Mohon tunggu...
La Ode Muh Rauda AU Manarfa
La Ode Muh Rauda AU Manarfa Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Sosiologi Universitas Dayanu Ikhsanuddin

Seorang musafir yang sedang melakukan perjalanan jauh, mencari sesuatu untuk dibawa pulang kembali. Selama perjalanan mengumpulkan pecahan-pecahan pengalaman yang mungkin akan berguna suatu saat nanti.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

GERDEMA: Teori Pembangunan Kontemporer Yansen dari Malinau

1 Desember 2014   06:59 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:23 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Judul

Revolusi Dari Desa: Saatnya dalam Pembangunan Percaya Sepenuhnya kepada Rakyat

Pengarang

Dr. Yansen TP., M.Si

Editor

Dodi Mawardi

Penerbit

PT Elex Media Komputindo, Kompas Gramedia

Tempat Terbit

Jakarta

Tahun Terbit

2014

Cetakan

Pertama, Oktober 2014

Ukuran

150 x 230 cm

Jumlah Halaman

xxvii, 180 hlm

ISBN

978-602-02-5099-1

Harga

Rp. 54.800,-

Resensi Oleh:

La Ode Muhammad Rauda Agus Udaya Manarfa, S.Sos, M.Si

rauda.ode@gmail.com & laoderauda@yahoo.com

Mahasiswa Doktoral Program Studi Sosiologi Pedesaan

Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

Pembangunan yang kita kenal selama ini adalah pembangunan yang selalu berpolar kepada pemerintah yang tidak memberikan arena yang cukup bagi masyarakat. Arah semacam ini menjadi tradisi yang dijalankan oleh hampir seluruh pemerintah dari masa ke masa, sehingga secara jelas termaktub dalam naskah akademik undang-undang desa, bahwa masyarakat desa cenderung tidak aktif dan cuek berpartisipasi dalam kegiatan perencanaan anggaran belanja daerah dikarenakan tidak didengarkannya keluhan kebutuhan masyarakat. Sebenarnya dalam aturan tekni penyelenggaraan perumusan pembangunan mulai dari tingkat bawah di Indonesia, telah secara jelas disebutkan bahwa harus melibatkan seluruh komponen masyarakat yang berkepentingan, tetapi fakta yang ada di lapangan tidak demikian. Masyarakat lapis bawah cenderung dijadikan panacea, yang melegalkan atribut perencanaan anggaran pembangunan daerah telah memenuhi unsur partisipasi secara bersama-sama. Hasilnya seperti biasa dapat ditebak, rencana dari balik meja menara gadinglah yang kemudian direalisasikan, pada akhirnya tidak menyelesaikan persoalan, lebih mengarah kepada penghambur-hamburan uang daerah. Tadinya saya berpikir bahwa pola pembangunan Indonesia akan sama di seluruh kawasannya, hingga akhirnya saya membaca buku “Revolusi Dari Desa: Saatnya dalam Pembangunan Percaya Sepenuhnya kepada Rakyat”, kesimpulanpun muncul, bahwa masih ada yang peduli terhadap orang-orang desa, bagi saya ini adalah proklamasi kemerdekaan kedua setelah Ir. Soekarno dan Moh. Hatta memproklamirkan kemerdekaan Indonesia dari penjajahan.

Membaca buku ini membuat saya jadi tahu kalau Yansen seorang Bupati dari Kabupaten Malinau adalah seorang pemberontak, yang tidak tega melihat kondisi masyarakatnya terjebak dalam kubangan penderitaan bertahun-tahun di luar jangkauan kebesaran negara ini. Pengalamannya yang tidak singkat sebagai pamong praja membuatnya semakin paham disparitas antara teori yang selama ini mencekokinya dengan realitas yang diperhadapkan kepadanya. Apakah harus terus menjalankan isi teori ataukah menongkahnya dari lapangan untuk menghasilkan langkah lain yang lebih bijak?. Yansen sekejab berada dalam persimpangan jalan, hingga diputuskannya untuk membuat gebrakan memberikan angin segar kepada masyarakat yang berbasis di desa-desa untuk menjadi bagian dari, oleh, dan bagi mereka sendiri, hingga digulirkannya Gerakan Desa Membangun atau disingkat GERDEMA.

Dalam buku ini khususnya melalui perspektif ilmu pembangunan, GERDEMA merupakan antitesis dari sekian banyak teori-teori pembangunan. GERDEMA bukanlah sesuatu yang baru secara teoritis, tetapi ia merupakan penegasan sikap seorang pemimpin yang ingin benar-benar melaksanakan pembangunan secara adil dan merata, agar dapat dirasakan oleh masyarakatnya khususnya di wilayah pedesaan. Setelah ia mendekonstruksi pemahaman lama akan pembangunan yang dinilainya tidak akomodatif dengan kondisi yang ada, membuat definisi pembangunan yang dianggapnya tepat untuk dioperasionalkan, menampilkan model pembangunan versi Yansen, serta bukti empiris kesesuaian antara hayal dan kenyataan, Yansen secara apik berhasil membentuk dan mengarahkan alur pikir pembaca untuk menyetujui GERDEMA sebagai sesuatu yang solutif.

