS (Badan Pusat Statistik) menampilkan data bahwa PDB Indonesia lebih dari 60% diisi oleh konsumsi rumah tangga. Hal ini dapat diartikan bahwa Indonesia tidak terlalu terpengaruh oleh siatuasi ekonomi global yang diproyeksikan oleh International Monetary Fund (IMF) dan World Bank mengalami kegelapan atau perlambatan. Dengan demikian, memungkinkan bahwa Indonesia dapat bertahan dari kondisi tersebut. Kekuatan fundamental tersebut dapat menjadi bekal yang cukup untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang positif.Â
Ketiga, Presidensi G20 dan dampaknya pada pariwisata. Ajang Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) tersebut dapat menjadi batu loncatan untuk Indoensia mempromosikan pariwisata ke dunia. Indonesia dapat mendeklarasikan diri secara implisit bahwa negara ini siap menyambut wisatawan dari berbagai negara di dunia. Dibuktikan dengan suksesnya penyelenggaraan G20 pada November 2022. Kemegawahan dan keamanan ditampilkan dengan sangat lengkap yang sangat menyatakan bahwa Indonesia sangat siap dalam menyambut wisatawan gelombang libur akhir tahun, baik dalam negeri maupun luar negeri.Â