Mohon tunggu...
RAYNHAFIE MAULANA YUDHISTIRA
RAYNHAFIE MAULANA YUDHISTIRA Mohon Tunggu... -

Terpilih sebagai manusia...... anak dari seorang laki-laki dan perempuan yang sempurna... saudara dari 1 orang laki-laki dan 3 orang perempuan yang sempurna..... suami dari seorang istri yang begitu sempurna.... ayah dari satu orang anak (sementara) yang sempurna... Jika diizinkan ingin menjadi anak, saudara, suami dan ayah yang sempurna...

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Sepakbola Negara Ini Lebih Banyak Bikin Malunya Daripada Bikin Bangganya!

26 November 2014   03:46 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:50 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

10 Tahun yang lalu, Alm. Ayahku pernah bilang gini :" kalau dulu bermain utk Timnas dengan sepenuh hati namun sekarang berbeda, pemain Timnas kini seperti setengah hati ketika bermain membawa nama bangsa". Ucapan itu tiba-tiba langsung terlintas di pikiranku ketika aku terpana menyaksikan Timnas Indonesia dihajar Timnas Filipina dengan skor teramat telak 0-4! Timnas yang berisikan putra-putra terbaik bangsa ini seperti baru diajari bermain bola yang baik oleh negara yang menurut sejarahnya selalu menjadi lumbung gol lawan-lawannya. Rasa-rasanya ini bukan yang pertama kalinya Tim dengan lambang burung garuda di dada ini membuat 'malu' warga negaranya. Kalau kita ingat beberapa tahun terakhir, kita pernah dibantai Bahrain 0-10, segenap komponen bangsa 'marah' dan 'teramat malu'. Kritik, hujatan, cacian dan makian menjadi headline di koran dan televisi. Kita tentu berharap PSSI kita belajar banyak dari itu, namun apa yang terjadi, bukannya menyembuhkan luka yang teramat sakit itu tapi justru menambah luka lagi dengan kegagalan demi kegagalan disetiap ajang yang diikuti, janganlah kita bicara asia apalagi dunia, kita bicara asia tenggara saja dulu. Kapan kita pernah merasa bangga dengan Timnas kita?Maaf, tapi rasanya bisa dihitung dengan jari. AFF 2010 kita sempat merasakan euforia itu namun ekspos berlebihan membuat pemain kita sudah merasa menjadi juara, padahal Final didepan mata dan yang terjadi sungguh antiklimaks, kita kembali gagal mengangkat Piala itu untuk sekali saja dan lebih menyakitkan lagi kita kalah dari tetangga kita Malaysia. Sea Games 2011 kembali asa itu memuncak ketika Patrick Wanggai,dkk bermain atraktif sampai ke babak final. Tapi sekali lagi kebanggaan itu harus tenggelam lagi-lagi oleh Malaysia dan lukapun semakin bertambah dalam. Tapi pernahkah kami anak bangsa ini kehilangan harapan?Maaf saja, kecintaan kami pada negara ini membuat harapan selalu kami asakan tidak perduli bobroknya pengelolaan kompetisi, carut mautnya kepemimpinan federasi sepakbola negara ini dan segala macam masalah yang mendera sepakbola di republik ini. Kami masih bermimpi kelak ada yang benar-benar kami banggakan dari Timnas. Seandainya kalahpun kami masih bangga bila sebelas pemain yang ada dilapangan memperlihatkan fighting spirit yang besar, tidak peduli mereka kalah postur, kalah skill atau bahkan kalah segalanya. Namun ada tanggungjawab yang teramat besar di kaki mereka. Ingat bung, dari 200an juta penduduk negeri ini, 11 pemain itulah yang terpilih dan akan jadi aneh bila dengan jumlah penduduk terbesar keempat didunia kita sulit melihat 11 orang yang benar-benar bisa bermain bola. Tapi yg terjadi justru semakin membuat malu bangsa ini. Salah kontrol, salah passing, tidak paham aturan bermain bola, dsb.Hal-hal dasar bermain bola pun masih saja salah walaupun salah itu wajar tapi kalo terus menerus apa namanya???.

Lalu di tahun 2013, kita kembali mendapat angin segar ketika anak-anak muda yang tidak pernah kita dengar namanya tiba-tiba menjadi primadona sepakbola negara ini. Dimulai dengan Juara Piala AFF U-19, kemudian lolos ke putaran final piala asia U-19 dengan salah satunya mengalahkan raksasa asia sekaligua juara bertahan Korea Selatan, ditambah lagi dengan permainan yang sangat menghibur, passing pendek cepat, terobosan dan semangat khas anak muda seperti seolah-olah tenaga mereka tidak ada habisnya. Kitapun menjadi familiar dengan nama Evan Dimas, Hansamu Yama, Ravi Murdianto, Maldini Pali, Paulo Sitanggang, Ilhamudin Armayn, Mukhlis dan lainnya. Tapi luka itu kembali terasa ketika mereka menjadi juru kunci diputaran final piala asia U-19 itu.

Pun demikian dengan U-23 kita digelaran Asian Games, di 2 pertandingan awal kita begitu superior namun ketika melawan tim yang sepadan kita kembali harus menelan pil pahit.0-6 adalah penyebabnya. Kita memang lolos ke 16 besar tapi korea utara menghentikan langkah kita 1-4.

Sedemikan rupa kita menahan malu dan terus dipermalukan oleh sepakbola negeri ini. Sampai kapan kita harus menahan kerinduan akan prestasi Timnas kita. Haruskah kita terus berkutat dengan masih mencoba mencari pola dan sistem pengelolaan kompetisi dan pembinaan pemain disaat diluar sana negara-negara lain sudah bicara Piala Dunia sedangkan kita di level asia tenggara pun semakin tertinggal.Tidak terbayangkan jika suatu saat nanti kita akan sulit menang atas laos, timor leste dan brunei darussalam. Apa kata dunia? Lalu apa dampak dan manfaat nyatanya bagi timnas kita bertanding melawan uruguay, belanda, klub-klub eropa jika hanya sekedar "ah,kita sudah pasti kalah,tapi yang penting kita dapat pelajaran yang berharga". Yang jadi pertanyaan: 'setelah melawan mereka timnas kita justru makin terpuruk', lalu dimana letak pelajaran berharganya?.Kapan manfaatnya akan terasa?.

Satu hal yang pasti kami tidak akan pernah berhenti mendukung kalian. Namun, kami pun juga ingin lebih banyak dibuat bangga dan bukannya lebih banyak dibuat malu!!!.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun