Mohon tunggu...
Moeh Zainal Khairul
Moeh Zainal Khairul Mohon Tunggu... Konsultan - Penjelajah

Tenaga Ahli Pendamping UKM Dinas Koperasi dan UKM Kota Makassar 2022 dan 2023 Coach Trainer Copywriting LPK Magau Jaya Digital

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pendidikan Indonesia di Persimpangan Jalan

30 September 2017   13:03 Diperbarui: 30 September 2017   13:29 2026
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi; http://1.bp.blogspot.com

Pendidikan tanpa kerangka filosofis bagai pohon tanpa akar, akan rapuh karena tak memiliki fondasi yang kuat. Seperti itulah kondisi pendidikan nasional sampai saat ini. Kodrat manusia yang sadar potensi , sadar realitas dan sadar perubahan menjadi suara minoritas dalam ruang pendidikan.

Peserta didik sebagai "produk" pendidikan diarahkan sekedar memenuhi kebutuhan pasar. Paradigma yang ditanamkan pada peserta didik maupun mahasiswa tak lebih sekedar investasi ekonomi belaka. Investasi dalam istilah ekonomi pada prinsipnya berkaitan dengan akumulasi suatu bentuk aktiva dengan suatu harapan mendapatkan keuntungan di masa depan yang juga sama relevansinya dengan penanaman modal.

Kaum intelektual mutakhir justru repot untuk menjadi pns, mengurus proyek atau sekedar mencari jabatan. Bahkan tak jarang kenaikan tingkat gelar kesarjanaan baik S1,S2,S3 sekedar berorientasi pada peningkatan ekonomi, jabatan, bahkan tak jarang sebagai gengi belaka. Peristiwa terkini menampilkan realitas tersebut. Temuan plagiarisme lulusan doktor UNJ mengemuka. Kasus ini menyeret pejabat Sulawesi Tenggara, termasuk Gubernur Nur Alam.

Lemahnya ruang gerak produksi karya ilmiah kaum intelektual tersebut bisa dilihat dari jumlah anggaran riset. Kepala Bapenas Bambang Brodjonegoro pun mengakui bahwa anggaran pengembangan riset Indoenesia masih belum dapat mendapat perhatian yang memadai. Saat ini anggaran yang disediakan melalui APBN hanya berkisar sekitar 0,1 persen dari PDB.

Inovasi teknologi saya kira merupakan kunci pengembangan kualitas pendidikan Indonesia. Sementara konstruksi kesadaran akademik masih jauh dari 'keakuan' falsafah pendidikan. Ruang dialogis episteme pendidikan terus mengambang dan berpihak pada episteme politik praktis. Jeritan peserta didik, guru, dosen, bahkan pakar-pakar pendidikan seakan teracuhkan dan bertentangan dengan cita-cita luhur founding father pendidikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun