[caption id="attachment_327530" align="aligncenter" width="600" caption="Headline kotaksuara.kompasiana.com | Ilustrasi/ Admin (Kompas.com)"][/caption]
Judul di atas ini untuk mengingatkan bahwa 9 April 2014 adalah untuk memilih Calon Anggota Legislatif. Bukan untuk memilih Calon Presiden. Semuanya hampir terjerumus ke dalam kancah perseteruan yang belum berujung. Padahal Pilpres adalah soal lain. Soal dimana, jika kita memiliki caleg yang qualified dan memang cocok untuk dipilih, maka pilihlah Caleg tersebut.
Saya, sudah menentukan Caleg DPR Pusat pilihan saya, Si A dari Partai A. Sedangkan di DPRD I saya pilih B dari Partai B, sedangkan di DPRD II saya pilih si C dari partai C. Berbeda partai karena beda orang yang dipilih untuk saya percaya sebagai wakil saya yang akan memperjuangkan hak saya sebagai rakyat. Mereka lah yang nanti memiliki kewajiban konstitusional untuk menjalankan fungsi legislasi, budgeting, dan control terhadap eksekutif. Mereka itu adalah wakil rakyat.
Jika ternyata saya, tidak mendapatkan caleg yang tepat, maka saya akan memilih Partai dengan Visi dan Misi yang mewakili Jiwa dan keinginan saya sebagai Stockholder bangsa ini. Partai D saya pilih, karena memang partai ini komitment untuk melakukan perjuangan terhadap apa yang dicita-citakan oleh kebanyakan Warga Negara Indonesia. Kenapa Partai ini saya pilih, karena bukan hanya komitment yang komat kamit, tapi betul-betul telah memperjuangkannya.
Pilih Partai D ini karena rekam jejaknya memperjuangkan aspriasi memang baik, Korupsinya Nihil atau paling tidak yang paling kecil, karena hampir semua partai terindikasi korupsi, paling tidak saya pilih Partai D karena lebih baik dari yang lainnya.
Pilpres, itu urusan nanti. Urusan ketika Pileg sudah selesai, siapapun bisa melakukan perjuangannya untuk mewakilkan siapa? Jangan sampai kita menjadi salah kaprah, karena suka dengan Capres E, dan kemudian memilih Partai E, padahal kita tidak kenal dengan calon wakil tersebut, ternyata dia adalah orang yang jadi dan yang selama ini memang terindikasi korupsi misalnya, atau ternyata tidur saja ketika sidang soal rakyat. Nah ketika terpilih kembali, dia memang merasa bahwa DPR adalah Profesi dia, untuk mencari Nafkah. Untuk menghidupi anak dan istri, bukan untuk berjuang untuk rakyat.
Rakyat hanya disuguhin kue kebohongan. Pengalaman sebelumnya ketika, kita mendukung Partai F karena Capresnya F, akhirnya banyak yang terpilih jadi Anggota DPR adalah dari Partai F, mereka bukan orang yang cakap di DPR. Yang pada akhirnya, DPR versi ini menjadi DPR yang paling Produktif ketidakhadiran absensinya. Paling Tidak produktif produksi UU nya. Ini karena kita yang salah pilih, mungkin salah kaprah.
Seandainya saja, MK, besok mengabulkan permohonan Yursil Ihza Mahendra. Bahwa setiap Partai bisa mencalonkan diri sebagai Capres atau Cawapres, tanpa harus berkompetisi dalam Presidential Threshold. Dan bahwa Capres dan Cawapres harus didaftarkan sebelum 9 April, misalnya. Maka Bangsa ini akan menjadi Bangsa yang dewasa secara sesungguhnya. Kita akan benar-benar memilih Anggota Legislatif yang memang Cakap, dan mendapatkan pilihan Presiden yang Benar-benar pilihan Rakyat. Serta Legal dan Konstitusional.
So, Tidak mesti pilih Partai G karena kita suka dengan Capres G. Kita bisa saja pilih Partai H, padahal Capres yang kita Pilih dari Partai I. Right?
Namun jika, tetap dengan Presidential Threshold. Maka, menjadi sebuah perjuangan hebat, bagi Partai dan Pendukung untuk memperjuangkan suara awal pemilu Presiden. Ini menjadi menarik untuk disimak, seolah-seolah, Pemilu Legislatif adalah Pemilu Awal Untuk Pilpres. Tentang siapa yang duduk di DPR, urusan belakangan. Menjadi Naif kayaknya.
Sekali lagi saya tegaskan, bahwa 9 April 2014 adalah Pemilu Legislatif. Jadi pilih yuk Caleg yang memang Anda Yakini menjadi wakil Anda di DPR nanti, Jika tidak ada, maka pilihlah Partai yang Anda Yakini membawa aspirasi Anda.