Kebijakan Kementrian Pendidikan akan memberlakukan 5 hari sekolah saya pikir tidak masalah. Anak, hanya mengatur jam main yang biasanya siang sampai sore sekarang menjadi hari non sekolah. Bisa jadi main disekolah, lah wong kadang enam hari aja gurunya pada gak masuk. jadi anak-anak main di sekolah.
Satu dan dua hal yang patut saya sampaikan kepada Pak Menteri, (mudah-mudahan baca) :
- Sudahkan Bapak mengecek, saat ini masih ada dan banyak anak yang sekolahnya pagi dan sore. Kelas 1 sekolah pagi, kelas 3 sekolah sore. Ini kenapa pak? Karena Sekolah kekurangan Ruang Belajar. otomatis anak sekolah dari jam 7-10, atau cuman 3 jam. dan dari jam 10.30 sd jam 14.00 3 jam juga dipotong istirahat. Bagaimana mau belajar 8 jam, karena ruangannya saja tidak memadai.
- Gurunya sudah siapa belum. Secara banyak guru yang selingkuh, pagi ngajar di negeri, sorenya di swasta. atau senin di negeri selasa di swasta.Kalau gurunya selingkuh, bagaimana dengan muridnya yang mulai belajar selingkuh, ketika tidak ada pelajaran mereka main facebook, instagram, bahkan tidak sedikit masih usia SD sudah pacaran. Ini semua karena minimnya pengawasan dari guru.
Sudah dua saja dulu pak menteri. Jika sudah ada jawabannya, ehhh...ada satu lagi. Konon, di sebuah media online, ada sekolah yang di segel oleh masyarakat karena pihak pemerintah tidak mau membayar ganti rugi tanah yang merupakan hak dari ahli warisnya. Loh ini pye...?
Pertanyaan di atas bukan argumen atas layak atau tidaknya pendidikan 5 hari, namun sebagai cerminan bahwa yang dulu saja masih perlu perbaikan. Masih butuh perubahan dan kesempurnaan. Maka perubahan yang akan dilakukan seyogyanya juga memikirkan untuk tetap menyelesaikan masalah sebelumnya.
Jangankan tahun depan, tahun ini atau tahun kemarin, anak saya sudah sekolah 5 hari dalam seminggu. Tidak masalah. Bahkan di sekolah, dimana saya menjadi salah seorang pengelolanya, juga menjalankan pendidikan 5 hari dalam seminggu. Dan itu, ada masalah awalnya saja. Yaitu sosialisasi dengan siswa dan orangtua siswa. Biasanya siswa dan orangtua, terkait dengan tambahan jajan anak. Namun dengan adanya informasi yang jelas, malah anak menjadi lebih irit jajan, karena mereka membawa makan berat dari rumah, sehingga secara financial mereka tetap lebih awet.Â
Lalu bagaimana hasilnya?
Anak sekolah lebih rajin berangkat, pulang sekolah cape, beres makan shalat langsung tidur, jarang bermain. Sabtu minggu, keseringan istrihata di rumah karena 5 hari seperti orang kerja kantoran, cape... Holiday deh....
Bagaimana aktualisasi diri anak dengan teman sebaya di rumahnya, saya menilai menjadi berkurang. tapi di sekolahnya, mungkin akan lebih banyak. Jika dihitung, secara waktu.... waktu orangtua untuk bertemu anak semakin berkurang, selain karena jam pulang yang relatif lebih lama, yang kedua si anak, pas pulang kebanyakan istirahat dan tidur.
Tapi itu semua hanya berjalan sementara, ke sininya sih.... cukup lumayan. Lakukan saja apa yang diinginkan, jalankan apa yang dicita-citakan, semoga menghasilkan generasi muda Indonesia yang sukses, kuat, amanah, cerdas, dan satu lagi... #Tetap Ingat dengan AGAMA. Jadikan AGAMA sebagai dasar untuk meningkatkan rasa cinta kepada Sang Khalik, kepada Tanah Air, Bangsa, Keluarga dan diri sendiri.
#Tapijanganjadikananaksebagaikelincipercobaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H