Buku ini rasanya lebih tepat dibaca oleh kalangan birokrat yang diharapkan dapat menjadi mata air inspirasi sehingga menjebol kebekuan inovasi di pemerintahan yang menghambat pembangunan. Tetapi juga tetap renyah dijadikan buah konsumsi bagi kalangan akademisi, peneliti, penulis, dan pembaca khalayak umum lainnya, karena berisi informasi tindakan dan gagasan yang tidak biasa muncul dari kepala seorang Bupati. Revolusi, adalah kata yang tidak biasa digunakan ditataran pemerintahan utamanya pada masa sekarang ini, tetapi kata ini dijadikan sebagai judul yang mengigit telinga siapapun yang mendengarnya diucapkan. Judul buku ini terkesan provokatif tetapi gambaran isinya tidak mengecewakan karena terdapat kesesuaian di antaranya. Yansen penulis buku ini yang berlatar sebagai seorang birokrat terlihat melepaskan diri kari kerangkeng formal yang biasa melingkupi pejabat seperti dirinya ketika menuangkan ide secara tertulis ke dalam kertas, walaupun terlihat tidak begitu berhasil dalam beberapa bagiannya, tetapi paling tidak bahasa yang digunakannya dapat dengan mudah dipahami oleh pembaca yang tidak setara dengannya. Dalam buku ini Yansen terlihat lebih mengutamakan kenyataan empiris di lapangan yang kemudian disarikannya menjadi sebuah kebijakan teoritis yang bernama GERDEMA. Dalam hal ini Yansen telah mempraktekan gagasan Guru Besar Sosiologi Pedesaan Institut Pertanian Bogor, Alm. Prof. Sajogyo tentang lapangan ke teori dan teori ke lapangan, walaupun sebenarnya buku yang ditulis oleh Yansen lebih mengarah kepada Manajemen dan Bisnis yang kini lebih sering dijadikan pendekatan oleh penguasa dalam menjalankan roda pemerintahan.

Dari sisi kemutakhiran, buku ini tidak menyajikan state of the art teori topik penulisan secara rinci, tetapi saya pikir dengan pertimbangan sasaran pembaca dan jenis bacaan maka hal ini lebih pas dikesampingkan. Pada sisi empiris, kemunculan buku ini terjadi pada momen yang tepat, karena undang-undang desa nomor 6 tahun 2014 yang baru akan dioperasionalkan secara penuh tahun 2015, akan memiliki bandingan kenyataan dengan apa yang telah dilakukan oleh Yansen di Malinau. Hal baru yang sangat menonjol yang dikemukakan dalam buku ini adalah bagaimana keseriusan seorang pemimpin dalam memprovokasi masyarakat desa untuk bergerak membangun sendiri desanya dengan sebesar-besarnya mempergunakan anggaran belanja daerah. Dibandingkan dengan buku-buku yang pernah ditulis oleh seorang bupati yang mengaku berhasil membangun daerahnya, buku yang ditulis oleh Yansen ini sangat berbeda dari kebanyakan yang ada. Dalam buku ini lebih ditekankan bagaimana ia berani melawan arus kebiasaan yang lama dilazimkan oleh para pendahulunya, tetapi ia membaliknya dengan hasil yang sangat mengejutkan, ia berhasil membawa Malinau keluar dari keterbelakangan pembangunan yang menjadi ciri khas daerah terdepan wilayah Indonesia.

Buku ini disajikan secara sistematis, hal ini dapat dengan mudah terbaca pada bagian daftar isi, di mana pembahasan awal lebih mendahulukan pembongkaran lalu dilanjutkan dengan pembentukan pemahaman baru yang lebih meyakinkan, serta bukti-bukti yang semakin menguatkan. Walaupun tidak semuanya terlihat jelas, tetapi secara umum dalam setiap paragraf terdapat gagasan pokok yang diarahkan dengan gagasan pengarah lalu dilanjutkan diperjelas dengan gagasan-gagasan penjelas. Pembahasan yang disajikannya dalam setiap bab saya lihat sangat terbantu dengan adanya penegasan kalimat-kalimat tertentu yang ditempatkan dalam ruang khusus di halaman-halaman yang lebih mendapatkan perhatian awal pembaca. Pada bagian lampiran dari buku ini turut disajikan pula potret perjalanan Yansen sebagai Bupati dalam berbagai kegiatan yang jika pembaca melihatnya sebagai puncak keberhasilan GERDEMA, walau sedikit terkesan seremoni gunting pita, tetapi gambaran yang diberikan berhasil meyakinkan pembaca akan sesuainya ide GERDEMA dengan yang terwujud pada masyarakat desa di Malinau.

Dalam buku ini saya tidak menemukan glosarium yang biasanya menjadi tali penolong pembaca dalam memahami arti kata atau istilah tertentu, tetapi kekurangan ini juga teratasi dengan penjelasan yang mengalir dan terangkai antara satu paragraf ke paragraf lainnya sehingga istilah yang mungkin saja belum begitu dipahami kemudian menjadi jelas maknanya. Tidak rugi rasanya menimba ilmu dari kolase pengetahuan Yansen ini, membacanya seketika meyakinkan pembaca akan suguhan pandangan lain ini, sungguh sangat diperlukan bagi pembangunan di Indonesia khususnya di kawasan pedesaan yang jauh dari sentuhan pembangunan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun