Mohon tunggu...
Raukhil Aziz Sumawijaya
Raukhil Aziz Sumawijaya Mohon Tunggu... Freelancer - Catatan Pejuang

Makhluk bumi yang mengejar ridho samawi

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Konflik Horizontal Berawal dari Sini

6 Oktober 2020   08:26 Diperbarui: 6 Oktober 2020   08:31 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia adalah suatu negara yang terkenal memiliki masyarakat yang "Gemah Ripah Loh Ji Nawi" memiliki selogan yang jelas yang terlihat dibawah cengkraman garuda yang bertuliskan "Bhineka Tunggal Ika". Labeling seperti itu bukan hanya sebatas narasi kosong tanpa isi melainkan sebuah substansi yang di dalamnya terdapat esensi yang penuh nilai yang tertanam dalam diri setiap masyarakat yang ada di negeri ini.

Tahun ini adalah tahun yang banyak ujian bagi negeri, dimulai dengan adanya pandemi di seluruh pelosok negeri hingga ada beberapa daerah di provinsi dan kabupaten/kota menyelenggarakan sebuah proses demokrasi demi terciptanya regenerasi untuk pengejawantahan sebuah legal policy beberapa tahun kedepannya nanti.

Negara demokrasi setidaknya harus memiliki empat ciri yang telah dikemukakan oleh Montessque, diantaranya adalah:

a. Supremasi Hukum bagi setiap warga negara

b. Berkembangnya partai politik dan juga Non Goverment Organization (NGO)

c. Media yang netral dan imparsial

d. Civil Society

Secara Das Solen (Normatif) memang konsep yang dikemukakan oleh Montessque sangat bijak sekali tetapi tidak sepenuhnya berjalan dengan baik pada Das Sein-nya (Fakta). Momentum pilkada seperti yang sedang berjalan di beberapa daerah di Indonesia justru menimbulkan embrio-embrio sebuah konflik horizontal antar relawan pendukung paslon, dikarenakan beberapa oknum yang selalu merasa pintar akan kapasitas dirinya dengan dalih sebagai "Law Enforcement" tetapi luput akan perasaan pintar merasa terkait dampak kedepannya. Situasi seperti ini sering terjadi di tengah-tengah masyarakat Indonesia dan yang lebih terasa adalah disaat Pilkada DKI Jakarta dan Pilpres beberapa tahun lalu sehingga menimbulkan sebuah konflik horizontal, egosentris dan juga etnosentris antar golongan, RAS dan masyarakat.

Mari kita bersama-bersama mengikuti sebuah proses pesta demokrasi ini secara riang gembira tanpa adanya gesekan antar satu golongan dengan yang lainnya dengan tidak melakukan laporan-laporan kecil yang tidak substansial demi menjaga agar tidak terjadinya konflik horizontal dan keutuhan masyarakat dengan fokus berkampanye yang mengedepankan sebuah prestasi, gagasan serta visi misi setiap paslon masing-masing.

Indonesia akan terus dipastikan stagnan apabila motor yang bergerak adalah faksi bukan diksi dan yang dibangun dalam pergerakan sebuah tim dan pasangan calonnya adalah sentimen bukan argumen.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun