Mohon tunggu...
Moeh Zainal Khairul
Moeh Zainal Khairul Mohon Tunggu... Konsultan - Penjelajah

Tenaga Ahli Pendamping UKM Dinas Koperasi dan UKM Kota Makassar 2022 dan 2023 Coach Trainer Copywriting LPK Magau Jaya Digital

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Beban PPN 12 % di Depan Mata Konsumen dan Pelaku Usaha

19 November 2024   04:53 Diperbarui: 19 November 2024   05:00 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen kembali memantik perdebatan. Para pelaku usaha di sektor manufaktur dan ritel angkat bicara, meminta kebijakan ini ditunda.

Sebagai pengamat ekonomi, saya memahami kegelisahan mereka. Perekonomian baru saja mulai bernapas setelah pandemi, kini harus dihadapkan pada kebijakan yang dianggap bisa memperberat beban.

Kebijakan ini direncanakan mulai berlaku Januari 2025. Namun, ancaman terhadap daya beli masyarakat sudah mulai terasa sejak wacana kenaikan diumumkan.

Salah satu asosiasi, Apindo (Asosiasi Pengusaha Indonesia), dengan tegas menyebut kebijakan ini perlu dievaluasi. Apalagi, ekonomi belum sepenuhnya stabil, khususnya sektor ritel.

Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) juga menyuarakan hal serupa. Mereka khawatir daya beli masyarakat akan semakin melemah.

Tidak hanya ritel, sektor manufaktur pun merasakan ancaman. Kenaikan PPN akan memengaruhi harga barang yang pada akhirnya berdampak pada penjualan.

Ketua Umum Asosiasi Industri Minuman Ringan Indonesia (Asrim) bahkan memprediksi lonjakan harga produk minuman. Beban pajak tentu akan berpindah ke konsumen.

Saya bisa membayangkan dampaknya. Harga minuman ringan yang naik Rp 500 hingga Rp 1.000 bisa mengubah kebiasaan konsumsi masyarakat.

Kebijakan pajak memang selalu menjadi dilema. Di satu sisi, negara membutuhkan pendapatan tambahan. Di sisi lain, dampaknya terhadap ekonomi tidak bisa diabaikan.

Peningkatan tarif PPN ini memang bagian dari Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Namun, situasi ekonomi harus menjadi pertimbangan utama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun