Mohon tunggu...
Ratu Khairul Azizah
Ratu Khairul Azizah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Seorang Pelajar/Mahasiswi yang sedang menempuh apa yang sempat tertinggal.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

"Pentingnya Membangun Kesepakatan dengan Peserta Didik: Menyiasati Suasana Pembelajaran yang Kondusif"

9 Maret 2024   13:50 Diperbarui: 9 Maret 2024   14:51 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            Peralihan kurikulum dari waktu ke waktu membuat hampir seluruh tatanan di dalam dunia pendidikan, khususnya di Indonesia dipaksa untuk 'bertransformasi'. Kendati demikian, tidak semua hal di dalamnya berubah secara drastis begitu saja, karena masih ditemukannya beberapa bagian yang dipertahankan—mengadopsi apa yang sudah dijalani pada kurikulum sebelumnya, seperti halnya sebagian isi daripada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) atau kini dikenal dengan sebutan Modul Ajar mengingat sekarang telah ditegakkan kurikulum baru yakni Kurikulum Merdeka.

            Bagian isi dari Modul Ajar yang dimaksudkan tak lain adalah Pendahuluan berupa Apersepsi seperti yang pernah tercantum di RPP. Apersepsi sendiri merupakan bagian permulaan pemrosesan informasi dengan memberi stimulus dengan berbagai pertanyaan pemantik, mengaitkan pembelajaran dengan pengalaman peserta didik, memberikan motivasi, juga dapat disisipkan apa yang dinamakan 'Kesepakatan'.

            Tentang membangun kesepakatan, jika kita menelisik lebih jauh ternyata hal tersebut begitu penting dan perlu diperhatikan dalam perencanaannya. Di sini saya sendiri ingin berbagi pengalaman sebagai mahasiswa yang mengikuti program Merdeka Belajar - Kampus Merdeka atau dikenal dengan MBKM dan berada di bawah naungan UPI Kampus Cibiru yang adapun dilaksanakan di SDI Al-Amanah, salah satu sekolah dasar berbasis yayasan di daerah Kabupaten Bandung.

            Kegiatan ini merupakan perdana bagi saya pribadi dalam prakteknya sebagai pengajar yang langsung terjun ke lapangan dan tanpa berkelompokkan teman. Meski demikian, saya merasa senang karena menganggapnya sebagai kesempatan dalam mengasah kemampuan mengajar mengingat basis pendidikan yang sedang ditempuh adalah bidang pendidikan. Dalam pelaksanannya, saya  mengajar di kelas 5 A, yang mana rangkaian kegiatan pembelajaran tentunya diawali dengan menyapa seluruh peserta didik di kelas, berdo'a bersama, mengecek kehadiran, juga pemanasan dengan melakukan sebuah ice breaking agar menstimulus semangat peserta didik dalam memulai pembelajaran kala itu.

            Sempat terlintas perasaan tidak karuan mulanya, entah itu gugup, malu, atau perasaaan sejenisnya. Karena bagaimana pun yang namanya seorang pengajar harus punya jiwa adaptif dan siap apabila ditempatkan di tempat yang baru. Tapi, perasaan itu berangsur-angsur hilang setelah melihat langsung keantusiasan di setiap wajah peserta didik kala itu. Rasa antusias, semangat, dan ekspresi riang gembira mereka berhasil menghangatkan hati sehingga saya menjadi semangat menjalani hari-hari ketika mengajar di sana.

            Rangkaian pendahuluan pembelajaran sebelumnya juga tak lupa disisipkan suatu apersepsi yang berisikan sejumlah pertanyaan pemantik, mengaitkan materi dengan pengalaman peserta didik ataupun dengan materi-materi yang sudah mereka pelajari, dan kemudian diakhiri dengan suatu kesepakatan bersama yang dimana seorang pengajar harus menegakkan sejumlah peraturan yang harus dipatuhi peserta didik selama pelajaran berlangsung. Hal ini dimaksudkan agar pembelajaran berjalan dengan lancar, kondusif, hikmat, teratur, dan optimal sehingga terlaksana sesuai alur yang telah dirancang sedemikian rupa.

