Pada awal tahun 2023, Indonesia disoroti oleh berita tragis tentang kematian seorang pasien dari Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan, yang meninggal saat dalam perjalanan menuju rumah sakit.Â
Perjalanan tersebut memakan waktu 26-32 jam menggunakan perahu. Kasus tersebut dapat menggambarkan bagaimana ketidaksetaraan kesehatan yang disebabkan oleh perbedaan dalam akses dan kualitas perawatan kesehatan antara daerah perkotaan dan pedesaan, serta antara kelompok ekonomi yang berbeda dapat menyebabkan sebagian besar penduduk, terutama yang berada di daerah pedesaan dan kelompok ekonomi rendah, kesulitan untuk mendapatkan perawatan kesehatan yang mereka butuhkan.
Ketidaksetaraan dalam kesehatan ini disebabkan oleh keterbatasan sumber daya dan ketidakmerataan pembangunan infrastruktur. Dilansir dari Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Indonesia masih kekurangan 31.481 dokter spesialis untuk melayani 277.432.360 penduduk. Sebanyak 47 persen RSUD di tingkat kabupaten/kota di Indonesia belum terpenuhi dengan 7 (tujuh) jenis dokter spesialis.Â
Ditambah dengan pembangunan infrastruktur penting seperti jalan raya belum seluruhnya merata, terutama di bagian timur Indonesia. Dengan kondisi tersebut, pemerataan pelayanan kesehatan menjadi tantangan bagi negara kepulauan seperti Indonesia. Selain itu, kesehatan hanya mendapat 5% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan terbagi untuk tiap pemerintah daerah. Angka ini menunjukan sulitnya penyediaan layanan kesehatan yang merata untuk masyarakat.
Ketidaksetaraan dalam kesehatan akan berdampak terhadap masyarakat di Indonesia. Di daerah-daerah dengan akses yang terbatas, fasilitas kesehatan mungkin kurang dilengkapi dengan peralatan medis dan tenaga medis yang memadai. Hal ini dapat mengakibatkan diagnosis yang tidak tepat, penanganan yang kurang efektif, dan memperburuk kondisi kesehatan pasien.
Masalah ini dapat diselesaikan dengan cara  meningkatkan alokasi anggaran untuk sektor kesehatan, terutama dalam memperluas pelayanan kesehatan dasar di seluruh wilayah Indonesia. Anggaran tersebut yang akan digunakan dalam pengembangan infrastruktur kesehatan harus diarahkan secara efektif, terutama di daerah-daerah terpencil dan terpinggirkan, namun perlu juga diperhatikan efisiensi penggunaan dana agar tidak terjadi pemborosan atau korupsi.Â
Selain itu, meningkatkan jumlah dokter di Indonesia juga menghadapi tantangan seperti kualitas pendidikan kedokteran, distribusi tenaga medis yang merata, dan insentif yang cukup untuk menarik lulusan kedokteran untuk bekerja di daerah-daerah yang membutuhkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H