Mohon tunggu...
Rayhan Abi Priyanto
Rayhan Abi Priyanto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi 23107030111 UIN Sunan Kalijaga

Saya memiliki sebuah hobi mendengarkan musik, juga mengikuti berita Tentang ototomotif Seperti motor, mobil dan lain sebagainya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengenang Tragedi Jogja 18 Tahun Silam

27 Mei 2024   20:39 Diperbarui: 27 Mei 2024   20:52 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

 Pagi itu, 27 Mei 2006, Yogyakarta dan sekitarnya diguncang gempa bumi dahsyat berkekuatan 5,9 skala Richter. Hari ini tepat 18 tahun, Kejadian yang berlangsung hanya dalam hitungan detik tersebut merubah segalanya. Getarannya menghancurkan rumah, sekolah, dan bangunan lainnya, meninggalkan trauma mendalam bagi ribuan warga yang merasakan langsung dampaknya. Kini, 18 tahun berlalu, ingatan akan tragedi itu masih lekat di benak banyak orang, mengajarkan kita tentang kekuatan alam dan pentingnya kesiapsiagaan.

Gempa yang terjadi pada pukul 05:55 WIB ini meluluh lantahkan wilayah Bantul dan sebagian besar Yogyakarta. " wah kalau mengingat gempa itu sangat sedih le, semua terjadi begitu cepat dan tidak disangka, dan pada saat itu saya sedang tidur langsung tertimpa lemari"  Ujar Simbah Wagiyem. Berdasarkan data resmi, gempa tersebut menewaskan sekitar 5.700 orang, melukai lebih dari 36.000, dan menyebabkan lebih dari 600.000 orang kehilangan tempat tinggal. Bantul, adalah wilayah yang paling parah terdampak. Di sana, hampir setiap rumah hancur atau mengalami kerusakan berat. Korban jiwa dan kerugian materiil yang besar menciptakan situasi darurat yang memerlukan respon cepat dan koordinasi yang baik dari berbagai pihak.

Dalam hitungan jam setelah gempa, bantuan mulai berdatangan dari berbagai penjuru. Pemerintah Indonesia bersama TNI, Polri, dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bergerak cepat untuk menyelamatkan dan mengevakuasi korban. Tim SAR bekerja tanpa lelah menggali reruntuhan untuk menemukan korban yang masih hidup. Bantuan internasional juga mengalir deras, dengan berbagai negara dan organisasi internasional mengirimkan bantuan logistik, medis, dan personel untuk membantu penanganan darurat.

Tenda-tenda darurat didirikan di berbagai tempat untuk menampung warga yang kehilangan rumah. Di tengah kesulitan tersebut, solidaritas dan gotong royong masyarakat Yogyakarta terlihat jelas. Warga yang selamat bahu-membahu membantu satu sama lain, menunjukkan kekuatan sosial yang luar biasa di saat krisis.

Proses rehabilitasi dan rekonstruksi pasca gempa berjalan panjang dan menantang. Pemerintah bersama berbagai lembaga swasta dan internasional bekerja keras untuk membangun kembali infrastruktur yang hancur. Prioritas utama diberikan pada pembangunan rumah-rumah warga, fasilitas kesehatan, dan sekolah-sekolah yang rusak. Program bantuan perumahan digulirkan, di mana rumah-rumah yang dibangun kembali harus memenuhi standar tahan gempa untuk meminimalkan risiko kerusakan di masa depan.

Selain infrastruktur fisik, upaya rehabilitasi juga mencakup pemulihan psikologis bagi korban yang mengalami trauma. Banyak lembaga non-pemerintah menyediakan layanan konseling dan dukungan psikososial untuk membantu masyarakat pulih dari dampak psikologis gempa.

Gempa Yogyakarta 2006 memberikan banyak pembelajaran berharga tentang pentingnya kesiapsiagaan dan mitigasi bencana. Salah satu pelajaran penting adalah perlunya pendidikan dan pelatihan yang memadai tentang cara merespon bencana. Setelah gempa, berbagai program pelatihan kebencanaan untuk masyarakat, sekolah, dan lembaga pemerintah semakin digencarkan. Pendidikan kebencanaan ini mencakup bagaimana melakukan evakuasi dengan benar, pentingnya memiliki tas siaga bencana, dan bagaimana membangun rumah yang tahan gempa.

Pemerintah juga meningkatkan sistem peringatan dini dan infrastruktur kebencanaan. Alat-alat seismograf dipasang lebih banyak di berbagai wilayah rawan gempa untuk mendeteksi getaran seismik lebih cepat. Selain itu, prosedur koordinasi antar lembaga dalam penanganan bencana terus disempurnakan untuk memastikan respon yang lebih cepat dan efektif di masa depan.

Media massa memainkan peran penting selama dan setelah gempa. Berbagai media lokal dan nasional berperan dalam menyebarkan informasi secara cepat dan akurat, membantu koordinasi bantuan, dan menyampaikan kondisi terkini di lapangan. Liputan media yang luas juga membantu menarik perhatian nasional dan internasional terhadap tragedi yang terjadi, sehingga bantuan dan solidaritas mengalir lebih deras.

Mengenang gempa Yogyakarta 2006 adalah mengingat betapa rapuhnya kita di hadapan kekuatan alam, namun juga mengingatkan kita pada semangat solidaritas dan kebersamaan yang muncul di saat-saat paling sulit. Tragedi ini menunjukkan pentingnya kesiapsiagaan bencana dan upaya preventif untuk mengurangi dampak bencana di masa mendatang.

Di tengah refleksi ini, harapan selalu ada. Harapan bahwa dengan belajar dari masa lalu, kita bisa lebih siap dan tangguh menghadapi bencana di masa depan. Harapan bahwa masyarakat Yogyakarta, yang pernah bangkit dari keterpurukan, akan terus memperkuat komunitas mereka dengan semangat gotong royong dan kesiapsiagaan. Dan harapan bahwa tragedi semacam ini tidak akan terulang, namun jika terjadi, kita akan lebih siap untuk menghadapinya bersama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun