Mohon tunggu...
Rayhan Nurhasyim Ali
Rayhan Nurhasyim Ali Mohon Tunggu... Lainnya - Universitas Brawijaya

adalah mahasiswa Sosiologi Universitas Brawijaya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kesenjangan dan Stigma dalam Berbusana di Berbagai Kalangan

21 Desember 2022   09:03 Diperbarui: 21 Desember 2022   09:11 679
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Stigma yang diterima oleh perempuan yang menggunakan pakaian tertutup, seperti jilbab dan cadar untuk menutupi auratnya dianggap menganut Islam yang berlawanan dengan pancasila. Kasus ini terjadi di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga yang bertempat di Yogyakarta. Gaya berbusana dalam kampus ini memang beragam dan pihak kampus seringkali tidak membuat peratuan yang jelas. Selain mendapatkan stigma, perempuan dengan pakaian tertutup juga kadang mendapatkan pelecehan seksual baik secara verbal maupun non-verbal. Pelecehan seksual yang terjadi pada perempuan ini bisa menyebabkan trauma, sehingga mereka sering merasa terkucilkan atau tereksklusi dari lingkungannya. Kasus pelecehan dan stigma yang terjadi di lingkungan kampus ini apakah perlu mengatur cara bebusana mahasiswa? Sebaiknya kampus mengatur cara berpikir laki-laki yang memiliki pikiran kotor karena cara berbusana itu merupakan hak asasi manusia.

Menurut Komnas perempuan dan anak, "Jangan salahkan busana perempuan pada kasus pelecehan seksual, hal ini juga membuat perempuan menjadi obyek seksual" ujar Siti Nur Herawati selaku Komisioner Komnas perempuan dan anak dalam seminar yang bertemakan 'Kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak serta solusinya. Ia juga mengungkapkan bahwa hal ini termasuk diskriminasi terhadap perempuan dan menyalahkan pelaku yang tidak bisa menahan hawa nafsu. Selain itu, busana yang tertutup pada perempuan juga banyak mengalami pelecehan seksual. Contohnya, di psantren terjadi pelecehan seksual dan akhirnya korban mendapatkan stigma buruk dari masyarakat. selain itu, masyarakat pun tidak mengakui jika korban sebagai korban. Hal ini menyulitkan pihak kepolisian karena masyarakat sekitar menutupi kasus tersebut.

Kasus pelecahn seksual juga terjadi karena faktor sosial dan budaya yang tercipta dimasyarakat, yaitu kesenjangan gender antara peran pria dan wanita. Budaya patriarki yang membuat kaum pria lebih unggul dan dominan serta memiliki kekuasaan yang lebih dibandingkan denga perempuan, hal inilah yang mendorong para pria untuk melakukan pelecehan seksual karena lingkungan mereka yang seringkali mendukung pelaku pelecehan ini dengan memberi reward pada pelaku. Sedangkan, perempuan yang menjadi korban dari pelecehan seksual tidak berani menolak atau hanya diam saja ketika pelecehan seksual itu terjadi lantaran takut. Banyak hal yang membuat para korban takut untuk mengungkapkan kejadian itu kepada publik karena takut mendapatkan stigma negatif dari lingkungan sekitarnya dan ia juga takut malah korban yang disalahkan oleh banyak pihak. oleh karena itu, sebagian korban pelecehan seksual memilih untuk diam dan tidak memperjuangkan keadilan dan haknya.

Stigma dan kasus pelecehan seperti ini harus segera diatasi dengan baik oleh pemerintah Indonesia dengan dukungan dari masyarakat Indonesia juga, dimulai dari diri kita sendiri. Selain itu, para korban juga harus berani melaporkan kasus pelecehan seksual yang mereka alami ataupun yang mereka lihat. Selain itu, pemerintah juga harus membuat peraturan perundang-undangan yang jelas agar korban dari kekerasan seksual berani mengungkapkan tindakan pelaku.

Terlepas dari busana wanita yang seringkali disalahkan karena dianggap mengundang laki-laki untuk melakukan pelecehan seksual. Kita beralih pada busana yang digunakan oleh anak punk yang sering kita temui di jalanan. Mereka juga sering mendapatkan stigma buruk dari masyarakat karena busana yang mereka gunakan seringkali tidak menggambarkan hal yang baik. Busana yang mereka gunakan terkesan terlihat lusuh, kotor dan berantakan. Selain busana yang mereka gunakaan, rambut yang terlihat nyentrik juga menjadi pembeda antara anak punk dengan masyarakat lainnya. selain itu, sebagian besar anak punk juga memiliki tatto yang tidak beraturan dan terlihat menyeramkan, sehingga kesenjangan dan stigma yang buruk tentang anak punk selalu muncul diberbagai kalangan masyarakat. stigma dan kesenjangan ini muncul lantaran sebagian besar masyarakat tidak mengetahui apa yang sebenarnya mereka lakukan.

Punk berawal dari gerakan anak-anak kelas pekerja di Amerika yang saat itu sedang mengalami krisis ekonomi diakibatkan oleh keserakahan tokoh politik. Hal itu membuat pengangguran di Amerika meningkat dan tingkat kriminalitas yang tinggi. Berawal dari sinilah punk hadir dengan tujuan menyindir para penguasa atau pemerintahan amerika dengan cara mereka sendiri melaui musik-musik keras serta lirik yang menyinggung pengusa  dan penampilan mereka yang terkesan berantakan.  Selama ini banyak masyarakat yang salah mengartikan punk sebagai perusuh dan kriminal yang meresahkan masyarakat. Meskipun ada beberapa oknum punk yang merusak citra punk itu sendiri.

Anak punk juga memiliki prinsip bahwa mereka dapat melakukan semuanya sendiri. Contohnya, anak punk diberbagai kota besar, seperti Bandung, Jakarta, Yogyakarta dan Malang sudah mulai merintis label rekaman sendiri dan mendistribusikan lagu-lagu mereka ke pasar permusikan sendiri. Label rekaman itu yang saat ini menaungi band-band sealiran atau band-band kecil lainnya yang ingin ikut memajukan label rekaman anak punk tersebut. bermula dari rekaman label, kemudian seiring berjalannya waktu mereka juga mengalami perkbembangan yang akhirnya bisa memiliki toko sendiri dan mulai menjual kaos band, poster band, aksesoris lainnya dengan harga  yang relatif murah. Namun, hal itu tidak terlihat oleh masyarakat luas, sehingga stigma buruk terhadap mereka tetap ada dalam dirinya. Selain itu punk juga menerapkan ideologi anati kemapanan yang menjadikan mereka tidak begitu tergiur terhadap kehidupan yang mewah dan tetap hidup di jalanan.

Banyak masyarakat yang masih terganggu akan kehadiran punk di jalanan, salah satu yang menjadi alasan masyarakat takut adalah busana yang mereka gunakan, seperti sepatu boots, potongan rambut mohawk menyerupai suku Indian dan rambut mereka juga berwarna-warni, celananya sobek-sobek dan aksesoris rantai di celananya membuat mereka ditakuti di masyarakat. hal ini erat kaitannya dengan iteraksionisme simbolik, dimana seseorang berintraksi tanpa berucap dan hanya menggunakan simbol-simbol. Masyarakat memberikan simbol pada anak punk berupa simbol ketidaksukaan dan ketidaknyamanan. Hal ini membuktikan bahwa ank-anak punk di jalanan masih terksklusi dari masyarakat luas karena busana yang mereka pakai. Namun, ada beberapa anak punk yang ingin memperbaiki stigma masyarakat terhadap kelompoknya.

Anak punk yang melawan stigma buruk masyarakat terhadap kelompoknya ingin menunjukan bahwa masyarakat selama ini salah mennilai mereka. Contohnya komunitas punk di Salatiga yang peduli terhadap masyarakat yang terdampak pandemi Covid-19 dengan membagikan makanan dan pakaian yang layak. Mereka terus melakukan kebaikan-kebaikan untuk terus berjuang mengubah stigma yang masyarakat buat. Bahkan, selama ramadan mereka rutin melukan bantuan sosial kepada orang-orang yang membutuhkan dengan memberikan makanan sebanyak 50 sampai 100 porsi setiap harinya untuk dibagikan. Komunitas punk itu mengumpulkan dan kolektif dari setiap anggotanya dan bantuan dari komunitas punk yang berasal dari luar Salatiga. Mereka juga mengumpulkan baju-baju bekas dari mahasiswa dan masyarakat yang peduli untuk dibagikan kepada warga yang terkena dampak dari pandemi ini. hal ini juga merupakan salah satu gerakan untuk melawan pemerintah yang seringkali bantuannya salah sasaran.

Kesenjangan dan stigma dalam berbusana ini masih sering terjadi diberbagai kalangan mulai dari perempuan yang menggunakan pakaian terbuka dan tertutup sampai busana anak punk yang terlihat menyeramkan. Tidak ada yang salah dengan busana yang mereka gunakan, tetapi stigma masyarakat luas yang membuat mereka dianggap berbeda dari lainnya. Akan tetapi meraka semua memilik cara untuk melawan stigma tersebut agar lepas dari pandangan negatif pada diri mereka. Busana pada diri seseorang tidak memengaruhi perilaku seseorang, busana hanyalah selera dari setiap individu untuk bergaya sesuai keinginannya.

DAFTAR PUSTAKA

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun