Mohon tunggu...
Ratri Puspita
Ratri Puspita Mohon Tunggu... Freelancer - Lifelong learner, Volunteer with Heart, Passionate about writing and blogging, Addicted to books,

@ratweezia, gowritingyo@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guru Harus Ma(mp)u Menulis

22 November 2014   00:50 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:11 467
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Kira-kira sebulan lalu, pada seminar kebahasaan, saya duduk bersebelahan dengan seorang ibu. Posisi duduk kami hanya terpisah satu kursi kosong saja. Maklum, badan saya besar sehingga tidak sanggup rasanya bila harus berdesak-desakan. Untunglah, kebiasaan duduk di deretan terdepan membawa keuntungan tersendiri. Deretan terdepan hanya dihuni oleh saya dan ibu tersebut. Walhasil, saya tidak perlu bergeser dan bersempit-sempit ria hingga acara selesai.

Sembari menunggu dimulainya acara, kami menyibukkan diri dengan aktifitas individual: ambil foto-foto, mengetik pesan singkat di handphone, hingga clingak-clinguk mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan yang perlahan meramai. Ketika bosan mulai marayapi diri, masing-masing baru tersadar bahwa di sebelahnya terdapat sesosok makhluk hidup. Obrolan basa-basi pun menguar, sekadar untuk melumerkan kebekuan. Daripada tidak ngobrol sama sekali, iya, kan? Dan tetiba saja, ibu tersebut bertanya apakah saya pernah bikin buku.

“Sudah, tapi antologi,” jawab saya malu-malu.

Agar pertanyaan jadi berimbang, saya pun balik bertanya.

“Ibu sudah pernah?”

Jawaban ibu tersebut membuat saya kagum. Beliau telah menerbitkan buku. Siapakah beliau ini? Mau tahu apa profesinya?

GURU.

---

Pertemuan tersebut merupakan kali kedua saya bersua dengan penulis yang memiliki profesi resmi sebagai guru. Sebelumnya, saya berada dalam satu forum bedah buku karya seorang guru bulan September lalu.

Dua orang guru profesional,

Aktifitas sehari-hari mengajar

Sudah pernah menerbitkan buku.

Keren bingit! *mencuplik bahasa anak muda*

---

Guru yang bergiat di bidang kepenulisan tentu bukan hanya ibu atau bapak guru tersebut. Saya yakin, di antara sekian banyak penduduk Indonesia yang berprofesi sebagai guru atau tenaga pendidik atau pengajar, banyak yang telah menulis dan memublikasikan karyanya. Satu judul buku yang mengingatkan saya akan karya para guru adalah Oase Pendidikan di Indonesia-Kisah Inspriratif Para Pendidik. Ditulis oleh delapan belas penulis yang tergabung ke dalam Forum Pelita Pendidikan Tanoto Foundation, antologi tersebut berisi suka duka para guru dan penggerak pendidikan selama berinteraksi dengan dunia kependidikan.

Meski terbabar contoh nyata guru yang menulis, ternyata partisipasi guru dalam kegiatan kepenulisan masih dipandang rendah. Mengapa virus menulis tidak bisa menyebar ke seluruh guru? Apa masalah yang tengah dihadapi?

Drs. Marijan, guru SMPN 5 Wates, Kulonprogo, Yogyakarta, mengemukakan bahwa rendahnya minat menulis di kalangan guru disebabkan oleh tujuh hal, yakni:

1.Minimnya pemahaman akan manfaat menulis.

2.Cara pandang yang masih keliru. Menulis hanya untuk memenuhi persyaratan administrasi kenaikan pangkat.

3.Tidak punya waktu untuk menulis karena tanggung jawab profesi yang berat.

4.Rendahnya minat baca.

5.Kurangnya informasi wadah publikasi karya.

6.Belum maraknya lomba menulis.

7.Kurang tertantang.

Teramat disayangkan apabila ketujuh masalah di atas merupakan kenyataan di lapangan. Kalau begitu, perkenankan saya untuk membahasnya satu demi satu agar masalah tidak berlarut-larut dan ditemukan solusinya.

1.Minimnya Pemahaman Akan Manfaat Menulis

Menurut Prof. Dr. Ir. Zulkarnain Lubis, terdapat tiga komponen menulis, yakni tahu, mampu, dan mau. Manfaat menulis dapat diketahui apabila guru mengetahui tujuan menulis untuk apa? Apakah untuk menghasilkan karya? Apakah untuk peningkatan karir? Apakah untuk perbaikan kualitas peserta didik? Dan tujuan-tujuan baik lainnya. Untuk komponen “mampu”, saya rasa semua orang pasti mampu. Namun, untuk komponen “mau”, ini yang musti dikembalikan lagi kepada para guru lagi. Apakah bapak dan ibu guru mau meluangkan waktu untuk menulis? Seperti mengajar murid, menulis pun butuh komitmen agar karya tulis bisa dikerjakan sepenuh hati sehingga hasilnya kelak layak dibaca oleh siapa pun.

Bagi saya, menulis memiliki berjuta manfaat. Dan manfaat menulis didapat justru ketika saya sudah nyemplung di dunia kepenulisan. Apa saja?

a. Sarana Berbagi

Paulo Coello, novelis berkebangsaan Brasil, mengatakan bahwa “Writing means sharing. It's part of the human condition to want to share things-thoughts, ideas, opinions.”

Ilmu, pemikiran, pendapat, ide maupun keahlian yang dimiliki bapak dan ibu guru dapat ditularkan kepada peserta didik dan orang lain melalui tulisan. Iya, sesimpel itu! Anda tidak perlu membuat alat peraga yang bikin kantong kempis. Cukup dengan menulis, bapak dan ibu guru sekalian bisa menyebar ilmu. Publikasikan karya Anda, baik itu karya tulis ilmiah maupun populer ke media seperti jurnal, majalah sekolah, buletin, surat kabar, majalah, tabloid, website edukasi, blog pribadi, hingga diterbitkan dalam bentuk buku cetak. Bila hal itu telah dilakukan, betapa Anda telah sangat berperan dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan dan pelajar di negara ini. Dengan meningkatnya kualitas pendidikan dan para siswa, Indonesia akan menjadi negara besar yang disegani.

b. Karena Peduli

Ibarat seorang pelari estafet, ketika tongkat estafet sampai ke tangan bapak atau ibu guru, selekasnya tongkat itu beralih tangan supaya cepat sampai tujuan. Tongkat estafet laksana ilmu pengetahuan yang telah ditransfer kepada Anda. Dengan menulis, bapak dan ibu guru memberikan ilmu yang telah diperoleh kepada rekan seprofesi, para murid, para orang tua, dan masyarakat yang membutuhkan ilmu yang dimiliki oleh bapak dan ibu guru saat ini.

Menulislah demi kemanusiaan. Menulislah karena bapak dan ibu peduli akanmasa depan generasi bangsa Indonesia. Ilmu bapak dan ibu tidak akan surut hanya karena berbagi, tetapi malah bertambah karena adanya masukan dan diskusi. Kompetensi sebagai guru pun akan meningkat, cakrawala berpikir kian luas, dan makin menguasai ilmu seiring kebiasaan menulis di dalam diri Anda.

c. Menulis Untuk Menginspirasi

Ketika bapak dan ibu guru menulis, lalu karyanya dipublikasikan dan disambut banyak pihak, bukan mustahil akan mengundang rekan seprofesi untuk melakukan hal serupa. Apalagi bila banyak pihak mengapresiasi karya bapak dan ibu guru. Menulislah agar karya bapak dan ibu bisa menginspirasi orang lain, menggugah kesadaran sesama guru lain bahkan murid untuk berbuat sama. Tularkan virus yang bermanfaat. Tumbuhkan iklim akademik di lingkungan mengajar bapak dan ibu guru sekalian.

Buku Oase Pendidikan di Indonesia-Kisah Inspriratif Para Pendidik yang ditulis oleh delapan belas kontributor misalnya. Isinya banyak bercerita tentang lika-liku bergulat di dunia pendidikan. Masing-masing penulis membagi pengalaman mereka menciptakan kegiatan belajar yang kreatif, inovatif, dan berpihak kepada anak didik. Tidak saja menambah pengetahuan akan teknik mengajar, buku tersebut juga menginspirasi. Para penulisnya bisa membentuk jejaring sebagai sarana sharing sekaligus diskusi. Jejaring itu akan meluas, menguat, dan antar anggotanya bisa bertukar ilmu sekaligus pengalaman.

d. Menulis Untuk Mencerahkan

Kata “guru” di dalam Bahasa Jawa bisa diartikan sebagai sosok yang diguGU lan ditiRU. Profesi guru dan kompetensi pedagogi menjadi modal membuat tulisan yang mencerahkan hidup orang lain. Bapak dan ibu guru bisa membuat tulisan berdasar hasil penelitian tentang manfaat sampah bagi peningkatan pendapatan keluarga, penelitian akan khaziat buah-buah tertentu, atau penelitian pembuatan prototipe alat tepat guna. Tulisan bisa dibaca oleh siswa, guru, hingga masyarakat umum. Selain menjadi tulisan, hasil penelitian bisa diaplikasikan ke dalam kehidupan.

e. Menulis Untuk Membebaskan

Nama Ki Hajar Dewantoro tetap dikenang karena dua hal: sebagai Bapak Pendidikan dan tulisan beliau. Semasa hidupnya, Ki Hajar Dewantara pernah bekerja sebagai jurnalis di tiga surat kabar: De Express, Utusan Hindia, dan Kaum Muda. Menggunakan kepiawaiannya merangkai kalimat, Ki Hajar Dewantara mampu mengobarkan semangat antikolonialisme kepada seluruh rakyat Indonesia. Tulisannya yang terkenal berjudul Als Ik een Nederlander yang berisi sentilan kepada orang Belanda. Rakyat Indonesia tergugah kemudian berani berjuang mengusir penjajah. Indonesia pun terbebas dari belenggu penjajahan. Merdeka. Dengan menulis, kita bisa membebaskan diri kita dan orang-orang di sekitar kita dari penjajahan dalam bentuk apa pun yang menyebabkan kebodohan, ketertinggalan, kemelaratan, dan penipuan.

f. Menulis Sebagai Brand

Apa yang ingin orang lain pikirkan tentang diri Anda? Tentunya Anda ingin dikenal sebagai sosok yang istimewa di mata orang lain, sejawat utamanya. Dengan menulis, dengan prestasi yang Anda miliki, dengan kompetensi di luar profesi Anda sebagai guru, Anda bisa membangun image positif.

Keuntungannya? Pertama, Anda akan dikenal sebagai sosok guru yang keren dan hal itu akan meningkatkan nilai jual Anda di masyarakat. Kedua, karir keguruan meningkat seiring dikenalnya brand Anda. Bapak dan ibu guru sekalian bisa diundang sebagai pembicara seminar/pelatihan/workshop, dihire menjadi guru les, diundang ke acara televisi sebagai nara sumber, diundang jadi pembedah buku, sampai mendapat kesempatan belajar melalui program beasiswa prestasi. Lebih dari itu, bapak dan ibu guru pun akan dipandang sebagai sosok guru profesional yang mumpuni di bidangnya.

2. Cara Pandang yang Keliru

Kewajiban guru menulis diatur di dalam UU No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen dan Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No. 16 tahun 2009. Peraturan tersebut mensyaratkan guru untuk menghasilkan karya tulis ilmiah untuk kelengkapan administrasi kenaikan pangkat dan golongan mulai dari golongan III/b ke atas.

Kedua peraturan tersebut kemudian memaksa guru untuk menulis ilmiah. Bagaimana dengan hasilnya bila menulis saja dilakukan secara terpaksa? Jangan-jangan kewajiban itu dianggap sebagai mimpi buruk di siang bolong. Mari dibandingkan bila bapak atau ibu guru melakukannya secara sadar, punya visi jelas, dan dikerjakan dengan hati senang? Betul! Dari segi kualitas saja sudah menunjukkan perbedaan kentara.

Menulislah karena bapak dan ibu guru punya niat mulia mencerdaskan calon pemimpin masa depan Indonesia. Visi itulah yang harus dipegang erat dan menjadi motivasi kuat. Jangan semata demi memenuhi persyaratan administrasi. Anda akan tersiksa dibuatnya.

Satu-satunya jalan agar bapak dan ibu terbebas dari mimpi buruk itu adalah mengubah cara pandang dan mulai membiasakan diri menulis. Anda bisa memulainya dari tulisan sederhana, seperti tips belajar efektif atau reportase ketika bapak atau ibu guru melakukan kunjungan ke sekolah lain. Jangan malu untuk minta diajari oleh rekan Anda yang kebetulan memiliki kemampuan lebih baik dibanding Anda saat ini. Bila malu diajari teman sendiri, bapak atau ibu guru bisa mendaftarkan diri di kelas penulisan ilmiah atau populer.

Memang butuh kerja keras, tetapi hasilnya tetap Anda yang bakal menikmati. Siapa yang bisa menolong Anda bila bukan diri Anda sendiri? So, mulailah menulis sebelum dipaksa menulis.

3. Tanggung Jawab Profesi yang Berat Sehingga Tidak Punya Waktu Untuk Menulis

Bapak dan ibu guru yang saya hormati, setiap orang memiliki jatah waktu yang sama: 7 hari dan 24 jam. Sekarang tergantung bagaimana bapak dan ibu guru memanfaatkan 7 hari dan 24 jam Anda. Kuncinya adalah disiplin dan menerapkan time management. Praktikkan keduanya di dalam keseharian, baik itu saat mengelola kegiatan di lingkungan kerja maupun di lingkungan rumah tangga. Latih diri Anda menyusun skala prioritas dan berlakukan sistem deadline untuk setiap pekerjaan. Bila sudah terbiasa, hidup terasa lebih enteng. Pekerjaan di sekolah tidak akan mengganggu aktifitas lainnya dan sebaliknya. Anda pun bisa punya waktu luang untuk menulis bahkan untuk menekuni hobi (me time).

4. Rendahnya Minat Baca

Jangankan guru, minat baca pelajar dan mahasiswa di Indonesia saja rendah. Abdul Khak, Kepala Balai Bahasa Bandung mengatakan bahwa rendahnya tradisi menulis disebabkan minat baca yang rendah. Miris sekali membacanya. Padahal, Indonesia terpilih sebagai tamu kehormatan Frankfurt Book Fair 2015. Indonesia menjadi negara ASEAN pertama yang bakal hadir di perhelatan akbar kaum literasi dunia serta diberi kesempatan menempati ruang pamer utama seluas 2.500 meter persegi.

Posisi Indonesia dalam pemeringkatan minat baca berada di urutan 60 dari 65 negara, di bawah Malaysia. Di Indonesia, rata-rata satu buku dibaca oleh empat orang per tahun, padahal menurut standar UNESCO, idealnya satu orang mampu membaca tujuh judul buku dalam kurun waktu satu tahun. Berdasar survei yang dilakukan oleh UNESCO pula, diketahui minat baca orang Indonesia hanya 0-1 buku per tahun! Padahal, untuk tingkat negara ASEAN saja, rata-rata minat bacanya 2-3 buku per tahun. Minat baca penduduk Jepang 10-15 buku per tahun sementara minat baca penduduk Amerika Serikat 20-30 buku per tahun. Kondisi saat ini berlawanan dengan zaman penjajahan silam. Menurut sastrawan Taufik Ismail, siswa AMS Hindia Belanda A diwajibkan membuat karangan dan membaca setidaknya 25 judul buku. Bagaimana bisa menghasilkan tulisan berkualitas bila tidak pernah membaca? Padahal, antara keduanya menunjukkan korelasi yang tak terpisahkan.

Bagaimana cara menumbuhkan minat baca?

Resepnya cuma satu: Mulai membaca.

Paksa diri untuk membaca. Tidak ada salahnya mulai dengan membaca buku fiksi atau non fiksi setebal 98 halaman atau 83 halaman dulu. Pasang target buku tersebut harus rampung dibaca dalam waktu tiga hari misalnya. Setelah “lulus”, Anda bisa naik “level” dengan menambah jumlah halaman, seperti membaca buku motivasi setebal 246 halaman atau buku sains setebal 516 halaman. Dan waktu menyelesaikan buku tersebut enam hari, misalnya. Naikkan terus kemampuan Anda hingga “kuat” membaca. Setelah mampu membaca satu buku sekian puluh atau ratus halaman dalam waktu sekian hari, tantangan bisa diubah: harus membaca lima buku dalam waktu satu bulan. Berbagai genre dan judul. Lama kelamaan, Anda akan terbiasa membaca buku. Budaya membaca akan jadi milik Anda. Jangan lupa ditularkan ya…

5. Kurangnya Informasi Wadah Publikasi

Kurangnya informasi terjadi akibat bapak dan ibu guru belum mengetahuinya saja. Di era serba modern seperti saat ini, rasanya penyebaran informasi publikasi karya tulis sudah cukup maksimal. Tinggal kitanya saja yang harus “meninggikan antena”, “merapatkan telinga”, serta “melebarkan mata” agar mendapat berbagai informasi.

Bapak dan ibu guru bisa memanfaatkan internet untuk mencari informasi publikasi karya tulis. Tidak ada salahnya buat akun media sosial seperti Facebook atau Twitter untuk menjaring informasi sebab di kedua media sosial tersebut banyak informasi publikasi karya tulis seperti majalah, surat kabar, tabloid, hingga penerbit.

6.Lomba Menulis Belum Marak

Eits, kata siapa lomba menulis belum marak?

Sekali lagi, bila bapak dan ibu guru telah memiliki fasilitas internet, baik itu di sekolah atau di rumah, bapak dan ibu guru bisa sesekali berselancar untuk mencari informasi lomba menulis, baik itu karya ilmiah atau karya populer. Bila di sekolah belum tersedia jaringan internet, tetapi ada warnet di sekitar tempat tinggal bapak dan ibu guru, Anda bisa mencari informasi tersebut dari warnet.

Berdasarkan pengalaman saya selama ini, saya mendapat informasi lomba menulis dari internet. Informasi lomba blog Tanoto Foundation ini pun saya peroleh dari internet lho! Hanya dengan mengetikkan keyword “lomba karya tulis ilmiah guru” pada mesin pencari, bapak dan ibu guru bisa panen informasi. Anda akan menemukan lomba esai, lomba karya tulis ilmiah inovasi pembelajaran, lomba karya ilmiah guru, lomba penyusunan modul pembelajaran, dsb. Daripada menunggu pengumumannya ditempel di sekolah, lebih baik bapak atau ibu guru “jemput bola” dengan cara aktif dan mandiri mencari informasi. Hadiahnya lumayan lho. Ha-ha-ha. Dicoba, yuk!

7.Kurang tertantang

Kompas, Kamis 6 November 2014, memuat jumlah guru yang stagnan di level IV/a berjumlah 800.000. Dari angka tersebut, 30,4% diisi oleh guru SD dan 28,3% dimiliki oleh guru SMP. Bila guru kesulitan memenuhi persyaratan karya ilmiah, guru akan stagnan di level kepangkatan tertentu. Hal ini menyebabkan guru berlomba-lomba menghasilkan karya tulis bukan untuk perkembangan ilmu pengetahun apalagi meningkatkan kualitas profesi, melainkan sebatas memenuhi kewajiban administratif.

Sudah saatnya para guru mengubah cara berpikirnya. Tanamkan pada diri Anda ketika menulis Anda adalah orang tua yang sangat mengasihi anaknya. Menulis ibarat memasak makanan yang lezat dan bergizi dan masakan itu nantinya akan dimakan oleh anak tercinta. Anak-anak akan tumbuh sehat, cerdas, dan bermasadepan gemilang.

Berikut tips mengembangkan minat menulis untuk para bapak dan ibu guru. Tips ini tidak ditulis asal-asalan lho, melainkan berdasar pengalaman pribadi selama dua tahun ini menekuni dunia kepenulisan. Tentu saja saya hanya bermaksud berbagi bukan menggurui sebab saya pribadi pun masih dalam tahap belajar, menggali ilmu dari para guru yang bisa dijumpai di manapun dan kapan pun, serta mengasah kemampuan. Semoga bapak dan ibu guru berkenan.

1. Niatkan Diri

Untuk mulai menulis, keinginan saja belumlah cukup. Bapak dan ibu guru masih ingat, bukan, tiga komponen menulis dari Prof. Dr. Ir. Zulkarnain Lubis? Benar, keinginan menulis musti dibarengi dengan kemauan. Niatnya harus kuat karena bapak dan ibu guru akan menempuh perjalanan panjang: menentukan tema, membuat kerangka tulisan, mengumpulkan materi, riset (bila perlu), menulis, dan persiapan publikasi.

Pokoknya harus menulis!

Saya pernah mengalami lama tidak menulis. Rasanya, so pasti kangen banget. Ide-ide untuk tulisan makin memenuhi kepala. Sebagian ide itu dipindah ke handphone, tetapi dengan cepatnya ide lain berdatangan. Namun ternyata kangen dan banyak ide saja tidak cukup untuk membangkitkan keinginan untuk mulai menulis. Malas sekali rasanya. Dalam kondisi seperti itu, barang satu kalimat pun tidak ada mampir di lembar Microsoft Word saya! Hingga datang satu momen di akhir tahun 2012.

Entah dapat kekuatan dari mana, tiba-tiba saya niat pengin menulis. Saat itu saya memang diiming-imingi lomba menulis tentang tren Hallyu dari Korea Selatan. Tidak serta merta lancar, karena lama tidak menulis bikin saya gagap. Jari-jari kaku semua. Lalu, apa motivasi saya? Pengin menang lomba? Pengin terbang ke Korea? Bukan semuanya. Saya hanya ingin menumpahkan kerinduan saya dalam menulis dan kesukaan saya pada budaya Korea Selatan. Meski tidak menang, bisa dibilang lomba tersebut menjadi semacam milestone saya. Saya dapat pencerahan dan meraih tiga komponen menulis hingga saat ini. Semua berangkat dari niat (kemauan) kuat.

2. Tidak Bisa Menulis

Kalimat “tidak bisa” mudah sekali terucap, bahkan sebelum Anda menulis pun sudah dihalang-halangi dengan kalimat, “Aku tidak bisa.” Janganlah kalimat itu terucap sebelum bapak dan ibu guru berusaha sampai titik darah penghabisan. Dicoba saja dulu. Bisa atau tidaknya, itu urusan nanti. Kebiasaan mengunderestimatekan diri malah kian melemahkan kemauan untuk memulai sesuatu yang baik.

Skill menulis memang tidak dibangun dalam waktu sehari semalam seperti kisah Bandung Bandawasa membangun 1000 candi untuk Rara Jonggrang. Dibutuhkan proses dan proses itu sendiri membutuhkan waktu. Berapa lama? Tergantung komitmen diri Anda. Sepanjang Anda masih terjebak dalam ketidakmampuan, karya itu tidak akan pernah lahir. Dan bila hal itu terjadi, jangan pernah merasa iri kepada rekan seprofesi yang telah melaju meraih suksesnya di bidang literasi. Kita sebanarnya mampu, tapi dari mampu menjadikan mau itu yang sulit.

Penulis beken sekaliber Dewi Lestari (baru saja meluncurkan novel terbarunya yang berjudul Gelombang) saya yakin juga melalui prosesnya hingga bisa menjadi penulis perempuan yang karyanya banyak diburu seperti sekarang ini.

Resepnya: jangan lelah berusaha, bersahabatlah dengan proses, dan berkawan baiklah dengan waktu. Niscaya akan ada hadiah istimewa teruntuk bapak dan ibu guru sekalian.

3. Mulai dari Sesuatu yang Anda bisa

Menulis akan lebih menyenangkan bila berhubungan dengan sesuatu yang dikuasai atau disukai, bukan? Ide mudah ditangkap kemudian dieksekusi hingga menjadi tulisan yang menarik. Prosesnya pun lancaaarr. Sekarang pilih mana, menulis tentang dunia pendidikan yang lekat dengan keseharian atau mengenai dunia kedokteran? Pasti yang dipilih tentang dunia pendidikan, karena idenya sendiri sebenarnya sudah tersedia. Ditambah cari materinya juga lebih mudah. Mau riset kecil-kecilan? Libatkan saja peserta didik Anda. Kalau sudah diberi kemudahan, masihkah mengatakan menulis itu sulit?

4. Kering Ide?

Apa saja yang bisa dijadikan materi penulisan? Mengacu pada salah satu dari tiga komponen menulis seperti yang dikatakan oleh Prof. Dr. Ir. Zulkarnain Lubis, yakni “tahu” maka kering ide atau tak tahu arah menulis tidak perlu terjadi.

Penggalian ide termasuk yang kerap ditanyakan oleh para penulis pemula dalam sesi workshop atau pelatihan menulis. Bagaimana cara menggali ide dan apa yang harus dilakukan agar mendapat ide segar? Jawabannya adalah membaca dan mengamati lingkungan sekitar.

a. Ide bisa didapatkan di mana saja selama kita memekakan diri dengan semesta.

b. Ide bisa hadir bahkan di saat yang tidak diharapkan.

c. Ide didapat ketika membaca buku, so, banyak-banyaklah membaca.

d. Ide tidak selalu brilian, tetapi kalau penulis mampu mengolah ide tersebut dengan baik, ide yang biasa pun bakal menghasilkan tulisan yang luar biasa.

Apa yang harus dilakukan ketika berhasil menangkap ide?

a.Catat segera.

Segera! Tidak bisa nanti apalagi esok hari. Intinya jangan ditunda. Bisa di buku catatan atau handphone. Kenapa harus segera dicatat? Karena ingatan manusia terbatas. Bila sudah ketumpukan “file” baru, bisa jadi “file” ide bisa hilang dari ingatan. Rugi, kan?

b.Kalau idenya panjang bagaimana?

Catat point-pointnya saja terlebih dahulu. Yang penting, ketika Anda sudah punya waktu untuk menuangkannya ke dalam lembar kerja, point-point bisa berfungsi sebagai reminder.

4. Ikut Lomba

Bapak dan ibu guru sudah aktif menulis ya? Punya stok tulisan di dalam komputer? Apa? Jelek? Mau didelete saja? Jangan! Daripada file-nya dihapus, bagaimana kalau diikutkan lomba?

Lomba penulisan berbagai tema bertebaran di dunia maya. Ada yang diadakan oleh perusahaan, penerbitan, organisasi pendidikan, hingga perorangan yang kerap disebut dengan istilah give away. Pilih sesuai bidang yang dikuasai. Namun, tidak ada salahnya mencoba bidang di luar profesi Anda. Misalnya Bapak Guru Widodo sehari-hari sebagai guru matematika di SMP X, tetapi memiliki kemampuan di bidang komputer. Boleh dan sah-sah saja ikut lomba menulis tentang komputer, lomba TIK untuk guru, atau review produk gawai terbaru yang dikeluarkan oleh perusahaan komputer ternama.

Apa untungnya ikut lomba? Selain menguji kemampuan dan pengetahuan Anda, ikut lomba menulis juga untuk membiasakan menulis, melatih jemari Anda bergerak lincah di atas keyboard. Jangan khawatir tulisannya jelek, kurang bermutu. Ikutkan saja dulu. Dalam setiap lomba, pasti ada jurinya. Biarkan mereka yang menilai kualitas tulisan Anda. Bila dinyatakan sebagai pemenang, berarti tulisan Anda lebih baik dibanding penilaian Anda sendiri. Hadiahnya lumayan menggiurkan, kok. Mulai dari uang tunai sampai piknik gratis. Tertarik?

5. Membuat Blog

Orang bisa dengan mudahnya membuat blog pribadi pakai platform macam blogspot, wordpress, atau Kompasiana. Blog tersebut bisa diisi tulisan campur-campur atau mengkhususkan diri pada tema tertentu seperti pendidikan, IT, masak-memasak, penulisan kreatif, gadget, motivasi, dsb.

Tidak tersedia jaringan internet di rumah? Ada 1000 jalan menuju Roma. Bapak atau ibu guru bisa menuliskan naskahnya di kertas atau mengetik di komputer lebih dulu. Setelah jadi, bisa dibawa ke warnet lalu diunggah ke blog pribadi. Undang kawan-kawan untuk mengunjungi blog Anda dan jangan lupa minta masukan.

Apa untungnya membuat blog? Pertama, lewat blog, Anda bisa membiasakan diri menulis. Tulisan bisa dibuat untuk sekadar mengisi ruang blog, tetapi bisa juga dalam rangka ikut lomba menulis di blog atau lomba dalam rangka give away. Kedua, blog menjadi semacam portfolio karya yang telah terpublikasi. Tidak menutup kesempatan, tulisan yang “cuma” nangkring di blog, bisa diterbitkan di kemudian hari. Maka daripada itu, untuk menjaga segala kemungkinan, usahakan tetap menjaga kualitas tulisan, siapa tahu bisa menjadi pintu gerbang datangnya penawaran dari penerbit. Ketiga, blog bisa dimanfaatkan sebagai media mengajar. Bapak atau ibu guru bisa mengunggah materi pelajaran ke blog dan murid-murid bisa mengunduhnya kapan saja.

Kalau sudah terbiasa menulis, mau ditantang suruh bikin karya tulis ilmiah pun rasanya bukan lagi masalah besar.

6. Kirim ke Media

Publikasi karya tulis tidak hanya dilakukan di jurnal, blog, atau bulletin sekolah. Bapak dan ibu guru bisa melirik media massa online maupun offline yang menerima sumbangan tulisan. Patut diperhatikan sebelum kirim tulisan ke media adalah jangan sampai masuk pintu yang salah. Maksudnya, Anda harus menyesuaikan tulisan dengan medianya. Cocok atau tidak? Misalnya ibu guru mau kirim puisi ke majalah parenting. Jangankan dimuat, mahakarya Anda bisa ditolak dan dikembalikan.

Bagaimana bisa tahu media tersebut menerima kiriman tulisan apa saja? Beli satu edisi surat kabar atau majalah atau tabloid. Pihak redaksi biasanya mencantumkan jenis tulisan apa saja yang mereka terima. Bila Anda ingin lebih mengenali karakteristik tulisan yang dimuat di suatu media, Anda bisa membeli ecer beberapa edisi baru. Alternatif lainnya, bisa pinjam milik teman, numpang baca di toko buku, numpang baca di perpustakaan, atau beli edisi yang sudah lewat. Biasanya, edisi yang sudah lewat harganya cukup miring. Setelah karakteristik tulisan dikenali, bapak dan ibu guru bisa cek stok tulisan, melakukan pengeditan, atau buat tulisan baru. Bila dimuat, siap-siap terima honor ya. Lumayan buat bayar listrik. Jangan lupa traktir saya ya. Eh, bercanda, kok.

7.Ikut Pelatihan

“Sudah tua masih ikut pelatihan, nggak ah, malu sama yang muda-muda. Begini nggak apa-apa.”

Jangan keburu berpikiran seperti itu. Menulis tidak mengenal usia, demikian pula dengan pelatihan menulis. Saya pernah ikut pelatihan menulis dengan peserta dari berbagai usia. Para senior tidak merasa canggung di antara barisan kaum muda. Sebaliknya, sangat antusias dan aktif.

Manfaat dari mengikuti pelatihan adalah skill menulis Anda akan meningkat. Selain itu, dengan mengikuti pelatihan, bapak dan ibu punya kesempatan memecahkan kesulitan selama menulis. Manfaatkan sesi tanya jawab untuk diskusi dengan nara sumber.

Dewasa ini, guru telah mendapat porsi pelatihan yang cukup. Kesempatan memperoleh ilmu tentang teknik penulisan ilmiah maupun penulisan kreatif pun terbuka sangat lebar. Pelatihan menulis yang disediakan khusus oleh guru, seperti:

a. Bimbingan teknik (bintek) untuk 250 orang guru dan kepala sekolah berstatus PNS di Kecamatan Langkaplancar, Kabupaten Pangandaran, yang diadakan oleh UPTD Disdikbudpar Kecamatan Langplancar dengan Harian Umum Pikiran Rakyat. Materinya keterampilan menulis karangan ilmiah.

b. Pelatihan Penulisan Jurnal Ilmiah dan Populer untuk 100 orang guru yang diselenggarakan oleh Disdik Kota medan dan UISU (Universitas Islam Sumatera Utara)

c. Lokakarya Penulisan Artikel untuk 40 Guru SD-SLTA yang diadakan oleh Dinas Pendidikan Provinsi Kaltim bekerjasama dengan Rumah Susun Kata

Selain mengikuti pelatihan yang diadakan oleh dinas pendidikan setempat, bapak dan ibu guru bisa menimba ilmu dari perseorangan yang telah berpengalaman di bidang penulisan. Untuk bapak dan ibu guru yang tinggal di Jambi, ada sosok Yanti Budiyanti, pemilik rumah baca Evergreen. Beliau mengadakan pelatihan menulis gratis bagi siswa usia sekolah dasar. Dari tangan beliau, telah lahir 20 penulis cilik asal Jambi yang karyanya telah dibukukan dalam proyek antologi cerpen dan novel serta dimuat di koran lokal Jambi. Tidak ada salahnya belajar dari beliau. Silakan dihubungi.

Menurut pengamatan saya, dengan makin meningkatnya minat masyarakat menulis, banyak pihak yang mengadakan pelatihan menulis, baik berbayar maupun gratisan, online (daring) maupun sistem tatap muka. Para penulis kenamaan pun sekarang tidak segan-segan berbagi ilmu mereka seputar penulisan kreatif lewat berbagai media: tatap muka dan online dengan memanfaatkan akun sosial media pribadi dan website pribadi.

Bila Anda jeli, ilmu tentang penulisan bisa didapat dengan cara berikut. Pertama, sering-sering menghadiri acara bedah buku, launching buku, dan pameran buku. Anda bisa bertemu dengan penulis dan mengajukan berbagai pertanyaan tentang teknik penulisan, mulai dari cara memancing ide sampai cara supaya “tembus” penerbit. Selain penulis, dalam event-event seperti di atas, pihak penerbit juga ikut “turun gunung”. Kesempatan besar bagi bapak dan ibu guru yang ingin karyanya diterbitkan.

Cara pertama terlampau sulit? Ikuti saja bincang buku di radio. Bincang buku di radio menjadi ajang promo buku baru. Dalam acara tersebut pasti menghadirkan penulisnya (editornya kadang ikut mendamping). Bapak dan ibu guru bisa interaktif dengan penulis dan editor (kalau hadir) dan bertanya seputar buku hingga teknik menulis. Jika beruntung, bapak atau ibu guru bisa dapat buku lho. Untungnya berlipat!

8.Ikut Proyek Nulis Buku Antologi

Ketika bapak/ibu sudah terbiasa menulis, sudah saatnya ikut proyek penerbitan buku. Anda bisa mencoba menerbitkan buku solo atau ramai-ramai bersama penulis lain (antologi). Anggaplah sebagai tes pasar. Bila tulisan Anda menarik dan mengundang apresiasi pembaca, bisa jadi pintu gerbang menuju kesuksesan berikutnya.

9. Baca-Baca dan Baca

A.S. Laksana menyatakan betapa pentingnya membaca, apalagi untuk kepentingan penulisan. Bila penulis tidak suka membaca, karyanya akan monoton. Itu-itu saja. Selain itu, ketika bergulat dalam penulisan naskah, si penulis akan menemui kemandekan. Bagaimana tidak mandek, kan, modal menulis didapat dari membaca. Oleh sebab itu, bila ingin menulis sebanyak-banyaknya, maka bacalah sebanyak-banyaknya.

Bila bapak dan ibu guru memiliki dana lebih, Anda bisa membeli buku yang disukai. Namun, bila harus menabung dulu, kebutuhkan akan buku tetap bisa terpenuhi dari meminjam buku di Taman Bacaan Masyarakat (TBM), perpustakaan sekolah, perpustakaan daerah, perpustakaan universitas, atau pinjam kepada kolega.

10. Disiplin

Kembali lagi ke soal disiplin. Setiap orang punya 7 hari dan 24 jam yang sama, tergantung bagaimana memanage waktu. Jika ingin menghasilkan karya tulis, berdisiplinlah soal waktu. Sekalipun Anda sibuk luar biasa, bila bisa bagi waktu, semua akan berjalan dengan lancar.

11. Sikap Pantang Menyerah

Kesuksesan bisa diraih siapa saja dan kapan saja selagi berusaha. Tetapi, ada baiknya bapak dan ibu juga berpikir akan datangnya kegagalan. Dunia penulisan pun mengenal kata “gagal”: gagal dalam lomba, gagal menyelesaikan tulisan, gagal dimuat di surat kabar, gagal bukunya diterbitkan, dan sederet kegagalan lainnya.

Dibutuhkan sikap pantang menyerah agar langkah tidak berhenti hanya karena menemui kegagalan. Sekali kita jatuh, dunia tidak akan runtuh. Begitu kita berdiri, sukses tergenggam pasti.

Upaya meningkatkan gairah membaca dan menulis di kalangan guru telah ditangkap oleh Tanoto Foundation, lembaga nirlaba yang didirikan tahun 2001 oleh pasangan filantropi Bapak Sukanto Tanoto dan Ibu Tinah Bingei Tanoto. Melalui Program Pelita Pendidikan, para guru diikutsertakan di dalam pelatihan Pelita Pustaka agar peningkatan minat baca mampu terealisasi. Buku Oase Pendidikan di Indonesia-Kisah Inspiratif Para Pendidik menjadi bukti konkret komitmen kuat Tanoto Foundation agar guru tidak hanya kompeten di bidang pendidikan dan pengajaran tetapi juga penulisan.

Sebanyak delapan belas kontributor yang berpengalaman di dunia pendidikan urun tulisan yang isinya menginspirasi. Ibu Sri Wahyaningsih dari Sanggar Anak Alam Yogyakarta urun tulisan Belajar dari Gentong dan Celengan (hlm 16), Retno Listyarti (guru SMAN 13 Jakarta Utara) menyumbang tulisan Menciptakan Konflik di Kelas (hlm79), lalu ada I. Sandyawan Sumardi (pekerja kemanusiaan Ciliwung Merdeka) dengan tulisannya yang berjudul Ciliwung Larung: Model Alternatif Pendidikan Melalui Teater Komunitas (hlm 160). Selain ketiga contoh tersebut, masih ada tulisan-tulisan lainnya yang tak kalah menarik lagi menginspirasi.

Menulis tidak sesulit apa yang dikira bapak dan ibu guru asalkan Anda memiliki kemauan untuk mewujudkannya. Temukan banyak manfaat dan kesempatan emas dari menulis.

Saya bisa, bapak dan ibu guru juga pasti bisa. ***

Referensi

Laksana, A.S. 2013. Creative Writing-Tip dan Strategi Menulis Cerpen dan Novel. Cetakan Pertama. GagasMedia

Tim Penulis Mitra Forum Pelita Pendidikan. 2014. Oase Pendidikan di Indonesia-Kisah Inspiratif Para Pendidik. Cetakan I. Jakarta: Tanoto Foundation-Raih Asa Sukses (Penebar Swadaya Grup)

---

http://www.solopos.com/2011/11/23/tradisi-membaca-rendah-kemampuan-menulis-makin-payah-125494?mobile_switch=mobile. Download 17 November 2014-7:30 PM

http://beritasore.com/2012/05/21/produktivitas-guru-menulis-masih-rendah/.Download 17 November 2014-7:33 PM

http://www.pikiran-rakyat.com/node/252412. Download 17 November 2014-7:38 PM

http://disdik.kaltimprov.go.id/read/news/2014/780/40-guru-sd-slta-ikuti-lokakarya-penulisan-artikel.html. Download 17 November 2014-7:44 PM

https://www.pahlawanindonesia.com/biografi-pahlawan-pendidikan-ki-hajar-dewantara/

Download 17 November 2014-7:45 PM

http://www.tanotofoundation.org/id/program/pendidikan/sekilas/peningkatan-kualitas-pendidikan.html. Download 17 November 2014-7:46 PM

http://www.tanotofoundation.org/id/. Download 17 November 2014-7:47 PM

http://enewsletterdisdik.wordpress.com/2010/07/13/menumbuhkan-semangat-guru-mau-menulis/

Download 17 November 2014-8:04 PM

http://bejatikoran.com/drs-soleh-hadriyantom-pd-sebagian-guru-masih-rendah-menulis-karya-ilmiah/. Download 17 November 2014-8:05 PM

http://www.brainyquote.com/quotes/quotes/p/paulocoelh620609.html. Download 19 November 2014-8:31 PM

---

Dri. Minat Baca Masih Rendah. Kompas, Jumat, 12 September 2014

ELN. Koalisi Tumbuhkan Budaya Baca. Kompas, Sabtu, 24 Mei 2014

ELN. Guru Terganjal Karya Ilmiah. Kompas, Kamis, 6 November 2014

NAW. Tamu Kehormatan Frankfurt Book Fair 2015. Kompas, Senin, 13 Oktober 2014

Napitupulu, Ester Lince. Yanti Budiyanti: Mendorong Munculnya Penulis Cilik dari Jambi. Kompas, Kamis, 11 September 2014

Rachman, Eileen. Waktu. Kompas, Sabtu, 15 November 2014

---

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun