Mohon tunggu...
raynal rajvi
raynal rajvi Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Teologi dan Politisasi Buruh

1 Mei 2017   11:10 Diperbarui: 2 Mei 2017   16:41 1192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

           Buruh di Indonesia juga sering dijadikan kambing hitam atas nama iklim investasi. Buruh dituduh oleh negara dan pengusaha sebagai biang keladi buruknya investasi di Indonesia. Namun, ketika kini Indonesia dipuji sebagai daerah tujuan investasi prospektif, buruh tidak dianggap berjasa dalam menciptakan kondisi itu.

            Kalaupun iklim investasi suram, itu karena ada persoalan di kalangan pemerintah dan pengusaha. Pengusaha tidak mampu membayar upah buruh bukan karena upah buruh terlalu tinggi, tetapi karena pengusaha ingin mendulang margin keuntungan yang sebesar-besarnya dengan cara mereduksi sebesar-besarnya hak buruh.

            Studi World Bank pada beberapa tahun terakhir ini menemukan penggangu iklim investasi di Indonesia adalah banyak faktor, dan faktor perburuhan hanya menempati peringkat ketujuh. Faktor-faktor lain penghambat investasi yang justru lebih determinan daripada soal perburuhan, antara lain, buruknya infrastruktur, sulit dan rumitnya perpajakan, birokrasi perizinan yang korup, serta ketidakpastian hukum. Intinya persoalan ada pada pemerintah.

            Mengapa pemerintah justru berkutat pada persoalan hubungan industrial ini untuk memperbaiki iklim usaha dan iklim investasi Indonesia saat ini? Ketika hubungan industrial diutak-atik, kerap tujuaanya bukan untuk menyamankan buruh yang hidupnya susah, tapi fokusnya meng-entertaint investor. Inilah bentuk politisasi buruh oleh negara atas nama investasi. Mestinya, untuk menyamankan investor, pemerintah memperbaiki kinerja dan perilakunya sendiri.

            Sementara itu pula, kita melihat pada masa pemerintahan SBY dalam dua periode selalu menunjuk menteri yang membidangi ketenagakerjaan bukan dari kalangan profesional melainkan dari salah satu partai politik yang merupakan anggota koalisi. Ini menunjukkan bahwa visi pemerintah dalam menangani permasalahan perburuhan lebih mengedepankan aspek politis daripada aspek profesionalitas.

            Padahal, benang kusut masalah perburuhan itu sangat membutuhkan penanganan dari aspek regulasi dan aspek pengawasan dan bukan aspek politis. Aspek regulasi sangat mendesak untuk dibenahi karena banyak kebijakan yang saling bertentangan serta terjadi kekosongan pedoman normatif bagi pelaksanaan hubungan industrial. Di sinilah, pemerintah seharusnya menata regulasi ketenagakerjaan dengan cara meninjau ulang secara komprehensif baik mengharmonisasi, mensinkronisasi, maupun membuat regulasi baru.

            Demikian pula aspek pengawasan ketenagakerjaan oleh pemerintah sangat lemah. Banyaknya pelanggaran hak buruh akibat implementasi norma perburuhan itu sering dibiarkan oleh pengawas ketenagakerjaan sebagai lembaga yang memiliki otoritas pengawasan hubungan industrial

            Jadi, mengurai benang kusut masalah perburuhan di negara ini dengan membenahi dua hal, yakni aspek regulasi dan pengawasasan, Jika dua hal ini dilakukan, negeri ini akan menjadi surga bagi pengusaha, buruh, dan investor asing yang pada gilirannya menajdi surga bagi rakyat Indonesia semua.

Selamat Hari Buruh (1 Mei ), rayakan Hari Buruh (Mayday) dengan segenap suka cita tanpa membuat anarki yang bisa merugikan masyarakat umum.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun