Mohon tunggu...
Ratu Kica Pertiwi
Ratu Kica Pertiwi Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

A world modifier

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Dunia, Bisakah?

25 September 2012   14:51 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:43 447
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Cerita I.

Pada suatu lembayung sore yang tenang, di sebuah kampus, dalam satu kegiatan wawancara suatu UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa)...

I have one question for you, what is your intention of being the leader of this organization?

Can I answer it in Bahasa Indonesia? Because I will answer it with a decription and the decription will be decripted enough if I use Bahasa Indonesia.

Unfortenately, you can’t. This is one of our requirements.

Cerita II.

Ingin sekali mengikuti kontes kecantikan di Indonesia? Penuhi dulu syarat-syaratnya sebagai berikut:


  1. Warga Negara Indonesia, berusia 18-25th, belum menikah, mahasiswi/karyawati dengan tinggi badan minimum 168 cm.
  2. Peserta daerah harus berdomisili atau berasal dari daerah yang diwakilinya.
  3. Mampu berkomunikasi dalam bahasa asing, akan memberikan nilai tambah.

Hmm, “mampu berkomunikasi dalam bahasa asing, akan memberikan nilai tambah”.

Kedua cerita tersebut hanyalah fiktif belaka, apabila ada kesamaan tempat, waktu, dan peristiwa, tidaklah lebih dari kebetulan semata, serta, cerita-cerita di atas tidak untuk mendeskriditkan penggunaan bahasa asing. Siapa yang bilang bahasa asing tidak penting? Dewasa kini, di masa globalisasi, tentu komunikasi antar-negara, antar-benua, mengharuskan kita menguasai berbagai bahasa. Namun, kedua cerita itu menggambarkan pertanyaan kecil saya dalam menghadapi kenyataan yang ada di sekitar kita: mengapa menguasai bahasa asing menjadi lebih penting daripada menguasai bahasa ibu kita, bahasa Indonesia yang baik dan benar?

Tanpa bermaksud melangkahi kinerja seorang kritikus, fenomena di lapangan menunjukkan bahwa kemampuan kita selaku bangsa Indonesia dalam menggunakan bahasa Indonesia, mau tak mau memang patut dikritik. Di bagian mana yang perlu kritik? Kritik ini dapat tercitra (salah satunya) dengan cara memasukkan kata kunci “penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar” pada kolom pencarian di www.kompasiana.com. Di sana, akan ditemukan 3.650 hasil dalam 0,24 detik (diperoleh dari pencarian terakhir saya pada 20:07 WIB, 25 September 2012), dan hasil-hasil itu antara lain berjudul sebagai berikut:


  1. Menyikapi Penggunaan Bahasa Indonesia Gaul di Dunia;
  2. Catatan Terhadap Penggunaan Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar Pada Era Modern;
  3. Berbahasa Indonesia yang Baik dan Benar, Seperti Apa Sih?;
  4. Bahasa Baku, Belum Tentu Benar;
  5. dan lain sebagainya.

Lalu mengapa usaha manusia – manusia di bumi pertiwi ini tampaknya kurang kuat untuk menguasai bahasa Indonesia secara sempurna, dibandingkan dengan usaha untuk menguasai bahasa asing? Bahkan, organisasi kampus dan kontes kecantikan saja tidak mendorong kita berbahasa Indonesia yang baik dan benar, melainkan lebih diutamakan terlebih dahulu penggunaan bahasa asing.

Bila saya boleh berimajinasi lebih tinggi, saya membayangkan bahasa Indonesia bisa menjadi bahasa Internasional. Bolehlah kita tilik kisah di negeri asing, Rusia. Dilansir dari http://www.tribunnews.com/2012/07/04/rusia-yang-sulit-berbahasa-inggris yang saya akses pada pukul 20:44 WIB, tanggal 25 September 2012, ada satu paragraf yang menarik untuk dikutip sebagai berikut:

Sopir taksi tidak mengerti bahasa Inggris seperti kebanyakan sopir taksi di Indonesia. Bedanya, sopir taksi kita malu kalau tidak bisa bahasa Inggris. Sebaliknya, sopir Rusia bangga karena hanya bisa berbahasa Rusia.

Mereka ingin jika ada orang asing yang memasuki wilayah Rusia, orang asing itu jugalah yang mempelajari bahasa Federasi Rusia. Imajinasi saya untuk menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa Internasional, jelas bukan hanya khayalan fantasi semata apabila kita optimis, karena ada faktor pendorong yang realistis untuk mencapai mimpi itu, yakni:


  1. Populasi Indonesia menduduki peringkat keempat terbanyak di dunia. Bahasa kita, (secara kasar, seharusnya-) bisa menjadi bahasa mayoritas, minimal digunakan dengan baik dan benar oleh penduduk yang jumlahnya keempat terbanyak di dunia.
  2. Di negara-negara lain, selain menjadi subjek pelajaran pilihan, ada juga yang menjadikan bahasa Indonesia sebagai subjek pelajaran wajib, seperti di sekolah-sekolah di Teritori Utara Australia.

Penggunaan bahasa asing jelas merupakan suatu jalan untuk kita dapat lebih mengembangkan diri dan berwawasan luas, dengan bersikap terbuka terhadap dunia Internasional untuk manfaat yang positif, namun, alangkah lebih indah jika bahasa Indonesia-lah yang nantinya digunakan masyarakat dunia untuk bersentuhan dengan dunia Internasional. Bahasa Indonesia sebagai bahasa dunia. Kendala-kendala di depan tentu ada dalam menghadang cita-cita kita. Tapi, langkah besar demi mencapai tujuan tidak mungkin terjadi jika tidak dimulai dengan langkah kecil. Mari, kita mulai dengan mencintai bahasa Indonesia dan tunjukkanlah kecintaanmu itu dengan mengikutiLomba Penulisan “Bahasa Indonesia dan Kita” :-)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun