Mohon tunggu...
Raudhatul Jannah
Raudhatul Jannah Mohon Tunggu... Jurnalis - Mahasiswi

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Guru Gembul: Saatnya Bebaskan Pendidikan dari Penjajahan Intelektual

29 November 2024   13:17 Diperbarui: 29 November 2024   13:27 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok: SEMA UIN Ar-Raniry

Banda Aceh - Sistem pengukuran kecerdasan anak di Indonesia masih mengandung kesalahan mendasar. Selama ini, siswa dinilai cerdas jika mampu menjawab pertanyaan guru dengan cara menyalin jawaban dari buku. Pola ini membuat guru lebih menghargai kemampuan menghafal daripada kemampuan berpikir kritis. Situasi ini mencerminkan penjajahan intelektual yang masih mengakar di Indonesia.

"Kita bahkan dalam matematika harus mengulang pikiran orang lain. Artinya apa? Kita dipaksa untuk terjajah secara intelektual," ujar Guru Gembul dalam Diskusi Arah Baru Indonesia di Aula Museum Teater Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh, Kamis (28/11/2024).

Sebagai Influencer Pendidikan Indonesia, Guru Gembul menyoroti bagaimana budaya pendidikan di Indonesia cenderung mengekang individu yang memiliki rasa ingin tahu tinggi. Orang-orang yang banyak bertanya sering kali dicap mengganggu atau menyebalkan. Padahal, menurutnya, kebebasan berbicara dan bertanya adalah salah satu ciri negara maju.

"Kalau berbicara itu dibatasi, tapi mendengar malah sembarangan. Kita sering diajarkan hanya mendengar tanpa kritis. Di negara maju, berbicara bebas, apapun topiknya. Tapi mendengar, itu yang harus disaring," jelasnya.

Guru Gembul juga mengangkat isu tentang bagaimana masyarakat kerap menilai seseorang berdasarkan isu pribadi, bukan karyanya. Tokoh-tokoh inspiratif sering kali diabaikan atau bahkan dilarang menjadi figur publik hanya karena masalah pribadi mereka terekspos.

"Kenapa ini terjadi? Karena pola pikir kita masih tergantung pada otoritas tertentu. Kita sering mengikuti sesuatu karena rasa takut. Akibatnya, kita kehilangan kemampuan berpikir independen," pungkasnya.

Menurutnya, langkah awal menuju perubahan adalah menciptakan ruang yang lebih luas untuk kebebasan berpikir dan berbicara, serta memperbaiki pola pendidikan yang lebih menghargai pertanyaan daripada jawaban hafalan. Dengan begitu, Indonesia dapat melahirkan generasi yang bebas dari penjajahan intelektual.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun