Hari ini masyarakat menduni fokus pada satu peristiwa global yang coba untuk menggegerkan setiap belahan dunia yang ada yakni pandemik Covid-19. Semua saling bahu membahui, bantu membantu demi menyalamatkan nyawa manusia yang sangat begitu berharga dan tak ternilai dengan angka. berbicara perihal manusia, manusia sering sekali disebutkan di beberapa kitab suci semua agama adalah ciptaan yang paling sempurna diatas segala ciptaan Tuhan yang lainnya tetapi manusia seolah tidak berguna apabila tidak mendapatkan pendidikan yang sebagaimana mestinya.
Pendidikan adalah nilai yang fundamental yang dapat mengisi kekosongan yang ada pada diri manusia untuk menjalankan segala aktifitasnya, tidak terkecuali dengan Indonesia. Indonesia adalah salah satu neagara yang begitu peduli dengan pendidikan, salah satu produknya adalah negara wajib menganggarkan 20% pendapatannya, selain daripada itu adalah amanat konstitusi negara. Ironisnya jumlah anggaran yang dikeluarkan ternyata tidak bisa menjamin kualitas yang diciptakan, dan sekarang pemuda Indonesia berada di posisi ke 64 dari 68 negara yang ada di asia, sangat berbeda jauh peringkatnya dengan Vietnam yang berada di posisi ke 4 padahal anggaran yang dikeluarkannya adalah hampir sama.
Hal ini disebabkan oleh salah satunya dengan pemuda yang keliru menggunakan media sosial. Percakapan di media sosial hari ini adalah sebagai tempat beternak kebencian bukan beternak pemikiran, sehingga akibat daripada itu adalah timbulnya nilai-nilai fanatisme dan lain sebagainya, hal itu menimbulkan sebuah deteksi dimana kita mengalami keletihan untuk hidup berdemokrasi sehingga orang lebih senang membawa sensasi dan kontroversi daripada substansi itu sendiri. Selain daripada kekeliruan dalam menggunakan media sosial juga dapat mengakibatkan pemuda yang memiliki keberanian dan tenaga yang ekstra menjadi malas mengambil resiko karena diakbitkan reasoning-reasoning yang pergi kepada nilai-nilai cultural.
Mayarakat sekarang lebih senang mengkonsumsi suasana daripada memproduksi pemikiran, jadi seharusnya kita sudah mulai mengaktifkan nilai-nilai literasi untuk menjawab tantangan global. Literasi bisa disebut literasi apabila didalamnya terdapat pertukaran ide, semakin kita bertrnsaksi dama ide berarti kita sudah berliterasi dan bukan memberi solusi karena solusi adalah bukan substansi daripada literasi. Orang yang menunggu solusi artinya dia tidak gemar berliterasi, artinya adalah dia menunda sebuah pembicaraan ide dan gagasan dengan cara mengalihkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H