Arsenal membuka musim baru dengan raihan trofi Community Shield. Berhadapan dengan rival sekota, Chelsea, "The Gunners" sukses mempecundangi lawannya dengan skor 4-1, setelah kedua tim bermain imbang 1-1 pada waktu normal pada pertandingan yang dimainkan di Stadion Wembley pada Minggu.
Terlepas dari gol yang dibukukan pemain debutan Arsenal, Sead Kolasenic, kartu merah bagi penyerang Chelsea Pedro, dan aksi Thibaut Courtois menjadi eksekutor penalti (meski gagal), satu hal yang layak dicatat dari pertandingan ini adalah penggunaan sistem "ABBA" pada adu penalti.
Apa itu sistem "ABBA"? Sistem ini serupa dengan peraturan tenis saat tiebreak. Sederhananya, sistem ini berupaya menghapus ketidak adilan psikologis yang terdapat pada tim penendang kedua, di mana mereka selalu harus menjadi pihak yang mengejar.
Pada sistem penalti yang kita kenal selama ini, susunan penendang penalti adalah: penendang tim A, penendang tim B, penendang tim A, penendang tim B, dan seterusnya. Sedangkan pada sistem ABBA, urutannya menjadi: penendang tim A, penendang tim B, penendang tim B, penendang tim A, dan seterusnya.
Sistem ini telah diizinkan oleh badan pembuat peraturan sepak bola IFAB sejak Maret silam. Di mana mereka mendasarkan pada riset yang menunjukkan 60 persen tim yang menendang pertama pada akhirnya menjadi pemenang, membuat tim itu memiliki keunggulan yang kurang adil.
Jika demikian, maka sistem ABBA ini telah mencapai tujuannya pada pertandingan Community Shield 2017. Arsenal yang bertindak sebagai tim penendang kedua, sukses menjadi pemenang adu penalti. Bahkan dengan keunggulan yang cukup besar.
Ini adalah susunan eksekutor penalti pada Community Shield: Tim Cahill (Chelsea) - sukses, Theo Walcott (Arsenal) - sukses, Nacho Monreal (Arsenal) - sukses, Courtois (Chelsea) - gagal, Alvaro Morata (Chelsea) - gagal, Alex Oxlade- Chamberlain (Arsenal) - sukses, Olivier Giroud (Arsenal) - sukses.
Setelah penerapan Video Assistant Referee (VAR), kini sistem ABBA diperkenalkan di sepak bola Eropa. Melihat hasil positif yang sesuai harapan (yakni menghapus kekurang adilan psikologis), besar kemungkinan sistem ini akan dipakai lebih luas di kompetisi-kompetisi Eropa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H