Tabloid Obor Rakyat mendadak ramai dibahas. Broadcast BBM dari seorang politisi pendukung Jokowi – JK yang saya terima, menunjukkan ada pergerakan mengangkat kembali persoalan Obor Rakyat. Bukan “Ada Gula, Ada Semut” tapi “Ada Semut, Ada Gula”. Ada semut-semut yang meramaikan, berarti ada gula-gula yang dikejar.
Terbit Saat Jokowi Belum Ada Lawan
Sebetulnya persoalan Tabloid Obor Rakyat sudah menjadi sorotan sejak awal Mei 2014. PDIP protes dengan alasan masyarakat resah terhadap peredaran koran kuning bernama Tabloid Obor Rakyat. Awalnya, isu ini tidak terlalu mencolok karena PDIP tak bisa memanfaatkan isu Obor Rakyat untuk menyerang lawannya.
Kenapa? Karena pada awal Mei, Jokowi – JK belum ada lawan. Awal Mei, Prabowo belum dapat Koalisi absah. Awal Mei, Hatta Rajasa belum jelas nasibnya. Awal Mei, Aburizal Bakrie masih akan maju Capres. Awal Mei, Demokrat masih berpeluang koalisi dengan Golkar membentuk poros ketiga.
Sejak awal Mei, PDIP menggoyang isu Tabloid Obor Rakyat tak ada hasil, karena memag belum bisa ditudingkan pada lawan yang jelas. Kondisi berubah pada akhir Mei dan awal Juni, ketika Prabowo – Hatta sudah absah Koalisi dan Poros Ketiga (Golkar – Demokrat) batal dibentuk. Media-media pendukung PDIP menggenjot lagi kasus Tabloid Obor Rakyat, sasarannya tentu saja menuduh Prabowo – Hatta sebagai pelakunya.
Lihat berita ini :
Merdeka.Com : Ini Jurnalis Di Belakang Kampanye Hitam Tabloid Obor Rakyat
http://www.merdeka.com/politik/ini-jurnalis-di-belakang-kampanye-hitam-tabloid-obor-rakyat.html
Pemberitaan itu jelas upaya timses Jokowi – JK mengarahkan Tabloid Obor Rakyat dioperasikan oleh timses Prabowo – Hatta.
Berikut saya lampirkan dokumen muka Tabloid Obor Rakyat yang saya dapat dari Setiyardi, pengelola media tersebut.
[caption id="attachment_328949" align="aligncenter" width="334" caption="Obor Rakyat Edisi I (5 - 11 Mei 2014)"][/caption]
[caption id="attachment_328950" align="aligncenter" width="333" caption="Obor Rakyat Edisi II (11 - 18 Mei 2014)"]
[caption id="attachment_328951" align="aligncenter" width="332" caption="Obor Rakyat Edisi III (19 - 25 Mei 2014)"]
Sayang, Setiyardi hanya bersedia memberikan 3 edisi pertama Obor Rakyat. Obor Rakyat Edisi I terbit pada 5 – 11 Mei 2014. Obor Rakyat Edisi II terbit pada 12 – 18 Mei 2014. Obor Rakyat Edisi III terbit pada 19 – 26 Mei 2014. Setiap edisi Obor Rakyat terdiri dari 16 halaman.
Dari timeline penerbitan Obor Rakyat bisa terlihat bahwa pembuat koran kuning ini bisa berasal dari mana saja. Seperti saya tulis dalam artikel saya sebelumnya, Kalau Jokowi Dilukai, Bukan Berarti Prabowo Pelakunya bit.ly/1nxUMWx
Bukan Kampanye Hitam, Tapi Negative Campaign
Kalau kita tinjau dari isi koran kuning bernama Tabloid Obor Rakyat itu, sebetulnya itu tidak tergolong Kampanye Hitam. Lebih cocok menyebut Tabloid Obor Rakyat sebagai aksi Negative Campaign dari pelakunya kepada Jokowi. Kampanye Hitam menggunakan material yang tidak ada landasan faktanya, sedangkan Negative Campaign memakai material yang faktual.
Pengelola Obor Rakyat, Setiyardi mengatakan Obor Rakyat menggunakan sumber dokumen, wawancara dan informasi social media.
Nanti di artikel lain akan saya paparkan detail setiap halaman dari Tabloid Obor Rakyat di 3 edisi yang saya peroleh.
Mungkin karena penulis dan pengelolanya, keduanya jebolan Majalah TEMPO, sehingga mereka hati-hati dalam menulis. Sebuah kabar yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, tidak disebut fakta oleh Obor Rakyat. Sebetulnya dari kaidah jurnalistik, penulisan di setiap artikel masih fair, karena ada konfirmasi. Malah sejumlah artikel di Obor Rakyat juga menyuarakan sebagaimana posisi PDIP dan Megawati. Namun tendensi dominan Obor Rakyat memang menyerang Jokowi.
