Wanita itu berbalik perlahan, dan Rudi bisa melihat matanya. Matanya hitam pekat, tanpa bola mata, menatap langsung ke arahnya. Wajahnya pucat seperti mayat, dan bibirnya merekah seolah-olah tersenyum dingin.
Tanpa peringatan, wanita itu melayang cepat ke arah Rudi. Jeritannya memecah keheningan malam, suara yang begitu nyaring dan penuh penderitaan. Rudi mundur dengan panik, tubuhnya gemetar hebat, tapi kakinya seperti tertancap di lantai. Sosok itu semakin mendekat, napasnya terasa dingin di leher Rudi, dan tiba-tiba, segalanya menjadi gelap.
Rudi tersentak terbangun di luar rumah. Kakinya penuh lumpur, tubuhnya gemetar dan keringat dingin mengalir di pelipisnya. Tidak ada wanita, tidak ada rumah tua. Namun, di dadanya terasa sesuatu yang dingin, seperti tangan tak terlihat yang mencengkeram jiwanya, menariknya ke dalam kegelapan.
Dia mencoba untuk bangkit dan pergi, tetapi kakinya tak mau bergerak. Saat itulah, di kejauhan, dari dalam rumah tua yang kini tampak lebih jauh, terdengar suara desahan lagi. Desahan itu memanggil, seolah menuntut kehadirannya kembali.
Rudi menyadari bahwa malam Jumat ini tidak akan berakhir begitu saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H