Pajak,menurut Melinda Christanti Kwan(2024),adalah salah satu sumber uang yang digunakan oleh pemerintah di seluruh dunia sebagai bentuk pertahanan operasi dan pengelolaan ekonomi negara mereka. pajak sendiri bersifat wajib bagi seluruh warga atas pendapatan mereka.
Berdasarkan amanat pada Undang-Undang NO 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan , tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan dinaikan menjadi 11% mulai 1 April 2022. UU ini juga menyatakan bahwa selanjutnya tarif PPN akan dinaikan menjadi 12% mulai 1 April 2025. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Sri Mulyani,Menteri Keuangan Indonesia saat ini, pada rapat kerja bersama dengan Komisi XI DPR RI. Berdasarkan Data PricewaterhouseCoopers (PwC), Indonesia,yang memiliki tarif PPN sebesar 11%, menjadi salah satu negara di ASEAN yang memiliki tarif PPN tertinggi setelah Filipina yang memiliki tarif PPN sebesar 12%. Apabila rencana kenaikan tarif PPN ini benar terjadi pada tahun 2025, maka Indonesia akan menjadi negara dengan tarif PPN tertinggi bersama Filipina.
Pengumuman kenaikan tarif PPN ini tentunya mengejutkan dan menimbulkan banyak protes dari warga Indonesia. Hal ini dikarenakan dampak yang bisa saja timbul karena kenaikan ini. Salah satunya adalah naiknya harga barang/jasa. Hal ini dapat mengakibatkan masyarakat mengurangi jumlah konsumsi terhadap barang yang dapat menyebabkan terjadinya perlambatan kegiatan usaha pada seluruh perusahaan seperti pusat perbelanjaan, supermarket, restoran bahkan pedagang UMKM. Selain itu, kenaikan ini bisa menyebabkan terjadinya inflasi. Meningkatnya inflasi bisa menyebabkan harga komoditas menjadi semakin tinggi sehingga membuat masyarakat membatasi daya beli mereka. Namu, dibalik semua dampak negative yang dapat ditimbulkan dari kenaikan tarif PPN ini, sebenarnya kenaikan ini juga menimbulkan dampak positif bagi pemerintah khususnya. Dengan adanya kenaikan ini, tarif PPN bisa membantu dalam meningkatkan pembiayaan APBN yang dapat digunakan untuk menjaga stabilitas ekonomi di Indonesia dalam jangka waktu yang panjang. Namun, ditengah protes yang diajukan oleh masyarakat pada pemerintah, Sri Mulyani menyatakan bahwa akan ada banyak keringanan atau pempebasan pajak yang diberikan oleh pemerintah guna menjaga daya beli masyarakat tidak tertekan.
Daftar Referensi
Haryani, U. ., & Susianti, S. (2024). Pengaruh kenaikan tarif pajak pertambahan nilai pasca undang undang harmonisasi perpajakan terhadap kepatuhan pajak UMKM di Indonesia. E-Jurnal Perspektif Ekonomi Dan Pembangunan Daerah, 13(1), 31-40. https://doi.org/10.22437/pdpd.v13i2.37110
Putri, I. (2024). KENAIKAN PPN 12% DAN DAMPAKNYA TERHADAP EKNOMI. Jurnal Ilmiah Manajemen, Ekonomi, & Akuntansi (MEA), 8(2), 934-944. https://doi.org/10.31955/mea.v8i2.4077
Indraini, A. (2024). Siap-siap, Tarif PPN Naik Jadi 12 Persen Mulai 1 Januari 2025. DetikBali. https://www.detik.com/bali/berita/d-7639183/siap-siap-tarif-ppn-naik-jadi-12-persen-mulai-1-januari-2025
Indraini, A. (2024). Sri Mulyani Sebut PPN 12% Sesuai Undang-undang, Bukan Membabi Buta. DetikFinance. https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-7639101/sri-mulyani-sebut-ppn-12-sesuai-undang-undang-bukan-membabi-buta
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H