Pemerintah saat ini berencana menyulap lahan seluas 20 juta hektare (Ha) hutan menjadi lahan untuk pangan, energi, dan air. Hal ini langsung diungkapkan oleh Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni pada hari Senin (30/12).Â
Menurut pandangannya, rencana itu guna memanfaatkan lahan hutan cadangan sebagai sumber utama dalam upaya untuk menstabilkan ketahanan pangan, energi, dan air. Ketika kita menelik lebih jauh ketahanan pangan, energi, dan air pada hakikatnya memang menjadi salah satu misi utama yang digaungkan oleh Prabowo Subianto yang termuat dalam 8 misinya yang diberi nama Asta Cata.
Dalam kesempatan yang sama, Raja Juli menyatakan rencana tersebut menjadi dukungan langsung bagi program swasembada pangan oleh Kementerian Pertanian (Kementan) dan swasembada energi yang bernaung dibawah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Kendati tugas utama swasembada pangan dan energi tetap berada di Kementan dan ESDM, Kementrian Kehutanan akan berperan penting terutama sebagai penyedia lahan dalam mendukung program kali ini.
Lebih lanjut, Raja Juli memperkirakan ada potensi sekitar 1,1 Juta ha lahan yang bisa memproduksi hingga 3,5 juta ton beras per tahun. jumlah tersebut, setara dengan total impor beras Indonesia pada tahun 2023. selain itu, pemerintah juga berencana menanam pohon aren sebagai sumber bioetanol. Raja Juli kembali menyatakan bahwa konsep yang digagas akan mendukung ketahanan pangan nasional dan memperluas food estate hingga ke tingkat desa.
Dalam konteks ini, Wakil Menteri ESDM, yaitu Yuliot Tanjung hanya sedikit berkomentar soal wacana membabat hutan demi mengejar target swasembada pangan dan energi tersebut. Saat ini, Dirinya juga masih belum mengetahui pihaknya akan mengelola lahan di daerah mana saja. Ia kembali menegaskan ESDM belum mendapatkan konfirmasi yang resmi dari pihak Kementerian Kehutanan.
Kemudian, beralih pada reaksi masyarakat dalam menyikapi kebijakan yang akan digarap, salah satunya adalah Manajer Kampanye Hutan dan Kebun WALHI (Wahana Lingkiungan Hidup Indonesia) Ulhi Arta Siagian yang mengkritik rencana pengubahan lahan 20 juta Ha lahan menjadi lahan untuk pangan dan energi.
Menurut pandangannya, kebijakan yang dicanangkan justru bakal berimplikasi pada kerusakan ekologis. Lebih lanjut, deforestasi akan melepaskan emisi dalam skala yang sangat besar dan luas yang bermuara pada kekeringan, pemanasan global, gagal panen, dan zoonosis atau penyakit yang bisa ditularkan oleh hewan kepada manusia. implikasi lainnya yang perlu dicermati adalah warga-warga di sekitar hutan akan tergusur. Dirinya khawatir konflik agraria timbul diikuti dengan kekerasan dan kriminalisasi pembebasan lahan.
Dirinya mengatakan bahwa narasi pemerintah untuk memastikan swasembada pangan dan energi hanya sebagai dalih untuk melegitimasi penyerahan lahan secara besar dan luas kepada korporasi dan untuk memastikan bisnis pangan dan energi bisa terus membesar demi beroleh keuntungan pribadi.
Beberapa pakar angkat bicara dalam menyikapi kebijakan yang diambil oleh pemerintah, salah satunya Guru Besar dari IPB University, yaitu Herry Purnomo menerangkan alih fungsi lahan menjadi lumbung pangan dan energi tentunya memiliki implikasi perlu diperhatikan dan dicermati dengan baik, salah satunya berkurang stok karbon dioksida (CO2) yang menyebabkan meningkatnya persentase emisi karbon ke atmosfer.
Selain itu, deforestasi juga akan memberikan dampak pada diversitas hayati yang ada di kawasan tersebut. Dirinya menyebut hutan dibentuk oleh pohon yang beraneka ragam, sangat kontras dengan pertanian yang biasanya bersifat monokultur. diversitas tumbuhan nantinya juga berdampak pada fauna yang tinggal di dalam ekosistem hutan sebagai habitatnya.