Terdapat salah kaprah terhadap IPB selama ini, di mana IPB dituntut untuk mampu menghasilkan petani-petani muda untuk meneruskan pekerjaan petani-petani yang sudah memunculkan lampu kuning di kebun, sawah, maupun ladang yang diolahnya. Tuntutan ini tidak sepenuhnya benar dan juga tidak salah. Hal ini terjadi karena IPB dipandang sebagai kawah candradimuka dalam mendidik mahasiswa untuk memiliki pengetahuan terhadap ilmu pertanian yang dipandang dari berbagai sudut ilmu pengetahuan, mulai dari teknik, pertanian, MIPA, ekonomi, komunikasi, gizi, sosiologi, ilmu tanah, statistik, biologi, kimia, kedokteran hewan, dan ilmu-ilmu lainnya.
Dengan pengetahuan demikian, mahasiswa IPB dipaksakan oleh mindset masyarakat umum agar lulusannya dapat kembali menjadi petani. Anggapan ini membuat kepala penulis menjadi pusing dalam memikirkan selama bertahun-tahun, mengapa menjadi seperti ini?. Kuliah di IPB tetapi ujung-ujungnya tidak menjadi petani?
Ternyata salah satu penjelasannya adalah bahwa IPB hanya mendidik mahasiswa untuk memiliki pengetahuan yang mendukung Petani, dunia pertanian. IPB tidak melakukan pencetakan Petani, IPB hanya melakukan transfer pengetahuan, menggali pengalaman petani, serta melakukan kompilasi atasnya, menyimpannya, dan membagikannya kepada berbagai pihak yang membutuhkan termasuk itu kepada petani sendiri dalam menuntaskan masalah pertanian yang dihadapinya.
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah, jadi kapan IPB dapat mencetak Petani ?.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H