Ada banyak ragam yang di tawarkan negeri ini untuk rakyatnya, betapa indonesia memiliki berjuta keindahan yang kita tidak akan menjumpainya di tempat lain, ada beratus suku dan kebudayaan juga berjuta macam dan jenis makanan yang khas dan hanya bisa di jumpai ditempat itu.
karena aku lahir, besar, hidup bahkan mungkin nanti matipun di bandung (sunda) meski ayah asli banten dan ibu kental dengan darah betawinya, bisa di katakan aku kurang akrab dengan kedua daerah itu, karena hanya sekali-kali aku pernah berkunjung kesana dengan perasaan tidak betah (hehee)
Disini (bandung) orang bilang 'surganya wisata', dengan gaya lebay akupun akan senang hati bertepuk tangan dengan bangga kemudian menambahkan "oo, iya doong, coba deh sebutin, apa yang gak bisa kamu dapetin di bandung".  Ditambah sekarang, Bandung (kota) dipimpin oleh seorang Ridwan Kamil yang juga lebay namun asyik.
Kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh seorang Ridwan Kamil terutama dalam hal sektor wisata, kadang terkesan mengada-ngada dan gak penting, seperti contoh meng-sertifikasi/memberikan tanda pengenal kepada pengamen jalanan (big grin).
sekilas terdengar lucu dan seperti kurang kerjaan, tapi jika di telaah lebih dalam, kebijakan itu akan memberikan pengaruh positif pada berbagai sektor, salah satunya 'memaksa' kepada para pengamen jalanan tersebut untuk dapat berfikir kreatif dan mengembangkan diri sehingga dia tidak melulu menyuguhkan 'hiburan' yang justru bikin para pemirsanya engga enjoy (apalagi kalo kita ketemu pengamen disiang bolong, dalam angkot yang penuh sesak dijalanan yang macetnya bikin istigfar berkali-kali), boro-boro pengen ngasih uang, yang ada pengen ngusir (tidak cantik-kontra syahrini) jauh-jauh (tongue).
Menfasilitasi para pengguna jalan yang tidak nyaman alias terganggu oleh segerombolan orang-orang yang ngakunya pengamen (memposisikan diri memiliki level setingkat lebih tinggi dari pengemis), maka keluarlah aturan yang mewajibkan mereka untuk membekali diri dengan tanda pengenal yang mereka bisa dapatkan dari hasil seleksi, sehingga apa yang mereka persembahkan mempunyai nilai hiburan dan pasti tidak membuat resah juga gerah (cool).
Mewujudkan bandung sebagai sebuah kota tujuan wisata yang nyaman, memang bukan sebuah perkara yang mudah, salah satu langkan seorang Ridwan Kamil untuk mengaudisi para pengamen (liar) adalah satu hal yang perlu diapresiasi, hanya saja langkah kongkretnya tidak boleh hanya berhenti disitu, diperlukan pembinaan yang berkesinambungan untuk tetap menjadikan pengamen jalanan mempunyai daya tarik tersendiri sebagaimana halnya taman-taman thematik yang kini bertebaran di seantero Kota.
Membekali mereka dengan teknik  dasar vocal atau pengenalan alat-alat musik berikut cara memainkannya secara benar, bisa menjadi solusi. Tidak perlu memasukan mereka ke sekolah musik purwacaraka atau yamaha deeh (terlalu mahal) cukup Pemerintah kota menjalin kerjasama dengan Lembaga-lembaga pendidikan seni (banyak juga tuuh bermunculan di Bandung - STISI salah satunya) untuk melatih dan membangun kreatifitas mereka dalam berseni, meski panggungnya adalah perempatan-perempatan jalan.
atau
Karena bandung merupakan kota perburuan masal setiap sabtu, minggu atau hari-hari libur nasional, Â Bandung adalah sebuah kota terpadat dadakan di Indonesia, jadikan saat pengamen-pengamen jalanan itu tampil, mereka adalah maskotnya perempatan jalan tertentu, dibuat unik, apakan dari cara mereka menyajikan lagu, dari pakaiannya atau apapun itu, sehingga setiap perempatan dan lampu merah mempunyai kekhasannya tersendiri. katakan saja itu untuk mengimbangi keindentikan taman tematik kita.
Menyulap sesuatu yang sebelumnya tidak cantik, mengganggu bahkan tidak  diperhitungkan, menjadi sesuatu yang menarik apalagi sampai memiliki nilai jual, adalah sesuatu yang luar biasa,  dengan pencapaian-pencapaian Kota Bandung hingga saat ini, aku optimis, seorang Ridwan Kamil bisa.