[caption id="attachment_248008" align="alignleft" width="300" caption="Kapal TKI deportasi Malaysia"][/caption] Slamet adalah TKI asal Lumajang. Laki-laki yang berusia 48 tahun ini dideportasi dari Malaysia bersama dengan 800 buruh migran lainnya pada tanggal 2 September 2010. Dari Malaysia dia dibawa ke Tanjung Pinang. Dari sana kemudian dilanjutkan dengan kapal penumpang KM Ciremai untuk tujuan Tanjung Priok dan Tanjung Perak. Rencananya ia akan diturunkan di Surabaya. Namun karena kondisi tubuhnya yang sakit, akhirnya ia diturunkan di Jakarta bersama 311 buruh migran. Sesampai di Pelabuhan Tanjung Priok, ia diturunkan dengan menggunakan tandu dari kapal menuju ruang kedatangan TKI deportasi. Melihat kondisi tubuhnya yang sangat lemah dan tidak bisa berjalan, petugas KKP Tanjung Priok langsung merujuknya ke RSUD Koja, Jakarta Utara dengan didampingi Lily Pujiati dari Peduli Buruh Migran. Peduli Buruh Migran adalah sebuah LSM yang menaruh perhatian pada persoalan kesehatan TKI dan juga bagian dari Satgas Nasional Pemulangan Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah (PTKIB). Di rumah sakit, Slamet langsung mendapatkan perawatan di ruang IGD. Dari pengukuran tensi darah, didapati bahwa tekanan darahnya sangat tinggi. Tak berapa lama setelah mendapatkan penanganan medis dari para dokter dan perawat, Slamet akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya. Menurut keterangan dokter, sakit stroke yang dideritanya menjadi penyebab kematian. Persoalan baru kemudian muncul. Buruh migran ini ternyata tidak meninggalkan surat keterangan identitas apapun. Seperti diketahui bersama, TKI yang dideportasi tidak membawa data diri apapun karena semua dokumen dirampas oleh majikan selama bekerja di Malaysia. Lily kemudian berusaha melacak keberadaan keluarganya. Karena selama perjalanan dari pelabuhan hingga rumah sakit, tidak ada informasi apapun yang bisa diperoleh karena korban deportasi ini sudah tidak bisa berkata sepatah katapun. Setelah menanyakan info dari kawan-kawan seperjalanannya sewaktu di atas kapal, akhirnya diperoleh keterangan singkat, Lumajang dan Klanting dekat mesjid. Pencarian alamat ini kemudian berlanjut. Dengan bermodalkan keterangan singkat tadi, Lily lalu menghubungi A'ak Abdullah Al Kudus dari Laskar Hijau, Lumajang, agar membantu mencarikan alamat keluarganya. Laskar Hijau adalah organisasi yang bergerak dalam konservasi alam di daerah Lumajang melalui penanaman pohon di hutan-hutan gundul dan selain itu juga peduli pada persoalan buruh migran. Akhirnya kabar kepastian tentang keluarganya ditemukan juga. Kira-kira pukul tujuh malam, A'ak mengabarkan kabar baik bahwa keluarga buruh migran telah ditemukan. Dalam komunikasinya dengan pihak keluarga, A'ak menerangkan bahwa biaya perawatan dan pemulangan jenasah sudah ditanggung Kemenkes dan Kemensos. Sehingga pihak keluarga tidak perlu lagi memikirkan biaya-biaya tersebut. Pagi ini Lily akan mengurus biaya pemulangan ke Kemensos. Dan bila segala sesuatunya lancar, dengan didampingi pihak Peduli Buruh Migran, hari ini rencananya jenasah TKI akan dipulangkan ke alamat adik Slamet yang bernama, Rohmah dan Jumali yang beralamat di Jalan Wilis, Desa Klanting Kidul, RT 02/RW 02, Kecamatan Sukodono, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Dinas Sosial Propinsi Jawa Timur juga sudah berkomitmen untuk menjemput jenasah di Bandara Juanda menuju rumah keluarga almarhum. Kasus yang terjadi kali ini kembali menunjukkan bahwa pemerintah masih tidak serius mengurusi para pahlawan devisa, terutama masalah kesehatannya. Seharusnya Satgas PTKIB di Tanjung Pinang dapat memantau kondisi Slamet yang sedang sakit dan kemudian merawatnya terlebih dahulu sebelum dipulangkan ke daerah asal. Menurut Lily, kondisi buruh migran dapat menjadi lebih baik bila pemerintah Indonesia meratifikasi Konvensi Migran 1990 sebagai landasan hukum bagi peraturan nasional seperti UU 39/2004 dan RUU PRT untuk memberikan perlindungan secara konsisten bagi buruh migran. Dan yang terpenting adalah lapangan kerja yang harus disediakan negara bagi rakyatnya, ketimbang mengekspor TKI untuk diambil devisanya. (ray, peduliburuhmigran.blogspot.com) Foto: Peduli Buruh Migran
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H