[caption id="attachment_193093" align="alignleft" width="150" caption="Upacara Senin Pagi (Dok. WidArt Fotografi)"][/caption]
Sejak saya sekolah dasar hingga sekolah menengah atas setiap senin pagi pasti dilaksanakan upacara pengibaran bendera merah putih di sekolah. Jujur saja saya nggak suka dengan kegiatan ini. Buat saya sangat membuang energi dan memakan waktu setengah jam di bawah sinar matahari bisa membuat mata berkunang-kunang. Apalagi saat kelas satu sekolah menengah pertama masuk pukul 1 siang maka upacara bendera pun berlangsung tengah hari bolong. Kalau dulu waktu sekolah dasar selalu berdiri di baris pertama maka di sekolah menengah pertama saya coba-coba di baris belakang. Walau tak seberani murid laki-laki di kelas saya yang entah bagaimana caranya akhirnya ‘cabut’ dari barisan belakang ngadem di kamar mandi sekolah.
Apalagi upacara pengibaran bendera merah putih hari kemerdekaan RI setiap tanggal 17 Agustus akan berlangsung lebih lama dari upacara senin pagi. Herannya bapak kepala sekolah selalu gagah berdiri menghadap kami para murid yang selalu menggerutu. Mau tak mau ikut alam barisan. Saat itu saya selalu berharap jarum jam berputar cepat agar upacara segera dihentikan. Murid yang mengibarkan bendera, membaca UUD 1945, membaca dasar negara, dan yang memimpin lagu kebangsaan Indonesia Raya sudah pasti yang itu-itu saja. Pada akhirnya mereka hapal di luar kepala karena dilakukan setiap pekan. Jadi pada hari kemerdekaan bakal terpilihlah murid-murid tersebut. Namun untuk hari spesial ini petugas upacara bendera berlatih khusus beberapa hari sebelumnya. Seringkali juga saya dipilih sebagai petugas upacara bendera.
Walau saya mengikuti upacara dengan tekun hingga selesai tetapi rasanya biasa-biasa saja walau kepala sekolah berpidato agar kami membayangkan para pahlawan dulu berjuang agar merah putih berkibar terus di tanah air tercinta. Entah saya yang kurang peka atau guru-guru yang kurang menggugah para murid.
Akhirnya saya kuliah merasa lega tidak ada lagi pembuangan waktu dan energi tiap senin pagi di bawah sinar matahari menatap pengibaran bendera merah putih. Penataran P4 ( Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila ) pun menguap begitu saja usai masa orientasi mahasiswa.
Setelah berkeluarga saya hanya mengibarkan sang merah putih di halaman muka rumah saya. Buat saya hanya rutinitas tahunan. Bendera diikatkan pada tiang bambu untuk dikibarkan di pagar rumah.
Hingga kemudian tinggal jauh di negeri seberang saya justru sangat kehilangan saat-saat yang menyebalkan itu di hari kemerdekaan RI. Saya malah bingung tak dapat mengibarkan bendera merah putih di apartemen kecil saya pada hari bersejarah itu. Tak ada tiang bambu untuk mengikatkan sang merah putih. Sang merah putih hanya terlipat di lemari saya ribuan mil dari tanah air.
[caption id="attachment_193273" align="aligncenter" width="300" caption="HUT RI di KBRI Doha - Qatar (Dok. pribadi)"]
[caption id="attachment_193274" align="aligncenter" width="300" caption="Tim Paskibra HUT RI ke 64 di KBRI Doha - Qatar (Dok. Nani Yulita)"]
Merdekaaaa !!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H