Mohon tunggu...
Rayhan Abi Priyanto
Rayhan Abi Priyanto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi 23107030111 UIN Sunan Kalijaga

Saya memiliki sebuah hobi mendengarkan musik, juga mengikuti berita Tentang ototomotif Seperti motor, mobil dan lain sebagainya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengenal Keluh Kesah Musisi Jalanan di Lampu Merah: Sebuah Realita

29 Mei 2024   19:09 Diperbarui: 29 Mei 2024   19:23 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Musisi jalanan di lampu merah adalah pemandangan yang kerap kita temui di kota-kota besar. Mereka memainkan alat musik, bernyanyi, dan berharap mendapatkan recehan dari para pengendara yang melintas. Namun, di balik senyum dan lagu-lagu yang mereka suguhkan, ada banyak keluh kesah yang jarang terungkap.

Saat pandemi COVID-19 pada awal 2019 melanda, banyak sektor yang terdampak, termasuk para musisi jalanan. Mereka yang biasanya menggantungkan hidup dari penampilan di jalan harus menghadapi penurunan pendapatan yang drastis. Wawan (29), seorang musisi jalanan yang kerap tampil di perempatan Janti jalan Jogja-Solo, menceritakan betapa sulitnya bertahan selama masa pandemi. "Dulu pas masa pandemi, sehari bisa dapat Rp70.000 hingga Rp150.000 saja sudah Alhamdulilah, Namun sekarang, dengan kondisi Normal ya bisa dapat Rp300.000 bahkan hingga 450 pernah kami dapatkan mas" ungkap Wawan. " Dulu pas pandemi banyak orang takut memberikan uang karena khawatir tertular virus, jadi pemasukan kita sangat berkurang." Tambahnya

Selain itu, aturan pembatasan sosial juga membuat mereka kesulitan mencari tempat untuk tampil. "Kadang polisi atau petugas keamanan datang dan menyuruh kita pergi. Mereka bilang kita bikin kerumunan, padahal kita cuma cari makan," tambah Wawan.

Masalah lain yang sering dihadapi oleh musisi jalanan adalah kurangnya perlindungan hukum dan sosial. Banyak dari mereka yang tidak memiliki KTP atau identitas resmi, sehingga sulit untuk mengakses bantuan dari pemerintah. Ini diakui oleh Asep (28), Teman dari Wawan yang memainkan Gitar. "Kita ini seperti orang yang tidak dianggap oleh pemerintah. Ketika ada bantuan, kita sering tidak terdata karena tidak punya KTP atau surat-surat resmi. Padahal, kita juga butuh makan dan butuh bantuan," kata Asep dengan nada frustrasi.

Selain itu, seringkali musisi jalanan harus menghadapi stigma negatif dari masyarakat. Mereka dianggap pengemis atau orang yang malas bekerja. Padahal, banyak dari mereka yang memiliki bakat musik yang luar biasa dan hanya kekurangan kesempatan untuk mengembangkan diri.

Di balik semua kesulitan, para musisi jalanan tetap memiliki harapan dan impian. Mereka ingin karya mereka dihargai dan mendapatkan tempat yang layak di dunia musik. Bagas (25), vokalis teamnya wawan, mengungkapkan mimpinya untuk bisa rekaman dan menghasilkan album.

"Saya ingin sekali bisa rekaman dan punya album sendiri. Mungkin bisa tampil di acara-acara besar atau diundang ke stasiun televisi. Tapi untuk sekarang, yang penting bisa makan dan hidup dulu," kata Bagas dengan semangat.

Untuk mewujudkan impian tersebut, beberapa musisi jalanan mulai mencoba mencari peluang melalui media sosial. Mereka mengunggah video penampilan mereka di YouTube atau Instagram, berharap ada yang melihat bakat mereka dan memberikan kesempatan. "Sekarang zamannya teknologi, kita harus bisa manfaatkan. Siapa tahu ada produser atau orang baik yang mau bantu kita," tambah Bagas.

Masyarakat memiliki peran penting dalam membantu para musisi jalanan. Memberikan apresiasi terhadap penampilan mereka, baik berupa uang receh atau sekadar tepuk tangan, sudah sangat berarti bagi mereka. Selain itu, lebih baik menghargai mereka sebagai seniman daripada memandang rendah atau meremehkan. Pemerintah juga diharapkan dapat memberikan perhatian lebih kepada para musisi jalanan. Program bantuan sosial yang lebih inklusif, pelatihan keterampilan, serta kesempatan untuk tampil di acara-acara resmi dapat menjadi langkah konkret untuk membantu mereka keluar dari kesulitan. "Kita tidak minta banyak, hanya ingin dihargai sebagai seniman dan mendapat kesempatan yang sama seperti yang lain," ujar Wawan mengakhiri wawancara.

Keluh kesah musisi jalanan di lampu merah merupakan gambaran nyata perjuangan hidup yang penuh tantangan. Meski dihadapkan pada berbagai kesulitan, mereka tetap berusaha menghibur masyarakat dengan bakat musik yang mereka miliki. Dengan dukungan dari masyarakat dan pemerintah, diharapkan mereka dapat memperoleh kehidupan yang lebih baik dan mewujudkan impian mereka. Musisi jalanan bukan sekadar pengamen. Mereka adalah seniman yang layak mendapat penghargaan dan kesempatan untuk berkembang. Mari kita buka hati dan pikiran untuk lebih menghargai mereka, karena di balik setiap nada yang mereka mainkan, tersimpan cerita dan harapan yang tak ternilai harganya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun