"Antara Keyakinan dan Praktik: Peran Agama dalam Penentuan Tanggal Pernikahan di Desa Seneporejo"
Â
Â
Pendahuluan
Pernikahan dalam pandangan islam tidak hanya dilihat dari aspek legalitas, tetapi juga dari segi spiritual dan sosial. Dalam hal ini, banyak masyarakat yang percaya bahwa memilih hari baik untuk menikah dapat mempengaruhi keberlangsungan rumah tangga mereka. Keyakinan ini sering kali berakar pada tradisi local yang telah ada sejak lama, di mana masyarakat mempercayai adanya hari hari tertentu yang membawa keberuntungan atau sebaliknya, Nasib buruk. Hal ini menciptakan ketegangan antara keyakinan agama dan praktik bdaya, di mana masyarakat berusaha mencari keseimbangan antara keduanya. Di Desa Seneporejo, sebagian masyarakat masih mempercayai akan hal tersebut. Dalam monteks masyarakat Indonesia, pernikahan b ukan hanya sekedar ikatan antara dua individu, tetapi juga merupakan peristiwa sosial yang sarat dengan nilai  nilai agama dan budaya. Di Desa Seneporejo, penentuan tanggal pernikahan sering kali melibatkan pertimbangan keyakinan agama dan praktik budaya local. Agama berperan penting dalam menentukan waktu yang dianggap baik untuk melangsungkan pernikahan, di mana tradisi dan kepercayaan masyarakat berinteraksi dengan ajaran agama yang dianut. Melalui pengaruh agama, masyarakat menemukan panduan spiritual untuk memilih waktu yang tepat untuk melangsungkan pernikahan. Sementara itu, nilai-nilai sosial memastikan bahwa proses tersebut dilakukan dengan cara yang menghormati tradisi dan norma setempat. Dengan demikian, praktik ini tidak hanya menjadi sebuah ritual ibadah tetapi juga sarana untuk memperkuat solidaritas sosial dalam komunitas serta menjaga kelangsungan tradisi budaya yang kaya di Desa Seneporejo.
Metode Penelitian
Metode penelitian ini melibatkan pendekatan kualitatif etnografi dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara, observasi partisipatif, serta menggunakan triangulasi data untuk memastikan kevalidasan hasil penelitian. Pendekatan kualitatif dipilih karena penelitian ini bertujuan untuk memahami makna dan pengalaman subjektif masyarakat terkait dengan praktik pernikahan. Dengan pendekatan ini, peneliti dapat menggali informasi yang lebih mendalam mengenai pandangan, keyakinan, dan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat.
Pembahasan
- Dalam islam, pernikahan dianggap sebagai ibadah yang sangat penting dan dapat dilakukan kapan saja, karena semua hari dianggap baik. Hal ini berdasarkan pada niat dan tujuan baik dari kedua pasangan yang ingin menikah. Akan tetapi, bagi sebagian besar masyarakat masih mewajibkan perhitungan jawa dalam menetapkan hari pernikahan, yang utama dengan adanya pertemuan weton antara kedua calon mempelai, yang kemudian dijadikan acuan dasar perhitungan penetuan hari pernikahan. Dengan dasar arah rumah orangtua antara kedua mempelai juga dianggap baik, walau banyak yang tidak percaya dengan hal ini, tetapi bagi orang orang yang faham dan yang meyakininya hal ini masih berlaku. Akan tetapi, bagi masyarakat yang tidak percaya dengan adanya perhitungan jawa tersebut mereka lebih memilih untuk bertanya kepada guru atau ulama yang fasik. Bahayanya lagi bagi mereka yang faham dan percaya tetapi pura pura tidak tahu sehingga melanggar perhitungan jawa yang dilarang, karena sesuatu yang diyakini mengakibatkan keburukan tetapi kita melanggar bukankah sama dengan doa yang buruk bagi kita sendiri? Naudzubillah. Tradisi local di Desa Seneporejo juga berperan dalam penentuan hari pernikahan. Beberapa keluarga menghindari bulan Muharram untuk menikah karena pada bulan itu Rasulallah seedang berduka atas wafatnya hasan husein ( cucu Nabi Muhammad), maka dari itu di bulan Muharram diharamkan untuk melakukan pernikahan. Pengaruh ajaran agama islam terhadap penentuan hari pernikahan di Desa Seneporejo sangat signifikan meskipun terhadap pengaruh tradisi lokal yang kuat. Ajaran islam menekankan bahwa semua hari adalah hari baik untuk melangsungkan pernikahan asalkan dilakukan dengan niat yang tulus dan mengikuti prinsip prinsip syariat. Masyarakat Desa Seneporejo cenderung menggabungkan ajaran agama dengan praktik budaya lokal dalam menentukan hari pernikahan mereka. Hal ini mencerminkan interaksi antara antara nilai nilai agama dan budaya yang telah ada selama bertahun tahun. Dalam menghadapi tantangan modernisasi dan perubahan sosial, penting bagi masyarakat untuk terus menjaga keseimbangan antara mengikuti ajaran agama dan melestarikan tradisi budaya mereka. Begitu juga dengan hal hal tabu yang ada bakalan bisa tersingkirkan, seperti contoh pernikahan dengan tidak adanya ruwat pada kedua pengantin. Dengan demikian, acara pernikahan tidak hanya menjadi momen Bahagia tetapi juga sarana untuk memperkuat ikatan sosial serta elestarikan warisan budaya di tengah dinamika zaman yang terus berubah. Meskipun ajaran islam menyatakan bahwa semua hari adalah hari baik, banyak masyarakat masih memperhatikan faktor faktor tradisional dan kultural dalam menentukan waktu pelaksanaan pernikahan.
- Desa Seneporejo terletak di wilayah yang kaya akan tradisi dan budaya. Yang mana masyarakatnya mayoritas beragama islam dan sangat menghargai nilai nilai keagamaan dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam pelaksaan pernikahan. Dalam budaya jawa, pernikahan bukan hanya sekadar ikatan hukum, tetapi juga merupakan upaya yang sarat dengan makna spiritual dan sosial. Tradisi pernikahan di Desa Seneporejo melibatkan serangkaian prosesi yang Panjang dan kompleks. Setiap tahap memilik makna tersendiri yang berkaitan dengan nilai nilai keagamaan dan budaya local. Masyarakat percaya bahwa pernikahan yang dilaksanakan dengan baik akan membawa berkah bagi pasangan pengantin. Meskipun masyarakat Desa Seneporejo sangat menghargai tradisi dan ajaran agama dalam menentukan hari pernikahan, terdapat beberapa tantangan yang dihapai mulai dari modernisasi dan perubahan sosial yang seringkali mempengaruhi cara pandang fgenerasi muda terhadap tradisi. Beberapa generasi muda mungkin lebih memilih pendekatan praktis tanpa mempertimbangkan aspek aspek spiritual atau tradisional dalam menentukan waktu pernikahan. Melalui pemahaman mendalam tentang interpretasi hari hari tertentu dalam konteks keagamaan unttuk pelaksanaan pernikahan di Desa Seneporejo, kita dapat melihat bagaimana masyarakat berusaha menjaga keseimbangan antara mengikuti ajaran agama dan melestarikan tradisi budaya mereka sendiri. Ini adalah contoh nyata bagaimana nilai nilai spiritual dapat beriteraksi dengan praktik budaya sehari hari, menciptakan harmoni dalam kehidupan sosial masyarakat desa tersebut. Selain itu, orang tua yang umurnya masi cukup dibilang muda bertanya kepada orang tua yang lebih faham dengan agama dan perhitungan jawa , sebenarnya perhitungan jawa itu bukan para sesepuh yang menciptakan perhitungan jawa akan tetapi para ulama terdahulu yang menggunakan konteks syariat. Misal, pernikahannya hari jumat itu melaksanakan ijab qobul missal pagi sekalian pagi dan kalau sore sekalian sore.
- Kesimpulan
- Dari keterangan diatas dapat ditarik kesimpulan, bahwa di Desa Seneporejo, terdapat beberapa perbedaan dalam melaksanakan pernikahan antara umat Hindu dan umat Islam, yang mana masing masing agama memiliki adat, ritual, dan waktu yang berbeda dianggap sakral. Misalnya, dalam budaya Hindu, penentuan waktu pernikahan sangat diperhatikan dan harus sesuai dengan hitungan astrologi, sedangkan dalam tradisi Islam, ada ketentuan syariat yang harus diikuti. Keberadaan organisasi keagamaan seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah di sekitar Banyuwangi dapat memicu konflik. Perbedaan pandangan mengenai ritual keagamaan dan penentuan hari raya dapat menyebabkan ketegangan antar komunitas. Misalnya, perbedaan dalam merayakan Idul Fitri dan Idul Adha serta ritual tahlilan dapat menciptakan ketidakpuasan di antara pengikut kedua organisasi tersebut. Konflik juga muncul dari kepentingan politik lokal, seperti dalam pemilihan kepala desa atau pemimpin masyarakat. Ketegangan ini sering kali berhubungan dengan dukungan terhadap calon tertentu yang mungkin memiliki afiliasi keagamaan tertentu. Hal ini dapat memperburuk bhubungan antar kelompok dalam masyarakat, terutama jika ada perebutan tempat ibadah atau pengaruh dalam keputusan keputusan sosial. Masalah lain yang relevan adalah fenomena pernikahan dini, yang seringkali dipicu oleh faktor sosial-ekonomi dan pendidikan rendah. Penyuluh agama berperan penting dalam menangani isu ini, namun sering kali terdapat resistensi dari masyarakat terhadap intervensi tersebut. Konflik konflik ini menunjukkan kompleksitas interaksi antara agama, budaya, dan nilai nilai sosial di Desa Seneporejo. Penentuan hari pernikahan tidak hanya melibatkan aspek spiritual tetapi juga mempertimbangkan dinamika sosial dan politik yang ada di masyarakat tersebut. Resolusi konflik melalui dialog antaragama dan kegiatan sosial menjadi penting untuk menjaga keharmonisan di tengah keberagaman yang ada. Secara keseluruhan, konflik antara ibadah dan nilai sosial dalam menentukan hari pernikahan di Desa Seneporejo mencerminkan dinamika yang kompleks antara agama dan budaya. Masyarakat berusaha untuk menjaga keseimbangan antara mengikuti ajaran agama dan mempertahankantradisi l;okal, sehingga setiap pernikahan tidak hanya menjadi momen sakral secara spiritual tetapi juga sebagai refleksi identitas budaya mereka. Penyelesaian konflik ini memerlukan keterlibatan aktif dari semua pihak untuk menciptakan harmoni dalam pelaksanaan ritual pernikahan yang sesuai dengan nilai nilai yang diyakini oleh masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H