Mohon tunggu...
Ravyansah
Ravyansah Mohon Tunggu... Lainnya - Pegiat Isu Politik dan Pemerintahan, serta Kebijakan Pendidikan

Pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Trial and Error Melalui Sisi Education Policy

5 Januari 2022   11:38 Diperbarui: 12 Januari 2022   16:34 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nadiem Makarim mengikuti rapat kerja dengan Komisi X DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (12/12/2019). sumber dok: kompas.com

Indonesia diperkirakan akan mengalami bonus demografi tahun 2045. Melalui era Indonesia Emas tersebut memasuki 100 tahun. Persiapan yang jauh dan perlu pertimbangan rencana pembangunan yang optimal dalam sisi Sustainable Development Goals (Tujuan Pembangunan Berkelanjutan).

Salah satunya pada bidang pendidikan melalui nomor 4 Quality Education. Saat ini Indonesia belum memiliki Blue Print atau Cetak biru Pendidikan. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2020 sudah meluncurkan Draf Peta Jalan Pendidikan 2035 yang masih dikatakan belum final dan diperbincangkan oleh Stakeholders atau pemangku kepentingan pendidikan. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Komisi X DPR RI harus gencar untuk merumuskan final mengenai Peta Jalan Pendidikan Indonesia dan perlu dikelarkan sebuah naskah akademik bukan hanya PPT atau PDF saja.

Berbicara dunia pendidikan sangatlah holistik dan dinamis apalagi di Indonesia yang banyak pelbagai aneka ragam.  Pendidikan merupakan senjata utama untuk membentuk SDM yang kualitas untuk melakukan terobosan dan inovasi pada Indonesia Emas 2045.

Kebijakan Pendidikan di Indonesia memang adanya sisi dukungan dan tuntutan bahkan kontroversi di masa kepemimpinan Nadiem Anwar Makarim. Adanya dukungan dengan dihapusnya Ujian Nasional diganti kebijakan Asesmen Nasional, Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran dipersingkat hanya 1 lembar, dan Dana BOS yang langsung di transfer ke sekolah. Sisi tuntutan dengan adanya PPPK (pengganti PNS) masih belum beberapa diterima oleh masyarakat Indonesia terutama Guru honorer yang mengabdi sudah lama. Peraturan Pemerintah Nomor 57 tahun 2021, Pembubaran BSNP dan wacana adanya Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di bidang pendidikan.

Fenomena tersebut memang dikatan sebagai inkonsistensi kebijakan publik di bidang pendidikan. Melalui produk hukum Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Ssitem Pendidikan Nasional juga perlu kesinambungan dan harmonisasi muatannya untuk merumuskan kebijakan pendidikan yang baru. Kebijakan pendidikan yang baru diluncurkan, jangan lupa harus ada kajian akademik nya agar dapat dikatakan mempunyai nilai sangat penting dan strategis dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.

Sisi otonomi daerah perlu juga harus selaras memalui kebijakan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah sudah mengatur pendidikan sebagai urusan konkuren yang berkaitan dengan urusan pemerintahan wajib layanan dasar. Dikhawatirkan adanya peristiwa lempar melempar untuk politik dan kebijakan pendidikan dari pemerintah pusat dan daerah. Ini menyebabkan salah satunya guru menjadi “objek yang tertindas”.

Langkah Antisipasi dan Rekomendasi Kebijakan

Melihat berbagai problematika dan tantangan kebijakan pendidikan di Indonesia, perlu adanya sisi alternatif  langkah antisipasi dengan melakukan rumusan kebijakan dengan tidak terburu-buru, sesuai situasi keadaan, dan  komprehensif. Rekomendasi Kebijakan juga perlu di ajak dan diskusi dengan pakar kebijakan pendidikan sesuai dengan bidang, guru, dosen, peneliti, mahasiswa LPTK dan BEM Universitas, organisasi masyarakat yang peduli dengan pendidikan, serta Lembaga Non Profit bidang pendidikan.

Berbagai sisi langkah antisipasi dan rekomendasi kebijakan tersebut dengan harapan dapat mampu memperbaiki kebijakan pendidikan di Indonesia yang sistematis, akademis, inklusif, dan partisipatif untuk menghindari trial and error melalui sisi education policy (kebijakan pendidikan).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun