Sepulang kuliah, biasanya jam empat sore sebelum melanjutkan aktifitas, saya duduk santai di kantin kampus sambil menyeruput kopi. Sambil memainkan gadget tiba-tiba datang orang berkulit hitam, berambut keriting duduk satu meja dengan saya."Roko mas", dengan ramah saya ditawarkan rokok dari genggamannya,"Monggo-monggo", jawab saya sambil menolak halus. Baju persipura yang dia pakai membuat saya yakin kalau orang ini berasal dari papua. Penasaran akhirnya saya membuka obrolan dengan dia."baru selesai kuliah mas", tanya saya."iya baru saja selesai", jawab orang itu.setelah membuka obrolan akhirnya terbukti kalau orang itu benar berasal dari papua. Dastin dia punya nama
Kopi dicangkir gak kerasa sudah hampir habis. Sudah panjang lebar saya introgasi dia tentang daerahnya 'papua'. Maklum pulau sejuta potensi itu selalu menimbulkan rasa penasaran dan daya tarik bagi mereka yang belum pernah kesana.
Dastin bercerita banyak tentang daerahnya, dari mulai bagaimana dia harus membelah hutan, melewati rawa, kehujanan, dan bertemu buaya saat ingin menuju sekolahnya. Selain itu dia juga cerita kalau kehidupan disana tidak semudah di jawa"kalau dijawa enak alat transportasi mudah kalau disana mau kemana mana harus naik pesawat atau jalan kaki, lalapan juga disini murah, tidak seperti disana serba mahal", kata dastin. Dastin juga bercerita banyak tentang perang suku yang biasa terjadi dipapua. Dastin mengakui memang sering terjadi perang suku, tapi tidak sebesar yang di beritakan di media."orang papua ramah-ramah kok mas kayak saya, jadi jangan takut kalau mau main kesana", ucap dia sambil tersenyum.
Suatu ketika ada dua orang(warga pendatang) berbicang-bincang di teras rumahnya, rumah itu memiliki halaman yang cukup luas, dihalaman yang cukup luas itu terdapat pohon mangga, waktu itu pohon mangganya sedang berbuah dan sudah matang. Di saat bersamaan dastin dan temannya lewat di depan rumah itu, karena lihat mangga sudah cukup matang, dipetiklah mangga itu tanpa seijin sang pemilik, akhirnya sang pemilik marah, dia berucap seperti ini"kenapa kau ambil mangga itu?". Dibalaslah ucapan pemilik rumah itu oleh dastin dan kawannya "kenapa tidak boleh diambil?". geram sang pemilik rumah menjawab " ini pohon saya yang tanam dan ada di sekitar rumah saya". dengan polos mereka berdua menjawab kembali "ini pohon memang bapak yang tanam, tapi bapak menanam di tanah kami". Karena jawaban polos kedua orang itu,si bapak akhirnya terdiam, pengen marah tidak bisa, ketawapun tidak bisa.begitulah cerita dastin kesaya.
"Kalau mengingat tentang kisah mangga tadi,saya merasa tidak punya aturan, untung saya sekarang sudah faham jadi tidak seperti itu lagi",ucap dastin sambil tertawa. Setelah saya puas tertawa mendengar cerita dastin, saya berfikir sejenak. Menurut orang yang mengerti aturan mungkin hal yang telah dilakukan dastin itu tidak terpuji, karena dia mengambil mangga yang ditanam oleh pendatang tanpa seijinnya. Tapi yang saya soroti disini bukan tindakan dia mengambil mangga. Tapi kata-kata "ini pohon memang bapak yang tanam, tapi bapak tanam di tanah kami". Kata kata itu mengingatkan saya dengan modal modal asing yang tertanam di indonesia. Investor diibaratkan sama seperti dua orang yang sedang berbincang, modal investor dan keuntungan sama dengan pohon mangga yang sedang berbuah. Kita sebagai pemilik tanah seharusnya lebih berkuasa atas hasil yang dihasilkan oleh investor asing. Seharusnya kita bisa memetik keuntungan dari perusahaan perusahan asing. Dengan pemikiram seperti itu,suatu hari nanti generasi yang ada setelah dastin tidak akan kesulitan sekolah,bepergian atau memenuhi kebutuhan hidupnya. Selain itu rakyat indonesia juga akan dapat menikmati langsung hasil yang dihasilkan dari tanahnya.seperti dastin menikmati mangga dari tanahnya.
AMBIL ALIH FREEPORT DAN PERUSAHAAN LAINNYA.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H