Mohon tunggu...
Moeh Zainal Khairul
Moeh Zainal Khairul Mohon Tunggu... Konsultan - Penjelajah

Tenaga Ahli Pendamping UKM Dinas Koperasi dan UKM Kota Makassar 2022 dan 2023 Coach Trainer Copywriting LPK Magau Jaya Digital

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Daya Beli Turun, Pajak Naik

19 Desember 2024   11:08 Diperbarui: 19 Desember 2024   17:53 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kenaikan ini lebih dari sekadar angka di atas kertas. Ini soal perasaan. Soal kepercayaan rakyat kepada kebijakan pemerintah. Apakah mereka merasa dipedulikan? Apakah mereka merasa keputusan ini adil? Karena yang paling berat menanggung ini bukanlah mereka yang duduk di kursi empuk. Bukan mereka yang bisa menggesek kartu kredit di setiap transaksi. Tapi mereka yang pagi-pagi menghitung berapa sisa uang belanja di dompet.

Di pasar, suara-suara kecil sering terdengar. "Bu, ini kok mahal lagi ya?" Penjual cuma bisa tersenyum kecil. "Bahan bakunya naik, Bu. Mau gimana lagi?" Pembeli akhirnya pergi, memilih beli seperlunya. Hari ini ayam mungkin jadi lauk mewah. Besok? Cukup tahu tempe.

Pedagang kecil tidak punya pilihan. Mereka harus jualan. Mereka harus bertahan. Tapi barang dagangannya semakin susah laku. Karena apa? Karena yang datang ke pasar semakin pintar berhitung. Semakin irit. Mereka memutar uang sebaik-baiknya. Kalau hari ini bisa dihemat, kenapa harus dibelanjakan?

Pajak naik di tengah daya beli yang turun akan menciptakan lingkaran setan. Harga barang naik. Pembeli hilang. Penjualan turun. Produsen mengurangi produksi. Pekerja dirumahkan. Pengangguran naik. Daya beli makin anjlok. Lalu? Pemerintah sendiri akan kesulitan mengejar target penerimaan pajak.

Kalau mau berpikir lebih jernih, ada hal lain yang lebih mendesak. Daya beli harus ditolong dulu. Kalau daya beli naik, roda ekonomi bisa ikut berputar. Pedagang kecil bisa bernapas lega. Konsumen bisa kembali belanja dengan tenang. Penjualan naik, produksi ikut meningkat. Dari situ, penerimaan pajak juga akan naik dengan sendirinya.

Solusinya mungkin sudah ada. Tapi harus berani dijalankan. Beri stimulus bagi masyarakat kelas bawah. Jangan sekadar bantuan sekali dua kali, tapi program berkelanjutan yang benar-benar bisa mengangkat mereka. Subsidi yang tepat sasaran. Misalnya, bantuan pangan murah atau pengurangan biaya listrik untuk golongan kecil.

Di sisi lain, beri ruang untuk UMKM tumbuh. Bebaskan mereka dari pajak tambahan sementara. Jangan sampai mereka mati di tengah jalan hanya karena dikejar-kejar aturan yang tidak berpihak. Karena UMKM adalah nyawa ekonomi kita. Mereka yang menyerap tenaga kerja paling banyak. Mereka yang paling cepat bergerak di saat krisis.

Pemerintah juga harus lebih serius mengendalikan harga. Jangan sampai inflasi terus melambung tanpa kendali. Harga-harga bahan pokok harus dijaga. Kalau perlu, lakukan intervensi pasar. Jangan biarkan rakyat kecil jadi korban dari kebijakan yang hanya melihat angka di atas kertas.

Kebijakan pajak itu penting. Negara butuh uang. Tapi jangan sampai kebijakan ini justru membebani mereka yang paling tidak mampu. Pajak itu harus adil. Harus bisa membuat rakyat merasa ringan, bukan justru tambah sesak napas.

Kehidupan itu bukan sekadar teori ekonomi. Kehidupan itu nyata. Kehidupan itu seperti ibu-ibu yang pagi-pagi sudah di pasar, tapi akhirnya pulang dengan kantong lebih ringan dari biasanya. Kehidupan itu seperti pedagang kecil yang duduk lama di gerobaknya, berharap ada satu-dua pembeli yang mampir. Kehidupan itu soal bagaimana kita bisa bertahan di tengah kondisi yang semakin berat.

Kalau mau pajak naik, pastikan rakyat punya napas dulu. Pastikan mereka bisa belanja. Karena dari situ ekonomi akan hidup. Kalau ekonomi hidup, pajak akan datang sendiri. Tidak perlu dipaksakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun