Mohon tunggu...
Rayhan Aulia Prakoso
Rayhan Aulia Prakoso Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Masih anak SMAN 10 Malang.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Welcome Back to Ramadhan

26 Juni 2013   21:46 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:22 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tinggal 2 minggu lagi, bulan Ramadhan akan menyapa kita, umat Islam di seluruh sudut bumi. Baik setiap orang, masjid ataupun musholla, channel televisi, dan masih banyak lagi, berbagai persiapan sudah dilakukan. Kali ini, penulis, yang sudah lama sekali tidak menulis di Kompasiana, akan membeberkan apa saja yang biasa penulis soroti dan lakukan saat bulan suci ini, mungkin pembaca juga demikian. Hal pertama yang penulis soroti adalah bagaimana pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama RI, menentukan awal bulan Ramadhan. Beberapa kali sidang isbat membahas hal tersebut, beberapa perwakilan ormas yang hadir, seringkali berdebat luar biasa soal tanggal mulai puasa. Sampai-sampai, Ketua Umum Muhammadiyah, Din Syamsuddin, mengatakan kalau pihaknya mulai tahun ini tidak akan menghadiri sidang isbat lagi. Alasannya, sidang isbat selama ini dianggapnya tidak demokratis. Maksudnya, pemerintah selalu memaksa-maksakan soal tanggal 1 Ramadhan maupun 1 Syawal. Sementara, mulai dari Muhammadiyah, NU, FPI, Jamaah Naqsabandiyah Sumatera Barat, sampai Islam Aboge di Situbondo, metode untuk menentukan awal Ramadhan dan awal Syawal berbeda-beda. Muhammadiyah dengan cara yang sama dengan FPI yaitu hisab yang kebanyakan dipakai negara Timur Tengah dan Eropa, NU dengan cara rukyat yang dipakai Malaysia dan Brunei Darussalam, dan Jamaah Naqsabandiyah yang berpegang pada kitab pendahulunya. Penulis kira, semua ini terjadi karena semua ormas maupun Kementerian Agama sama-sama otoriternya sehingga jangan heran dengan perdebatan keras yang terjadi saat sidang isbat. Hal yang kedua adalah saat kita mengawali puasa, yaitu SAHUR. Saat yang begini adalah saat yang paling asyik buat penulis, karena penulis biasanya memasak sendiri makanan untuk santap sahur. Belum lagi, semua channel TV menayangkan acara-acara khusus saat Ramadhan di jam sahur. Satu hal lagi yang menarik, setiap daerah pasti punya cara untuk membangunkan masyarakat untuk bersahur. Ya, mulai dari perkusi sampai hanya mengumumkan dari speaker masjid. Oh ya, satu lagi. Banyak orang berpikiran kalau sudah Imsak berarti sudah tidak boleh makan. Itu salah. Imsak masih boleh makan, baru tidak boleh makan kalau sudah terdengar Adzan Subuh. Hal ketiga adalah saat siang hari. Penulis pernah memperbincangkan ini dengan teman penulis. Waktu itu, penulis bilang, kalau siang hari saat puasa panasnya minta ampun, saat itulah 'seni'nya puasa muncul. Sudah panas, ada warung buka, dan terlihat seorang yang tidak ikut berpuasa dengan lahapnya makan. Memang lucu, tapi ada benarnya juga, karena semua itu adalah cobaan di bulan Ramadhan. Hal keempat adalah saat sore hari, intervalnya antara setelah Ashar sampai menjelang Maghrib. Saat seperti ini, di pinggir jalan mulai bertaburan pedagang-pedagang takjil (makanan untuk berbuka puasa). Penulis biasa memanfaatkan jam segitu untuk berburu jajanan, mengikuti kebiasaan penulis yang suka berwisata kuliner, hehe. Untuk menghindari antrean yang sulit ditebak durasinya, penulis biasanya sudah siap 'hang out' saat setelah Ashar, yaitu antara pukul 15.00 sampai 15.30 sore. Penulis biasanya pulang sebelum pukul 16.30 karena mengikuti jadwal imaskiyah region Malang Raya waktu Maghrib rata-rata pukul setengah enam sore.

13722574331280591126
13722574331280591126
Hal kelima adalah saat shalat Tarawih, yang berlangsung setelah shalat Isya'. Sebelumnya, pembaca perhatikan baik-baik gambar di atas. Itu terjadi saat shalat Tarawih ke berapa? Kalau jawabannya adalah saat hari pertama, salah besar. Ini terjadi di beberapa hari menjelang Ramadhan berakhir. Penulis perhatikan, selama bulan Ramadhan, terjadi dinamika yang mungkin saja terlihat biasa namun sangat rugi bila hal ini menimpa pembaca. Pada hari pertama, mungkin karena semangat sekali, masjid sampai penuh dijejali jamaah. Lama-lama, sampai pada minggu terakhir Ramadhan, shafnya mulai 'maju' alias banyak yang kosong di belakang. Ini terjadi karena orang sudah mulai disibukkan dengan persiapan Lebaran. Padahal, yang demikian itu sangatlah merugi karena melalaikan ibadah demi persiapan Idul Fitri. Penulis berharap pembaca tidak sampai demikian. Demikianlah essay tentang bulan suci Ramadhan. Terakhir, walaupun masih sisa 2 minggu lagi, penulis mengucapkan Selamat Menjalankan Ibadah Puasa Ramadhan 1434 Hijriyah. Semoga kita semua dapat menjalankannya mulai awal sampai akhir tanpa terlewat sedikitpun. Amin ya robbal alamin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun