Pemilu 14 Februari 2024 telah usai dilaksanakan. Berbilang ribuan caleg, 3 pasangan capres bertarung di dalam bilik suara melalui coblosan surat suara, mengakhiri carut marut perang urat syaraf para pendukung yang berlangsung di layar kaca, di kedai kopi, tongkrongan, media sosial, podcast, dan ruang publik lainnya.
Perebuatan kekuasaan ini ada yang terbalut dengan kain kesucian dan ada pula yang terbalut kain kenajisan. Kain kesucian menjadi lambang niat tulus yang melandasi niatan untuk maju sebagai pemimpin, sedangkan kain kenajisan menjadi topeng penutup wajah menjadi pemimpin tetapi sesungguhnya tidak benar-benar mendukung masyarakat, hanya mengambil keuntungan untuk dirinya dan kelompok tertentu saja, sedangkan masyarakat banyak menempati nomor sekian nan tidak menjadi prioritas.
Saya benar-benar melihat orang-orang seperti itu, ketika berkampanye dengan mulut manisnya mengeluarkan kata-kata yang melenakan, tetapi ketika telah duduk, orang-orang yang tadinya memilihnya tidak lagi diperhatikannya. Ya, tidak mungkin diperhatikan orang per orang secara keseluruhan, tetapi paling tidak terciptalah kebijakan yang benar-benar manfaatnya dirasakan oleh orang banyak, tentunya bukan kebijakan rutin karena hal itu merupakan tugas yang tidak dapat terhindarkan untuk diwujudkan. Kebijakan yang mampu membuat perbedaan antara sebelum dan sesudahnya menjadi pemimpin khususnya di daerah basis pendukungnya.
Banyak caleg yang kecewa karena dukungan yang diharapkannya tidak mewujud menjadi suara di TPS, juga tidak sedikit yang sakit hati karena janji akan dibantu oleh partai dalam pemilihan tetapi bantuan yang dijanjikan tidak kunjung nampak, alhasil caleg itu merasa sakitnya janji manis yang tidak berwujud.
Pesta demokrasi 5 tahunan ini menjadi ajang seleksi sosial dalam melegitimasi orang-orang yang jumlahnya kurang dari 10% calon anggota legislatif untuk menempati kursi yang telah tersedia di gedung legislatif, diperebutkan oleh ratusan caleg di setiap daerah, olehnya sangat wajar apabila ada yang tidak terpilih karena suaranya tidak memenuhi dan tentunya dengan segenap rasa kecewa.
Perhelatan ini hanya berlangsung beberapa jam di tanggal 14 Februari 2024, walaupun sakit  bagi caleg gagal, kondisi tidak terpilih pada tanggal tersebut bukanlah akhir dari segalanya karena kehidupan ini telah dijalani selama puluhan tahun, masih banyak hal yang butuh perhatian serta kesempatan lain yang dapat digarap, politik di legislatif hanya satu jalan di antara banyaknya jalan mensejahterakan hidup baik diri sendiri maupun orang yang menjadi konstituen nantinya.
Kembali ke kehidupan normal menjalani pekerjaan seperti biasanya, mengurusi keluarga, mengelola aset-aset yang dimiliki, meningkatkan kemampuan diri sendiri, merawat hubungan yang telah terbangun dengan sesama, memperbaiki pertemanan yang rusak, memberikan solusi atas berbagai permasalahan sosial yang ada di lingkungan sekitar, serta menyebar benih-benih gagasan positif nan konstruktif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H