            Awalnya mereka bersorak tanda mengiyakan tanda sepakat. Selang beberapa lama, itu semua ternyata sedikit keluar dari ekspektasi. Apa yang dikira mudah tapi nyatanya tidak seperti realitasnya, mengingat latar belakang masing-masing peserta didik yang berbeda-beda. Terlebih peserta didik laki-laki yang kerap dijumpai bermain dengan sesama temannya. Sebagai pengajar yang belum berpengalaman ada baiknya menumbuhkan rasa lebih banyak bersabar dan tenang sambil kembali mengingatkan kembali kepada mereka apa saja yang telah disepakati sebelumnya. Adapun isi kesepakatannya antara lain diusahakan untuk tetap tenang, menyimak dengan sungguh-sungguh, bila guru menginstruksi untuk berdiskusi dengan teman tetap dalam suasana yang kondusif dan bercakap-cakap dengan nada pelan saja, aktif mengikuti pelajaran tetapi tetap tertib, serta peraturan lainnya yang serupa. Dan jika mereka tidak menaatinya, akan diberikan sejumlah konsekuensi yang dimana konsekuensi ini tetap menyiratkan 'pembelajaran', seperti halnya apabila mereka berisik atau berbuat kegaduhan, mereka akan diminta untuk menerangkan apa saja yang sudah didapat dari awal pembelajaran. Seperti istilah 'sambil berenang minum air' hal ini dimaksudkan agar mereka terbiasa mengkilas balik pelajaran. Tetapi apabila mereka tidak bisa memenuhi konsekuensi tersebut, dampak buruknya adalah nilai yang mereka peroleh akan dikurangi.

            Ada baiknya ketika kita mengingatkan akan larangan yang adapun di sini dalam bentuk 'Kesepakatan', sebagai pengajar harus menghindari kata 'jangan' 'tidak boleh' yang diikuti kata kerja setelahnya. Biar bagaimana pun di seusia SD seperti mereka gemar sekali merekam kata setelahnya. Contohnya, "Jangan ribut ya nak!". Perintah tersebut malah dilakukan sebaliknya, maka dari itu dibiasakan pelan-pelan untuk membiasakan hal tersebut. Memang mulanya sedikit rumit karena harus memikirkan kalimat apa sebagai penggantinya, tapi dengan begitu perlahan tapi pasti kita yang sebagai pengajar dan mereka sebagai peserta didik akan saling bertimbal balik positif dan saling memahami.

            Ternyata tak ada yang namanya kebetulan apabila kita niatkan sesuatu yang baik dengan sungguh-sungguh. Penerapan akan Kesepakatan tersebut dengan merangkai kalimat sedemikian rupa seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, peserta didik pun semakin disiplin dari hari ke hari. Mengingat setiap apa yang tidak mereka taati akan kesepakatan tersebut, selalu ada konsekuensi setelahnya. Meskipun begitu, konsekuensi-konsekuensi yang diberikan selain memberi jera kepada mereka namun tetap mengedukasi.

            Cukup berkesan, dua kata yang ingin saya akhiri di sini. SDI Al-Amanah sebagaimana namanya sendiri yang berkhaskan kereligiusan. Mereka peserta didik meskipun masih anak-anak, dalam setiap momen kebersamaan dengan mereka selalu tersirat kebermaknaan. Bukan saya saja yang mengajarkan berbagai pelajaran untuk mereka, mereka juga tak kalah hebatnya memberi banyak pelajaran untuk diri saya. Lingkungan sekolah yang begitu nyaman, guru-guru, pihak-pihak sekolah, dan semua yang mencakup warga sekolah di dalamnya, mereka adalah apa yang dinamakan kenyamanan yang bermakna di lingkungan baru. Teruntuk mereka yang bersentuhan langsung dengan kegiatan perdana saya di sana, semoga keberkahan dan suka cita senantiasa mengikuti. Sekali lagi, saya sangat senang telah mendapatkan pengalaman yang tak terlupakan tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun