Mengenai agama sebagai gejala sosial, pada dasarnya bertumpu pada sosiologi agama. Pada zaman dahulu, sosiologi agama mempelajari hubungan timbal balik antar agama dan masyarakat. Artinya, masyarakat mempengaruhi agama dan agama mempengaruhi masyarakat.Â
Para ahli sosiologi agama, mulai mempelajari bukan hanya pada soal hubungan timbal balik saja, melainkan lebih kepada pengaruh agama terhadap perilaku dan tingkah laku masyarakat, artinya bagaimana agama sebagai sistem nilai dapat mempengaruhi tingkah laku masyarakat terhadap pemikiran pemikiran keagamaan.
Lahirnya teologi khawarij, syiah, ahlus sunah wal jamaah sebagai produk atau hasil pertikaian politik, dan bukan produk teologi. Tauhidnya sama, satu dan asli, tetapi anggapan bahwa ali sebagai imam adalah produk perbedaan pandangan politik. Maka dapat dikatakan, bahwa pergeseran perkembangan pemikiran masyarakat dapat mempengaruhi pemikiran teologi atau keagamaan.
Saat ini, mungkin kita dapat meneliti bagaimana perkembangan pemikiran keagamaan masyarakat Indonesia terhadap krisis sosial yang meluas yang dapat disaksikan dalam berbagai bentuk, misalnya: budaya korupsi dan nepotisme sebagai budaya, lenyapnya kesabaran sosial(social temper) dalam menghadapi realitas kehidupan yang semakin sulit sehingga mudah mengamuk dan melakukan berbagai tindakan kekerasan dan anarkis; merosotnya penghargaan dan kepatuhan terhadap hukum, etika, moral, dan kesantunan sosial; semakin meluasnya penyebaran narkotika dan penyakit-penyakit sosial lainnya.Â
Berlanjutnya konflik dan kekerasan yang bersumber atau sedikitnya bernuansa politis, etnis, dan agama seperti terjadi di berbagai wilayah aceh, kalimantan barat dan tengah, maluku sulawesi tengah, dan lainlain.Â
Contoh lain, dan ini sekaligus menjadi tantangan bagi para pemeluk agama adalah munculnya program tayangan stasiun televisi yang mengusung unsur-unsur mistik yang dikemas sebagai suatu tontonan yang menarik, penggunaan ayat-ayat Qur`an untuk mengusir setan yang ditayangkan melalui program siaran televisi, pameran busana mewah dengan memperlihatkan bagian tubuh(aurat) yang harusnya ditutup rapat dan tidak ditontonkan, munculnya kiayi yang menganggap sah menggauli para santrinya, para intelektual islam para era reformasi, globalisasi, dan internet mulai berbicara "tauhid sosial" dan "kesholehan sosial", bagaimana bentuk dan karakteristik tauhid sosial dan keshalehan sosial, muncul "tokoh muslim america" yang memimpin sholat jum`at, itu semua dapat menjadi fenomena atau gejala sosial keagamaan dan menjadi sasaran penelitian agama.Â
Masalah lainnya adalah interaksi pemeluk agama yang satu dengan pemeluk agama yang lain, kerukunan antarumat beragama, "interaksi antar umat Islam, ada yang menerapkan norma Islam, ada yang tidak. Jadi perhatikan apakah mereka menerapkan norma Islam.Â
Kajian Islam juga berbeda dalam pengamatan Islam. pemeluk agama dalam interaksinya dengan pemeluk agama lain, bagaimana ciri-ciri interaksinya, termasuk bagaimana memahami dan mengungkapkan nilai Islam dalam interaksi antar pemeluk agama, yang menjadi bahan kajian keagamaan.Â
Perubahan dramatis yang membentuk hubungan antara "Barat" dan dunia Islam, sebagai akibat dari insiden teroris internasional, Perang Irak-Amerika, dan kritik Barat terhadap Muslim radikal sebagai pemimpin terorisme, tidaklah mengejutkan. .Â
Dari perspektif agama sebagai fenomena sosial, unsur-unsur yang perlu diketahui dalam Islam adalah isu teologis, kosmologis, antropologis, dan tentunya terkait dengan isu-isu sosial manusia. Islam adalah agama yang membentuk masyarakat dan peradaban. Oleh karena itu, menurut Ali Mukti, pendekatan yang digunakan untuk memahami Islam adalah metode filosofis untuk mengkaji hubungan antara manusia dengan Tuhan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H