Indonesia, sebagai salah satu negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara, telah menarik perhatian dalam diskusi perluasan kelompok ekonomi BRICS (Brazil, Russia, India, China, South Africa). BRICS yang selama ini dikenal sebagai aliansi strategis ekonomi dari negara-negara berkembang, menawarkan peluang besar bagi anggotanya untuk memperkuat posisi global di tengah dinamika ekonomi multipolar. Namun, sebelum memutuskan untuk bergabung. Indonesia harus secara kritis menilai kesiapan dan implikasi dari langkah strategis ini.
Sebelumnya mari kita berkenalan apa itu BRICS, BRICS adalah singkatan dari Brazil, Russia, India, China, South Africa (Africa Selatan), yang merupakan kumpulan negara-negara berkembang dengan perekonomian besar di dunia. Yang bertujuan untuk memperkuat kerjasama ekonomi dan politik, serta untuk meningkatkan daya saing terhadap kancah global.Â
Peluang yang Ditawarkan BRICS
BRICS telah menjadi simbol resistensi terhadap dominasi ekonomi Barat, khususnya melalui inisiatif seperti New Development Bank (NDB), yang bertujuan memberikan alternatif pembiayaan bagi negara-negara berkembang (The Economic Times, 2023). Bergabung dengan BRICS dapat membuka akses Indonesia ke sumber pendanaan baru, memperluas pasar ekspor, dan memperkuat hubungan dagang dengan anggota yang memiliki ekonomi besar seperti China dan India.
Pada tahun 2022, total perdagangan Indonesia dengan negara-negara BRICS mencapai sekitar USD 150 miliar, dengan China menjadi mitra dagang terbesar, mencatat nilai ekspor lebih dari USD 63 miliar (BPS, 2023). India, sebagai pasar terbesar kedua di BRICS, juga menawarkan peluang besar dengan populasi lebih dari 1,4 miliar orang dan permintaan tinggi terhadap komoditas seperti batu bara dan minyak sawit, yang merupakan produk unggulan Indonesia. Selain itu, negara-negara seperti Rusia dan Brasil dapat menjadi tujuan baru untuk diversifikasi ekspor, khususnya di sektor energi dan produk pertanian.
New Development Bank (NDB) yang didirikan oleh BRICS juga menjadi daya tarik utama, karena dapat menjadi alternatif pembiayaan infrastruktur bagi Indonesia. Saat ini, Indonesia memiliki kebutuhan investasi infrastruktur sekitar USD 429 miliar hingga tahun 2024 (Bappenas, 2023). Dengan bergabungnya Indonesia, akses terhadap pinjaman dengan suku bunga kompetitif dari NDB dapat membantu percepatan pembangunan proyek infrastruktur strategis.
BRICS juga memberikan peluang besar untuk memperkuat posisi diplomasi ekonomi Indonesia di panggung global. Melalui forum ini, Indonesia dapat memengaruhi kebijakan internasional terkait isu-isu penting seperti perubahan iklim, ketahanan energi, dan stabilitas pangan. Misalnya, dengan bergabung ke BRICS, Indonesia dapat memperjuangkan pengurangan hambatan perdagangan di sektor pertanian, yang selama ini menjadi salah satu isu utama bagi ekspor produk agrikultur ke pasar global.
Tantangan yang Harus Dihadapi
Agar siap bergabung dengan BRICS, Indonesia harus mengambil langkah-langkah strategis. Penguatan infrastruktur ekonomi menjadi prioritas, termasuk meningkatkan efisiensi logistik, digitalisasi layanan publik, dan konektivitas antar wilayah. Misalnya, peningkatan infrastruktur logistik dapat mengurangi biaya pengiriman barang, yang saat ini masih menjadi salah satu yang tertinggi di Asia Tenggara, sekitar 24% dari PDB (World Economic Forum, 2023).
Meski peluangnya besar, Indonesia juga harus menghadapi sejumlah tantangan, baik di tingkat domestik maupun internasional. Ketimpangan ekonomi antar anggota menjadi salah satu faktor utama, di mana BRICS didominasi oleh China dan India, yang memiliki ekonomi jauh lebih besar dan pengaruh signifikan dalam pengambilan keputusan (BBC, 2023). Indonesia perlu memastikan bahwa kepentingannya tidak terpinggirkan dalam dinamika kekuasaan ini.
Selain itu, keanggotaan BRICS dapat memengaruhi hubungan strategis Indonesia dengan negara-negara Barat, khususnya Amerika Serikat dan Uni Eropa. Hal ini menjadi penting mengingat Indonesia masih sangat bergantung pada investasi dan teknologi dari negara-negara tersebut (World Bank, 2022). Untuk bersaing dalam pasar BRICS, Indonesia perlu meningkatkan daya saing industri nasional, memperkuat infrastruktur, dan memastikan bahwa kebijakan fiskal serta moneter mendukung integrasi yang lebih dalam ke dalam ekonomi global.