Memang ada beberapa kejanggalan kecil, seperti protes salah seorang kolumnisnya Gun Gun Heriyanto karena tak diberitahu nama tabloid yang akan mempublikasi tulisannya. Lalu seluruh isi Obor Rakyat hanya mengulas soal Jokowi dan PDIP dari sisi positif dan negatif. Kemudian juga alamat redaksi palsu. Namun kejanggalan itu tidak serta merta menjadikan Obor Rakyat sebagai media Kampanye Hitam. Apabila sudah melihat konten tulisan, data yang digunakan, sumber datanya, Obor Rakyat adalah sebuah media untuk Negative Campaign.
Bahwa Obor Rakyat sebuah media untuk menyerang Jokowi, itu jelas, tapi bukan berarti ia tidak boleh ada. Apa bedanya dengan Metro TV, Kompas, Jawa Pos yang selalu memoles berita Jokowi – JK dan menjatuhkan Prabowo – Hatta?
Lagipula, saya yakin media semacam Obor Rakyat saat ini banyak beredar dimana-mana, baik yang menjelekkan Jokowi – JK maupun Prabowo – Hatta. Bukankah itu memang karakter pada era Pemilu, baik Pileg maupun Pilpres?
Survey Jokowi – JK Stagnan
Lalu kenapa Jokowi – JK gencar mempermasalahkan kembali Obor Rakyat? Berkaitankah dengan hasil survey Jokowi – JK yang stagnan baru-baru ini?
Lihat referensi berita ini :
Elektabilitas Jokowi Melorot, Pengamat : Itu Wajar Tapi Susah Naik Lagi
JK Dinilai Sumbat Elektabilitas Jokowi
http://nasional.kompas.com/read/2014/06/05/1745001/JK.Dinilai.Sumbat.Elektabilitas.Jokowi
Faktanya, Obor Rakyat terbit perdana pada awal Mei 2014 sebelum ada kejelasan soal poros kedua dan ketiga. Faktanya, PDIP sudah merespon isu Obor Rakyat sejak awal Mei tanpa mengarahkan ke pihak tertentu, karena memang saat itu tak ada lawan. Faktanya, hasil survey menunjukkan Jokowi – JK stagnan. Faktanya, saat survey Jokowi – JK stagnan, mendadak ramai lagi isu Obor Rakyat.
Melihat fakta-fakta tersebut, kelihatannya Jokowi – JK memanfaatkan isu Obor Rakyat untuk mendongkrak kembali survey.
Merebut Masjid
Selain itu, terdapat kekhawatiran cukup besar dari Timses Jokowi – JK terhadap momentum Piala Dunia dan Puasa. Seperti saya ulas dalam tulisan ini : Piala Dunia dan Puasa, Kunci Kemenangan Prabowo – Hatta bit.ly/1inWjLz.
Ada ketakutan dari Timses Jokowi – JK terhadap momentum Puasa. Faktanya, Prabowo – Hatta berhasil membentuk Koalisi Parpol Islam ditambah dengan dukungan NU. Wajar jika Jokowi – JK mengkhawatirkan adanya pemanfaatan jejaring Mesjid sebagai sarana Prabowo – Hatta memperkuat dukungan.
Seperti juga terlihat dari heboh imbauan PDIP agar kader-kadernya memantau masjid.
[caption id="attachment_328952" align="aligncenter" width="358" caption="Sumber : Akun Twitter @news_pdip"]
Akun @news_pdip yang mengimbau kader-kadernya pantau masjid, kini ditutup karena dihujat publik. Fakta adanya imbauan pantau masjid dari PDIP jelas menunjukkan kekhawatiran Jokowi – JK terhadap momentum Puasa.
Faktanya, Jokowi – JK yang sedikit menjaring parpol dan ormas Islam, sehingga kekurangan kemampuan infiltrasi melalui masjid. Prabowo – Hatta yang didukung mayoritas parpol dan ormas Islam memiliki keunggulan pada jaringan masjid. Harus diakui, Pilpres yang bersamaan dengan momentum Puasa akan sangat menguntungkan Prabowo – Hatta.
Saya lihat, sangat wajar apabila Jokowi – JK mengkhawatirkan itu dan perlu menyerang basis kekuatan masjid yang ada di belakang Prabowo – Hatta. Saya kira, isu Obor Rakyat yang begitu digencarkan oleh PDIP dan Jokowi – JK hanyalah sebuah manuver menyerang basis masjid yang menjadi keunggulan Prabowo – Hatta.
Saat ini, ada 2 kunci kekuatan Prabowo – Hatta :
1)Momentum Piala Dunia
2)Momentum Puasa
Metro TV sudah gencar sekali mengimbau agar momentum Piala Dunia jangan dipolitisasi. Tentu saja tujuannya menghadang kekuatan Prabowo – Hatta pada momentum Piala Dunia.
Kasus imbauan @news_pdip pantau masjid dan Obor Rakyat digenjot untuk menghadang jaringan masjid Prabowo – Hatta.
Menyerang Istana
Jokowi – JK juga tampaknya ingin menggiring isu Obor Rakyat untuk menyerang Istana dengan memanfaatkan profil pengelola tabloid tersebut. Pernyataan Darmawan Sepriyossa, penulis Obor Rakyat, pengelola Obor Rakyat adalah Setiyardi. Setiyardi adalah Komisaris PTPN XIII, sebuah BUMN perkebunan. Setiyardi juga menjabat sebagai Asisten Staff Khusus Presiden, Andi Arief.
Lihat referensi berita ini :
Orang Istana Disebut Di Balik Obor Rakyat
Darmawan : Setiyardi Komisaris PTPN XIII, Pengelola Obor Rakyat
http://www.merdeka.com/politik/darmawan-setyardi-komisaris-ptpn-xiii-pengelola-obor-rakyat.html
Setiyardi : Saya Asisten Staf Khusus Presiden
Namun menurut penjelasan Setiyardi, Obor Rakyat merupakan aksi pribadi yang tidak terkait agenda politik Istana. Setiyardi mengatakan, operasional Obor Rakyat menggunakan dana pribadi, meski ini perlu dipertanyakan lebih lanjut. Seperti diungkap juga oleh Darmawan Sepriyossa, bahwa ia dan Setiyardi memang secara ideologis berseberangan dengan Jokowi sejak lama.
Lihat referensi berita ini :
Tentang Obor Rakyat dan Saya
http://nasional.inilah.com/read/detail/2109274/tentang-obor-rakyat-dan-saya#.U5vfXvmSySr
Pengakuan Darmawan Sepriyossa tersebut menyingkap motif di balik terbitnya Obor Rakyat. Namun demikian, Jokowi – JK bersikeras kalau di belakang Obor Rakyat ada pihak Istana.
Lihat referensi berita ini :
Jubir Jokowi – JK Menduga Istana Terlibat Tabloid Obor Rakyat
Lalu kenapa PDIP dan timses Jokowi – JK begitu gencar mengaitkan isu Obor Rakyat dengan Istana? Padahal faktanya, Obor Rakyat bukanlah Kampanye Hitam seperti digembar-gemborkan Jokowi – JK, melainkan Negative Campaign. Dan Negative Campaign itu tidak dilarang, jadi sebetulnya tak ada masalah substansial pada Obor Rakyat.
Serupa pada kasus Babinsa, PDIP dan timses Jokowi – JK juga berakhir dengan menuding Istana berada di balik kasus Babinsa. Upaya PDIP dan Jokowi mengarahkan Babinsa ke Istana terjadi setelah menguatnya indikasi kasus Babinsa direkayasa oleh Jenderal-Jenderal di belakang Jokowi – JK.
Tentu menimbulkan pertanyaan, kenapa Jokowi – JK gencar menyerang Istana mulai dari Babinsa hingga Obor Rakyat?
Seperti pernah saya ulas sebelumnya, Koalisi Prabowo – Hatta menggaet 49% suara, Koalisi Jokowi – JK menggaet 41% suara. Partai Demokrat dan SBY menjadi Kuda Biru (bukan Kuda Hitam) untuk menggenapi kedua kubu berada di atas 50%.
Sejak jauh-jauh hari, PDIP mendesak agar Partai Demokrat bersikap netral.
Lihat referensi berita ini :
PDIP Berharap Demokrat Bersikap Netral
http://pemilu.sindonews.com/read/865404/113/pdip-berharap-demokrat-bersikap-netral
Tentunya, karena PDIP sangat membutuhkan kehadiran Partai Demokrat agar bisa memenangkan Pilpres. Apalagi, survey menunjukkan stagnansi Jokowi – JK akibat berpasangan dengan JK. Demokrat memegang peranan penting dalam menentukan kemenangan Jokowi – JK.
Sementara kunci kemenangan Jokowi – JK di tengah survey yang stagnan hanya tersisa satu : Dukungan Partai Demokrat.
Untuk itu, Jokowi – JK begitu menggenjot dan mencolek Istana terkait imbauan SBY soal netralitas Negara di Pilpres 2014. Ada dua sasaran serangan Jokowi – JK ke Istana terkini :
1)Demokrat tetap netral.
2)Demokrat mendukung Jokowi – JK.
Kelihatannya, Jokowi – JK hendak mengunci Partai Demokrat dengan mendesak kenetralan Istana. Bagi Jokowi – JK, lebih baik Demokrat bersikap Netral ketimbang secara resmi memberikan dukungan ke Prabowo – Hatta. Cara yang dipakai Jokowi – JK adalah menyerang SBY dan Istana agar pertahankan kenetralan pemerintah.
Mari kita simak kelanjutannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H