Perjalanan menuju Gorontalo selalu menyimpan cerita. Kota ini kecil, tenang, tetapi penuh dengan energi muda yang tak pernah padam. Saya datang untuk sebuah tugas penting: menjadi asesor kompetensi BNSP bagi anak-anak muda yang siap menyongsong masa depan.
30 November hingga 1 Desember 2024, aula besar itu dipenuhi semangat. Pesertanya adalah mahasiswa-mahasiswa dari Universitas Negeri Gorontalo, IAIN, dan Universitas Gorontalo serta lainnya. Mereka bukan mahasiswa biasa. Mereka adalah bagian dari "Generasi Baru Indonesia," generasi emas 2045.
Mereka datang bukan hanya untuk diuji, tetapi untuk membuktikan diri. Menguji diri, sejatinya, bukan sekadar soal mendapatkan sertifikat. Ini adalah soal keberanian. Berani menjadi lebih baik.
Saya duduk di meja asesor bersama tim lain. Lembar-lembar soal dan studi kasus sudah siap. Begitu juga daftar pertanyaan yang akan kami ajukan. Namun, yang tidak pernah siap adalah kejutan dari peserta.
Hari pertama ujian, seorang peserta perempuan dari IAIN membuat saya tercengang. Ia menjelaskan analisis data dengan sangat tenang, seolah-olah ini adalah hal yang ia lakukan setiap hari.
"Pak, sebenarnya ini bisa diselesaikan lebih cepat kalau kita optimalkan algoritmanya," ujarnya sambil tersenyum. Saya hanya bisa mengangguk. Anak muda ini tahu persis apa yang ia bicarakan.
Hari kedua, seorang mahasiswa dari Universitas Gorontalo menarik perhatian saya. Dia sedikit gugup di awal, tetapi begitu mulai bicara, semua berubah. Ia menjelaskan langkah-langkahnya seperti seorang profesional yang sudah bekerja bertahun-tahun.
"Data itu seperti puzzle, Pak. Kalau salah satu bagian hilang, kita tak akan pernah mendapatkan gambar utuhnya," katanya. Sebuah analogi sederhana yang penuh makna.