Mohon tunggu...
Nana Ramlan
Nana Ramlan Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

Catatan harian dari tengah padang pasir: ibu 3 anak ; pernah mengajar . \r\n\r\nhttp://www.facebook.com/nana.ramlan.39

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

[CFBD] Mesin Ketik pencetak Pemikiran Hebat

30 Agustus 2012   16:08 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:07 696
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_196140" align="aligncenter" width="300" caption="Mesin Ketik Ayah"][/caption]

Tanpa saya sadari hobi menulis saya menurun dari ayah saya. Beliau orang yang sangat saya hormati atas sikap-sikap bijaksananya, ia pula sangat menghargai sikap-sikap orang lain meski berseberangan dengan dirinya. Beberapa buku bertema agama dan keluarga telah ia lahirkan. Tulisan-tulisan itu berawal dari kejadian-kejadian istimewa bagi dirinya yang ia catat dalam sebuah agenda. Dulu saya masih sempat membaca beberapa catatan hariantentang kami anak-anaknya di dalam sebuah agenda. Demikian pula kejadian-kejadian orang lain tetangga, keluarga bahkan orang yang baru dikenalnya kerap kali datang ke rumah meminta pendapatnya, macam-macam saja persoalan yang umumnya persoalan rumah tangga seperti perceraian, kawin lari, rebutan warisan, dan lain sebagainya. Pokoknya rumah kami ibarat Unit Gawat Darurat terbuka 24 jam untuk laporan kasus-kasus rumah tangga. Dari kejadian-kejadian itulah ayah mencatat dalam secarik kertas lalu kemuadian tertuang menjadi sebuah artikel yang kemudian ia terbitkan dalam majalah mingguan Serial Khutbah Jumat. Nama dan tempat akan ia samarkan. Demikian pula bila ia diminta ceramah dalam sebuah pengajian, kasus-kasus terebut dijadikan contoh bagi para pembaca atau pendengarnya untuk dijadikan pelajaran.

Seingat saya kegiatannya menulis dibarengi juga dengan hobinya membaca buku. Itu sebabnya dinding rumah kami dikelilingi oleh rak-rak buku sampai sekarang. Entah berapa rim kertas yang ia habiskan dalam sebulan. Ia akan menulis kejadian-kejadian itu hanya dalam beberapa kata penting lalu akan ia rangkaikan kata-kata tersebut menjadi artikel yang ia ketik di mesin ketik. Yup mesin ketik. Masih ingat kan mesin ketik - mesin perangkai kata sebelum munculnya komputer atau laptop - merupakan senjata utama setiap penulis. Dalam mesin tersebut lahirlah ide-ide. Para pejuang, pejabat, pemikir era 60-70 an pasti memiliki mesin tersebut apalagi sastrawan baik penulis puisi atau novel. Sebut saja Chairil Anwar, Rendra, Buya Hamka, Remy Sylado hingga NH Dini pasti memiliki mesin ketik di meja kerja mereka sebagai senjata utama menuangkan ide-ide dalam tulisan. Hingga lahirlah karya-karya besar dari ide mereka melalui mesin ketik. Mereka pasti kelimpungan bila senjata utama mereka itu bermasalah (baca: rusak) sama dengan kita saat ini akan kebingungan bila komputer atau laptop kita error. Bedanya mesin ketik akan selalu tersimpan di atas meja kerja sedangkan laptop selalu menempel di atas paha kita. Kita bisa mengetik denganlaptop di mana saja, di restoran, di taman, di atas kasur bahkan di dalam kamar mandi tidak selalu di meja kerja.

[caption id="attachment_197203" align="aligncenter" width="602" caption="Bersaing mengetik antara mesin tua dan mesin terkini"]

13467810682052314820
13467810682052314820
[/caption] Awal 90-an saat masih kuliah saya memiliki mesin ketik di kamar kost saya di Depok. Seiring perkembangan jaman menjelang skripsi saya mulai menggunakan komputer yang saya sewa di rental komputer atau pinjam di kost teman. Saya tak perlu lagi menggunakan tipp-ex untuk menghapus tulisan yang salah. Walau dulu agak mumet untuk mempelajarinya tapi saya yakin bahwa teknologi dibuat untuk memudahkan kita. Kebutuhan saya akan mesin ketik mulai hilang karena kuliah sudah selesai. Teknologi komputer semakin berkembang walau saya tidak mengikutinya karena kesibukan saya mengurus anak dan rumah tangga. Hingga anak-anak sayasekolah mau tidak mau mereka harus mengenal komputer yang akhirnya tidak hanya untuk mengetik, mereka bisa bermain permainan mendidik, belajar membaca dan berhitung terbantukan dengan komputer. Fungsi komputer tidak hanya untuk mengetik saja tetapi lebih berkembang lagi apalagi bila terkoneksi dengan jaringan internet. Wow sim salabim tak perlu dijelaskan semua dari kita pasti tahu fungsinya apalagi dengan tombol search engine. Saya pun mau tidak mau harus bersahabat dengan komputer yang terkoneksi dengan jaringan internet untuk memantau kegiatan anak-anak di dunia maya, begitu anjuran suami.

Persahabatan saya dengan komputer saat ini tidak hanya untuk memantau bahkan akhirnya saya punya ketergantungan dengannya. Mau cari resep makanan, informasi jalan-jalan, prakiraan cuaca hari ini, bahkan tanah air terasa dekat dengan saya melalui internet walau saat ini saya berada ribuan mil dari tanah air. Anak-anak saya berikan kebebasan yang bertanggung jawab dalam bergaul di internet. Klik, komputer bukan lagi sebagai mesin ketik tetapi berkembang menjadi mesin ajaib bak kantong ajaib Dora Emon.

Libur musim panas tahun ini saya menginap di rumah orang tua saya selama dua bulan. Masih terdengar suara tak tik tuk mesin ketik di ruang kerja ayah saya setiap pagi. Yak setiap pagi hingga hari ini. Mesin ketik yang dibeli di sebuah toko buku besar di kawasan Kwitang, Jakarta Pusat hampir 30 tahun silam. Sampai-sampai kemarin sore anak sulung saya berpesan agar mesin ketik ini jangan diberikan pada orang lain bila tidak diperlukan lagi. Sudah termasuk barang langka.

Perkembangan teknologi tak mampu mengubah kebiasaan ayah menulis walau kami anak-anaknya mengajarkan perubahan itu. Ayah pernah kursus mengetik di sebuah lembaga pendidikan tapi entah mengapa masih kembali ke mesin ketik. Mungkin karena kami anak-anaknya sudah sibuk dengan keluarga dan pekerjaan masing-masing jadi kurang intensif mengajarkan ayah mengetik dengan komputer. Adik saya membelikan mesin ketik listrik tapi ayah masih merasa asyik dengan mesin ketiknya alhasil mesin ketik listrik teronggok di pojok ruang keluarga. Sedangkan membalas sms di telepon genggam saja tidak bisa, ibu yang harus membantunya apalagi komputer, begitu ucap ibu saya tiap kali kami anak-anaknya menyarankan ayah pindah mengetik di komputer. Walau seribu alasan kami berikan, lebih ringan tanpa tenaga, simple, semua artikel terdokumentasi dengan baik, irit kertas, tidak bersuara tak tik tuk, dan lain sebagainya tetap saja ayah bertahan dengan mesin ketiknya. How jadoel he is....

[caption id="attachment_197205" align="aligncenter" width="602" caption="Mesin tik ayah masih digunakan hingga hari ini"]

13467815341994420195
13467815341994420195
[/caption] Sumber : Ayah ( Ramlan Mardjoned )

Kumpulan Tulisan CFBD lain: http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2012/08/17/cf-hut-ke-1-kumpulan-link-tulisan-lomba-blogging-bersama-cf/http://

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun