pangan telah menjadi isu strategis yang semakin krusial, terutama bagi Indonesia sebagai negara agraris yang kaya akan sumber daya alam namun masih bergulat dengan berbagai tantangan dalam memastikan pasokan pangan yang stabil, beragam, dan berkelanjutan bagi seluruh rakyatnya. Tantangan seperti perubahan iklim, degradasi lahan, ketergantungan pada impor, dan pertumbuhan populasi yang pesat membuat negara ini rentan terhadap krisis pangan.Â
KetahananSementara itu, Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 telah menyoroti pentingnya reformasi dalam sistem pangan nasional untuk mengatasi tantangan tersebut. Dengan visi menuju Indonesia yang berdaulat dan mandiri, RPJPN menekankan ketahanan pangan yang bukan hanya mencukupi dari segi kuantitas, tetapi juga berkualitas, beragam, dan berkelanjutan. Di sisi lain, melalui Forum Bumi yang diselenggarakan oleh Yayasan KEHATI dan National Geographic Indonesia, berbagai pemangku kepentingan juga terus mendorong diskusi mengenai keanekaragaman hayati dan pentingnya sistem pangan lokal yang tangguh dan adaptif. Lalu, bagaimana masa depan ketahanan dan keanekaragaman pangan Indonesia jika dilihat dari perspektif kebijakan RPJPN dan inisiatif seperti Forum Bumi?
Perubahan iklim adalah tantangan utama yang dihadapi dalam ketahanan pangan Indonesia, terutama dengan dampaknya pada pola cuaca yang semakin tidak stabil. Bencana seperti banjir dan kekeringan yang sering melanda mengancam produktivitas pertanian dan menambah ketidakpastian dalam produksi pangan. RPJPN 2025-2045 mengakui bahwa produksi pangan akan semakin menantang karena ketidakseimbangan antara permintaan dan produksi pangan yang dipengaruhi oleh perubahan iklim serta penggunaan lahan yang tidak berkelanjutan. Oleh karena itu, pendekatan yang berkelanjutan, presisi, dan konservatif menjadi hal yang ditekankan dalam kebijakan ini.
Selain perubahan iklim, degradasi lahan juga merupakan tantangan serius. Lahan pertanian di Indonesia semakin menyusut akibat konversi lahan untuk keperluan non-pertanian seperti perumahan dan industri. Hal ini berdampak pada berkurangnya lahan produktif untuk pertanian, memperbesar risiko ketergantungan pada impor pangan. Ketergantungan ini menciptakan kerentanan terhadap fluktuasi harga internasional dan krisis global, yang dapat mengganggu ketahanan pangan. RPJPN merencanakan pengembangan kawasan sentra produksi pangan untuk meningkatkan ketersediaan pangan di seluruh pelosok Indonesia, yang merupakan upaya penting dalam mengatasi keterbatasan lahan dan mendukung ketahanan pangan nasional.
Indonesia juga menghadapi tantangan dalam hal ketidakcukupan konsumsi pangan atau undernourishment. Menurut data dalam RPJPN, terdapat ketimpangan akses pangan di berbagai wilayah, khususnya daerah terpencil dan pedalaman, yang menyebabkan prevalensi undernourishment yang tinggi. RPJPN mencanangkan target penurunan angka ini hingga 0,77% pada tahun 2045 melalui pendekatan diversifikasi pangan dan peningkatan akses pangan yang berkualitas. Selain itu, praktik fortifikasi pangan untuk meningkatkan kualitas gizi diharapkan mampu menjawab tantangan kekurangan asupan zat gizi, terutama di daerah-daerah yang sulit dijangkau.
Indonesia memiliki kekayaan pangan lokal yang beragam, seperti sagu, sorgum, umbi-umbian, dan berbagai jenis kacang-kacangan, yang dapat menjadi sumber alternatif untuk memperkaya konsumsi pangan. Pangan lokal memiliki potensi untuk tidak hanya memperkuat ketahanan pangan, tetapi juga mendorong keberlanjutan, mengingat adaptabilitasnya terhadap kondisi iklim dan lingkungan setempat. RPJPN mengakui pentingnya pengembangan pangan lokal dalam upaya diversifikasi konsumsi dan pengembangan sistem pangan berbasis ekoregion. Konsep ini menekankan pada pembangunan sistem pangan yang sesuai dengan karakteristik sumber daya lokal di tiap wilayah, yang akan meningkatkan ketahanan pangan sekaligus melestarikan keanekaragaman hayati.
Contoh nyata dari pengembangan pangan lokal dapat dilihat melalui peran UMKM di sektor makanan tradisional. Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) seperti Bhakrie Snack Home Industry (BSHI) di Bogor menunjukkan bahwa UMKM dapat berkontribusi dalam memperkenalkan produk pangan lokal yang bernilai gizi tinggi dan terjangkau bagi masyarakat. Dukungan pemerintah yang digariskan dalam RPJPN termasuk pemberian insentif bagi UMKM agar dapat memproduksi pangan lokal yang sehat dan terjangkau, serta dukungan untuk promosi kuliner tradisional. Dengan demikian, UMKM dapat meningkatkan daya saing pangan lokal yang berkualitas, yang turut mendukung ketahanan pangan nasional.
Teknologi dan inovasi juga memiliki peran besar dalam memaksimalkan potensi keanekaragaman pangan Indonesia. Teknologi pertanian cerdas atau climate-smart agriculture yang juga diusulkan dalam RPJPN merupakan cara untuk memanfaatkan teknologi digital dalam meningkatkan efisiensi produksi pangan, seperti pemantauan cuaca dan penggunaan data untuk memprediksi hasil panen. Inovasi dalam pengembangan biofortifikasi dan fortifikasi pangan diharapkan dapat meningkatkan nilai gizi pangan lokal dan membantu mengatasi masalah undernourishment. Melalui pendekatan ini, Indonesia tidak hanya dapat meningkatkan produktivitas pangan, tetapi juga memperkaya keanekaragaman sumber pangan yang lebih tahan terhadap perubahan iklim dan fluktuasi harga pangan global.
RPJPN 2025-2045 telah menetapkan serangkaian strategi untuk memperkuat ketahanan pangan Indonesia. Salah satunya adalah revitalisasi pertanian lokal melalui peningkatan kapasitas petani dan pembentukan kelembagaan yang kuat. Kebijakan ini bertujuan untuk memberikan insentif kepada petani agar berfokus pada produk pangan lokal yang beragam dan lebih berkelanjutan. Pemerintah juga menargetkan pengembangan kawasan sentra produksi pangan, termasuk pembangunan infrastruktur penunjang seperti sistem irigasi yang efisien, akses jalan menuju daerah produksi, dan fasilitas penyimpanan pangan. Langkah-langkah ini diharapkan dapat meningkatkan stabilitas ketahanan pangan di Indonesia sekaligus membuka akses bagi petani kecil untuk mendistribusikan hasil panen mereka secara lebih luas.
Selain pembangunan infrastruktur fisik, RPJPN menekankan pentingnya edukasi dan penyuluhan bagi masyarakat tentang keanekaragaman pangan lokal. Pemberdayaan masyarakat untuk memahami nilai gizi pangan lokal yang tinggi dan terjangkau akan mendorong diversifikasi konsumsi pangan dan mengurangi ketergantungan pada pangan impor. Hal ini dilakukan melalui kampanye nasional tentang pola makan sehat, yang menargetkan peningkatan pola pangan harapan atau skor PPH yang mencerminkan konsumsi pangan yang lebih beragam. Strategi ini sejalan dengan sasaran RPJPN untuk menciptakan pola konsumsi yang inklusif dan berkelanjutan.
RPJPN juga mengusulkan pendekatan keterkaitan antara pangan, energi, dan air (FEW Nexus) sebagai landasan untuk mencapai ketahanan pangan yang berkelanjutan. Pendekatan ini menyoroti pentingnya menjaga keseimbangan antara kebutuhan pangan, energi, dan air, serta memastikan bahwa produksi pangan tidak mengorbankan sumber daya energi dan air yang juga vital. Misalnya, peningkatan produksi pangan dapat dilakukan dengan mempertimbangkan pasokan air yang memadai serta energi yang dibutuhkan untuk pengolahan dan distribusi pangan. Selain itu, pengembangan biofuel dapat dilakukan dengan bijaksana agar tidak mengganggu alokasi lahan dan air untuk pertanian pangan. Dengan pendekatan ini, Indonesia diharapkan dapat mencapai kemandirian dalam ketahanan pangan, energi, dan air yang saling terintegrasi.