Mohon tunggu...
Raihan Fudloli
Raihan Fudloli Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Reformulasi Sistem Pemilihan Umum Serentak

12 Oktober 2024   11:21 Diperbarui: 12 Oktober 2024   11:38 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://awsimages.detik.net.id/community/media/visual/2023/12/27/pemilu-makin-dekat-intip-persiapan-kotak-suara-di-gor-tanah-abang_169.jpeg?w=1200

Pemilihan Umum sebagai pesta demokrasi menjadi momentuk periodik yang selalu ramai di tengah masyarakat, Pemilu menjadi wadah kedaulatan rakyat dalam menentukan perwakilannya selama 1 periode ke depannya. Kerangka hukum Pemilihan Umum di Indonesia didasari dengan hadirnya Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 22E yang menjelaskan mengenai aturan dasar dan tata cara pemilihan umum di Indonesia.

Selanjutnya, dibentuklah peraturan dalam tingkat Undang-Undang yang menjadi landasan dari Pemilihan Umum, yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang mengatur hukum pemilu serentak pada tahun 2019, dalam Pasal 167 Ayat (1) bahwa pemilihan umum dilaksanakan 5 tahun sekali untuk tingkat nasional memilih calon Presiden dan Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), sedangkan untuk tingkat daerah ada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota yang dilaksanakan secara serentak mendasarkan pada dikabulkannya sebagian permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden yang diajukan Effendi Gazali dan rekan, maka keluar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013 tentang Pemilihan Umum Secara Serentak.

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum pada Pasal 22E ayat (1) menjelaskan bahwa pemilihan umum yang diberlakukan bertujuan untuk menciptakan pemilu yang adil dan berintegritas serta menjadi pedoman agar pemilihan umum di Indonesia terlaksana secara efektif dan efisien. Tetapi, lain halnya yang terjadi pada pemilu tahun 2019 lalu, dapat dilihat pada saat pelaksanaan pemilihan umum secara serentak tahun 2019 diiringi berbagai insiden dalam pelaksanaannya.

Fakta-fakta empiris banyaknya korban sakit dan meninggal dunia akibat sistem penyelenggaraan pemilu yang begitu berat dan banyak tekanan, tercatat jumlah petugas badan Ad Hoc yang meninggal dunia sebanyak 886 orang dan 5.175 petugas yang sakit sebagaimana tertuang dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 55/PUU-XVII/2019 Kemudian, berdasarkan laporan dari pihak kepolisian tercatat ada 22 anggota yang tewas karena dinilai keletihan mengawal proses panjang pemilu. Hal tersebut juga terjadi kembali pada pemilu 2024, angka kematian petugas Pemilu 2024 telah mencapai setidaknya 94 orang, sementara lebih dari 13.000 lainnya tercatat sakit, berdasarkan data yang dikumpulkan Kementerian Kesehatan.

Peraturan pemilihan umum secara serentak memunculkan permasalahan dalam tingkat implementasi, karena dianggap tidak memperlihatkan keefektifan dan efesiensi dalam pelaksanaan pemilihan umum sesuai dengan tujuan dibentuknya peraturan tersebut. Tujuan penelitan ini untuk menganalisa pelaksanaan peraturan pemilihan umum secara serentak perlu dikaji kembali berdasarkan tujuan awal dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013 tentang Pemilihan Umum Secara Serentak, dan merujuk pada pelaksanaan pemilihan umum secara serentak tahun 2019 maka diperlukan analisis dan evaluasi mengenai aturan yang diterapkan dalam Pemilihan Umum yang dilaksanakan secara serentak tahun 2019 ini guna untuk menghindari permasalahan yang sama terjadi kembali pada pemilihan umum yang akan datang.

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013 di mana Mahkamah Konstitusi ingin memberi penegasan desain pemilu serentak adalah sesuatu yang memiliki pengaruh signifikan terhadap peta checks and balances terutama terkait efektivitas sistem presidensial. Namun, desain pelaksanaan pemilu lima kotak tersebut berakibat pada lemahnya posisi presiden untuk menyelaraskan agenda pemerintahan dan pembangunan. Hal ini terjadi disebabkan karena pemilihan kepala daerah dengan DPRD tidak diserentakkan, sedangkan kepala daerah adalah perpanjangan tangan pemerintahan pusat sekaligus sebagai penyelenggara otonomi daerah.

Dalam penggunaan desain pemilu serentak, praktek yang banyak digunakan adalah penggabungan antara pemilihan eksekutif dengan pemilihan legislatif. Desain ini banyak digunakan di negara-negara Amerika Latin. Bukan hanya untuk tingkat nasional, pemilu serentak di beberapa negara juga dilakukan dengan menggabungkan antara pelaksanaan pemilu nasional dengan pemilu regional atau lokal. Di Amerika Serikat misalnya, di beberapa negara bagian, pemilu bukan hanya memilih presiden, anggota kongres dan senat di tingkat pusat, melainkan dalam waktu bersamaan juga menyelenggarakan pemilihan gubernur dan legislator di tingkat negara bagian.

Dengan permasalahan yang ada, diperlukan wacana mengenai reformulasi sistem Pemilihan Umum Serentak di Indonesia, guna meningkatkan kualitas Pemilihan Umum di Indonesia, dengan harapan kebermanfaatan hukum dapat dirasa oleh masyarakat luas dalam kerangka negara Indonesia sebagai negara hukum (rechstaat), dan keadilan terhadap pemenuhan hak politik setiap warga negara dapat diupayakan secara optimal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun